Berita  

Menko Luhut Menyatakan Tak Ada OTT Korupsi di Negara yang Maju dan Bermartabat

menko-luhut-menyatakan-tak-ada-ott-korupsi-di-negara-yang-maju-dan-bermartabat

Salah satu indikator negara maju, menurut Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, adalah tidak ada lagi Operasi Tanggap Tangan (OTT) tersangka korupsi. Dasarnya, lantaran semua sistem sudah digital, maka percobaan atau justru korupsi itu sendiri tidak akan terjadi. Luhut menyampaikan hal tersebut saat menghadiri Green Port Awards 2022 di Jakarta, pada 28 Desember.

Luhut juga mengatakan apabila OTT bukan metode pemberantasan korupsi yang bagus. Solusi yang terbaik adalah penerapan digitalisasi. “Digitalisasi itu membangun satu sistem untuk tidak bisa kita membuat hal-hal yang tidak kita inginkan. Karena negara-negara yang bermartabat, negara yang maju, itu membangun sistem digitalisasi,” kata Luhut, seperti dikutip dari Antara.


Digitalisasi juga dianggap sistem yang efisien. Luhut tidak berharap Indonesia masuk dalam negara OTT. Dalam menuju ke sana, Pemerintah Indonesia sedang membangun sistem yang menurutnya bagus. Sistem ini yang nantinya diharapkan membuat orang-orang tidak lagi melakukan perbuatan tidak terpuji, salah satunya korupsi.

Pembangunan sistem juga agar Indonesia bukan lagi negara yang banyak drama. “Drama karena Anda senang lihat orang OTT-OTT. Karena ekosistem kita tidak bagus. Sekarang ekosistem itu dibangunkan,” katanya.

Luhut menegaskan pernyataannya bukan perkara berani atau tidak berani menangkap koruptor dengan OTT. Misal KPK bisa menangkap koruptor secara OTT, itu juga bagus. Tapi kalau keseringan OTT, Luhut khawatir orang akan berkata apa pada Indonesia?

“Ini negara katanya hebat tapi masih OTT aja. Kenapa? Berarti sistem kita ndak baik,” katanya.

Selain digitalisasi yang sudah diterapkan di beberapa pelabuhan, Luhut juga mengatakan apabila pemerintah terus membangun digitalisasi di berbagai sektor. Tujuan utamanya mengurangi peluang korupsi.

Pernyataan Luhut diatas mendapat tanggapan dari berbagai pihak, termasuk salah satu atasannya, Wakil Presiden Ma’ruf Amin. Menurut Ma’ruf, OTT masih dibutuhkan dalam menindak korupsi. Hal ini terutama saat pendidikan dan pencegahan korupsi belum maksimal.

“Kalau ini masih belum berhasil, pendidikan dan pencegahan, mungkin akibatnya akan ada penindakan,” kata Ma’ruf.

Sehari sebelum pernyataan Luhut di atas, KPK merilis laporan akhir tahun, termasuk jumlah OTT. Selama 2022, ada sepuluh OTT yang mereka lakukan. Sepuluh OTT ini diawali oleh penangkapan Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi, pada 5 Januari 2022. Penangkapan ini terkait dugaan korupsi lelang jabatan.

OTT oleh KPK tahun ini ditutup oleh penangkapan Wakil Ketua DPRD Jawa Timur, Sahat Tua Simandjuntak pada 15 Desember 2022. Penangkapan ini terkait dugaan suap pengelolaan dana hibah Provinsi Jawa Timur.

Sementara pada tahun-tahun sebelumnya, Indonesia CorruptionWatch (ICW) mencatat jumlah OTT selama dari 2016 sampai 2021 secara berturut-turut yaitu 17, 19, 30, 21, 7, dan 7 kasus.