Berita  

Kompilasi Soundcheck Kembali, Menandai Kancah Musik Lokal yang Mulai Bergairah

kompilasi-soundcheck-kembali,-menandai-kancah-musik-lokal-yang-mulai-bergairah

Pada pertengahan 2022 ini, kancah musik Indonesia terasa mulai kembali normal dan bergairah. Hampir setiap akhir pekan dipenuhi berbagai pilihan gig dari berbagai genre. Festival musik, mulai dari level komunitas yang lebih intim hingga yang menyuguhkan nama-nama besar dan artis internasional juga kembali bermunculan. Musisi lokal, baik talenta baru maupun yang sudah lama berkecimpung di industri juga gak ada hentinya merilis lagu-lagu baru untuk menghibur kita semua.

Mengikuti kebangkitan semangat ini, tepat rasanya kalau kolom Soundcheck kembali kami suguhkan, setelah sekian lama rehat. Edisi kali ini menghadirkan single-single Indonesia terbaik rilisan bulan Agustus pilihan VICE yang diwakili beragam genre dan mood, mulai dari nomor instrumental psychedelic yang heavy, punk rock upbeat dengan lirik personal hingga jazzy R&B dengan kualitas produksi yang ciamik.


Redaksi VICE berharap playlist ini bisa menemani dan menyemangati kalian semua buat kembali mulai menyimak kancah musik lokal yang semakin seru, variatif dan menyenangkan.

Teza Sumendra – The Intro(vert)

Di era media sosial yang penuh dengan “kebisingan” dan ilusi, penyanyi solo Teza Sumendra menyuarakan adanya kebutuhan untuk menyendiri dan berkontemplasi tanpa ada tekanan untuk harus menampilan image tertentu. Di single ‘The Intro(vert)’ yang juga akan menjadi nomor pembuka EP terbarunya, Teza menyajikan nomor R&B/Soul kontemporer dengan elemen jazz yang pekat dan bass yang berat. Lagu ini cocok banget didengarkan sendirian di malam hari ketika kalian sedang tak ingin diganggu. “Biarkan ku sejenak melepaskan beban ini / tanggalkan harapan / tak peduli eksistensi / absensi tanpa gengsi.”

Ali – Shoreline Transit

Di single ketiganya “Shoreline Transit” band instrumental sinematik Ali berusaha membawa kita ke suasana pantai tropis yang hangat. Dibuka dengan bunyi deburan ombak yang menenangkan, band yang berisikan John Paul Patton (Kelompok Penerbang Roket) dan Arswandaru Cahyo ini masih membawakan sound funk 70’an mereka yang khas, lengkap dengan beat groovy dan melodi gitar yang hipnotik. Repetitif dan chill, “Shoreline Transit” bisa jadi musik background yang sempurna ketika kalian ingin bersantai dan melepaskan kepenatan selepas kerja.

Saturday Night Karaoke – Dejection

Tempo upbeat, tone gitar yang cenderung kasar dan melodi yang catchy masih menjadi modus operandi trio pop punk asal Jatinangor, Saturday Night Karaoke. Namun di lagu “Dejection”, mereka justru menyajikan lirik yang personal dan cenderung agak depresif, “My mental stability reaches its bitter end / Fire spreads wild inside my head / All my perspective soaks in dark red / That’s it I’m shutting down and I’m gonna fade,” jauh berbeda dengan lirik di materi awal mereka yang cenderung lebih konyol dan gak serius. Dua elemen yang kontras ini membuat “Dejection” jadi anthem punk rock yang layak disimak.

Crayola Eyes – Spectrum (for Sonic Boom)

Biarpun sudah aktif sebagai band selama lebih dari satu dekade, unit alternatif asal Jakarta, Crayola Eyes hanya pernah merilis beberapa single saja. Namun single terbaru mereka “Spectrum (for Sonic Boom)” bisa jadi pengingat betapa besarnya potensi band neo-psychedelia ini. Menyalurkan kecintaan mereka atas Peter Kember (nama panggung “Sonic Boom”)—dan bandnya Spacemen 3, sekstet ini membawa kita kembali ke sound alternatif musik Inggris di era 80an dan 90an dengan beat drum ajek (dan tamborin), bunyi synthesizer vintage dan vokal mengawang yang repetitif tapi gak pernah membosankan.

Denegredo – Papercut

Menggunakan sampling dari band fusion Jepang 1970an Jiro Inagaki & Soul Media dan juga Tyler, The Creator, Denegredo menunjukkan kemampuannya memadukan rap dengan background musik jazz yang funky. Di “Papercut,” Rey, seorang rapper cum musisi asal Depok menuangkan semua pikirannya saat itu—ala stream of consciousness—mulai dari determinasi untuk terus maju “bersenandung / di jalanan / dan tersanjung / terus jalan / walau tersungkur / tetap bersyukur” hingga bait jenaka soal kenakalan anak muda “tiduran sampai matahari muncul lagi / masih mau main enggak ikut kerja bakti / sama orang tua sih bilangnya berbakti / tapi digoda dikit langsung bilang nanti.” Layak disimak seperti apa karya-karya Denegredo ke depannya.

Mud Spencer – Larry White 96

Kesulitan menemukan teman bermusik di kota tempat tinggalnya, Rodolphe, seorang ekspat asal Prancis yang sudah bertahun-tahun tinggal di Cirebon memulai berbagai projek musik one-man di kamar tidurnya, salah satunya Mud Spencer. Melakukan proses mixing sendiri di gunung Ciremai, tempat dia bersantai, “Larry White 96” adalah track instrumental psychedelic 60an/70an yang heavy namun juga sangat funky dan bikin lo goyang kepala. Seru buat dijadikan soundtrack road trip, nomor ini wajib disimak buat penggemar sound klasik rock and heavy metal!

Sirah – Singgah

Sayang sekali tidak banyak informasi yang bisa ditemukan seputar Sirah, proyek solo Asyraful Umam (Beautiful Garbage, Sound of Silence, Ruang Damai) karena singlenya “Singgah” adalah sebuah nomor rock alternatif yang menarik dan nagih untuk terus diputar. Jelas sekali ada pengaruh kuat dari materi awal Efek Rumah Kaca di sini, terutama di tarikan falsetto vokal yang ditawarkan. Untungnya, “Singgah” tidak takut bereksplorasi dengan dinamika lagu, memanfaatkan momen-momen keheningan sebelum menutup lagu dengan wall of sound yang membungkus gendang telinga.


Yudhistira Agato adalah jurnalis lepas yang bermukim di Jakarta, fokus mengamati kancah musik Indonesia. Laporannya bisa dibaca di VICE, the Jakarta Post, serta NME. Follow dia di Twitter