Berita  

Kami Menyelidiki Alasan Kenapa Bapak-Bapak Hobi Pakai Emoji Jempol

kami-menyelidiki-alasan-kenapa-bapak-bapak-hobi-pakai-emoji-jempol

Sering sekali kita melihat di Twitter maupun media sosial lainnya, para anak yang memamerkan isi chat bersama ayah mereka yang menggunakan emoji jempol di segala kesempatan.

“Hari ini pulang telat ya, yah…” 


“👍”

“Kakak udah di jalan”

“👍”

Mungkin kamu mengalaminya sendiri dengan ayahmu. Kamu sudah mengetik panjang lebar, tapi balasannya cuma emoji jempol. Temanku, Beth, tahu betul bagaimana rasanya menjadi penerima pesan ini.

“Andai saja aku masih menyimpan ponsel lama, akan kutunjukkan betapa seringnya ayah mengirim jempol,” tuturnya. “Misalkan aku mengabari sedang hamil, aku yakin ayah akan membalas pakai jempol.”

Fenomena ini sungguh membuatku penasaran. Pasalnya, selain terkenal dengan guyonan garingnya yang khas, emoji jempol semacam sudah menjadi template chat bapak-bapak. Kebiasaan tersebut tampaknya juga telah menjangkiti para orang tua di seluruh dunia. Karena itulah, aku ingin mendengar alasannya langsung dari sumbernya. Ya, dari bapak-bapak yang sudah tua maupun yang masih muda.

 Kakek Beth yang bernama Pete menilai pemakaian emoji lebih praktis dan hemat waktu. “Emoji [jempol] telah mengekspresikan apa yang ingin kukatakan dalam satu gambar, tanpa perlu mengetik panjang-panjang,” ujar bapak dua anak yang saat ini berusia 68 tahun.

Namun, rupanya tak semua bapak-bapak berpikiran serupa. Bagi orang tua yang sudah lebih paham teknologi seperti Dan, dia justru menganggap lebih cepat mengetik “oke” atau “sip” daripada mencari emoji yang tepat. Lelaki 39 tahun itu juga suka pakai emoji jempol, tapi buat lucu-lucuan saja.

“Saat kita mengirim jempol di WhatsApp, emojinya akan muncul dalam ukuran besar. Bagiku itu sangat lucu dan ada kesan sarkastik gitu,” katanya. “Ayahku juga sering menggunakannya, tapi untuk alasan yang lebih tulus.”

Kebiasaan Dan mungkin menunjukkan adanya perbedaan pemahaman antara generasi muda dan tua saat menggunakan emoji. Karakter gambar ini telah menjadi salah satu bagian penting dari komunikasi digital kita sejak 1990-an. Seiring berkembangnya penggunaan bahasa di zaman modern, tidak mengherankan apabila emoji kini dijadikan pengganti kata-kata tertentu. Dan mungkin saja, selama ini, kita terlalu meremehkan kemampuan lelaki paruh baya mengikuti kemajuan teknologi.

“Emoji telah membuat komunikasi menjadi lebih cepat dan mudah, terutama bagi mereka yang sulit membangun percakapan,” terang Zoe Mallet, konsultan budaya yang mempunyai gelar MSc psikologi, melalui email.

Namun, Mallet menambahkan, penggunaan emoji jempol secara khusus memiliki konteks negatif bagi sebagian orang. Cara ini mungkin lebih simpel bagi generasi tua. Akan tetapi, tak jarang anak muda melihat balasan emoji sebagai isyarat rasa tidak senang, atau digunakan untuk menyindir penerima. Sebagian besar dari kita juga mengartikan emoji dengan cara yang berbeda dari orang tua. (Misalnya, terkadang kita mengirim emoji menangis bukan karena sedih, melainkan karena kita tertawa sampai ingin menangis.)

“Emoji jempol bisa dianggap pasif-agresif, atau pengirim tidak menghargai obrolan mereka, terutama jika sedang membicarakan hal serius.”

Tapi balik lagi, perbedaan penafsiran ini dipengaruhi oleh budaya internet yang telah diadopsi anak muda, yang jelas bukan untuk bapak-bapak yang tidak mengerti candaan anaknya di grup chat. Mallet menyebut keterampilan komunikasi lelaki paruh baya sering kali sangat berbeda dari generasi yang telah terpapar internet dan teknologi sejak usia dini. Maka sangat wajar jika orang tuamu tidak mengerti konteks aneh dan berlapis di balik emoji jempol. Mereka mungkin tidak sadar, penggunaan emoji yang menurut mereka artinya “oke” atau “siap”, juga bisa berarti sinis. 

Terlepas dari semua itu, kita para penerima emoji jempol dari ayah sudah bisa memahami maksudnya, bahwa ayah setuju atau mengerti apa yang kita katakan. Kita juga harus mengakui template chat bapak-bapak sangat menghibur. Seperti Mollie, misalnya, yang suka menjahili sang ayah lewat chat. “Aku senang melihatnya. Kadang-kadang, aku sengaja banyak nanya cuma untuk melihat berapa banyak emoji jempol yang akan kuterima sampai ayah menyerah. Rasanya seperti bisa mendengar ayah menghela napas dari kejauhan,” tutur perempuan 28 tahun itu.

Selain itu, penggunaan emoji jempol mencerminkan kebiasaan para ayah yang mengacungkan jempol sebagai tanda suka atau bangga. Itulah cara ayah menunjukkan rasa sayang mereka tanpa perlu banyak berkata-kata.

@glnatonic