Opini  

Ada 7 Alasan Mengapa Mayoritas Hakim MK akan menolak permohonan sengketa PHPU Pilpres 2024

Oleh : Sugiyanto (SGY)-Emik
Ketua Himpunan Masyarakat Nusantara (Hasrat)

 


Jakarta-Pada hari ini, Senin (22-04-24), 8 Hakim Mahkamah Konstitusi akan membacakan putusan Permohonan sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024. Sebelumnya, pada hari Minggu (21-04-24), saya telah menulis sebuah artikel berjudul “Menebak Kemungkinan Skor Keputusan Hakim MK Dalam Penolakan Permohonan Sengketa Pilpres 2024.”

Dalam tulisan tersebut, saya memprediksi bahwa 6 atau 5 hakim akan menolak permohonan sengketa PHPU Pilpres 2024 yang diajukan oleh pasangan calon nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD, sementara 2 atau 3 hakim akan menerima.

Adapun 7 alasan mengapa mayoritas Hakim MK mungkin akan menolak permohonan sengketa PHPU Pilpres 2024 yang diajukan oleh pasangan calon Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud adalah sebabagai berikut.

Pertama, “Kepatuhan Terhadap Aturan”: Mahkamah Konstitusi menjaga standar tinggi dalam memastikan pemilihan umum sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tanpa bukti kuat pelanggaran, MK cenderung menolak sengketa hasil.

Kedua, “Tidak Cukup Bukti”: Untuk memproses sengketa hasil pemilihan, diperlukan bukti kuat tentang pelanggaran dalam pemilu. Jika bukti yang diajukan tidak cukup kuat atau tidak ada, MK kemungkinan akan menolak permohonan tersebut. Dalam konteks ini, permohonan sengketa Pilpres 2024 mungkin gagal menyampaikan bukti yang memadai terkait PHPU Pilpres 2024.

Alasan ketiga, “Kecukupan Prosedural”: MK akan memeriksa apakah pengajuan sengketa telah memenuhi persyaratan prosedural. Jika pengajuan tidak lengkap atau tidak sesuai dengan ketentuan hukum, MK akan menolak permohonan.

Keempat, “Kewenangan Terbatas”: Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan yang terbatas dalam menangani sengketa pemilihan. Mereka hanya akan menangani sengketa yang menyangkut hasil pemilihan presiden, bukan masalah teknis atau administratif serta pelanggaran dalam proses pemilu yang merupakan tugas atau domain dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), yang dapat diajukan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) dan Mahkamah Agung (MA).

Alasan kelima, “Independensi MK”: MK dikenal sebagai lembaga yang independen dan tidak berpihak. Keputusan mereka didasarkan pada bukti dan fakta, bukan tekanan politik atau publik. Meskipun banyak masyarakat yang mengajukan diri menjadi Amicus Curiae atau Sahabat Pengadilan ke MK, pengaruh mereka mungkin hanya memengaruhi beberapa putusan hakim, namun tidak mayoritas hakim MK.

Alasan keenam, “Putusan Sebelumnya”: Keputusan MK dalam sengketa pemilihan sebelumnya cenderung konsisten. Jika sebelumnya mereka menolak kasus serupa karena kurangnya bukti, mereka mungkin akan mengikuti preseden tersebut.

Terakhir, alasan ketujuh, “Keinginan Menjaga Stabilitas”: MK mungkin mempertimbangkan stabilitas nasional dan situasi politik saat mempertimbangkan permohonan sengketa. Keputusan untuk menolak permohonan bisa membantu menjaga stabilitas politik di negara tersebut, terutama mengingat jadwal pelantikan presiden dan wakil presiden pada 20 Oktober 2024. Dalam konteks ini, MK kemungkinan akan lebih mempertimbangkan pentingnya mencegah terjadinya kekosongan kekuasaan di Republik Ini.

Demikian, 7 alasan yang memperkuat kemungkinan besar MK akan menolak PHPU Pilpres 2024, dengan sebagian besar hakim menolak. Jika itu terjadi, Komisi Pemilihan Umum (KPU) kemungkinan besar akan memenangkan sengketa PHPU tersebut, yang berarti pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka akan bisa dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI pada hari Minggu, 20 Oktober 2024.