Berita  

Wacana Tarif KRL Dibedakan Status Kaya-Miskin, Dianggap Tak Pro Transportasi Umum

wacana-tarif-krl-dibedakan-status-kaya-miskin,-dianggap-tak-pro-transportasi-umum

Pengguna Kereta Rel Listrik (KRL) dikejutkan dengan rencana pembedaan tarif yang bakal dijalankan pada 2023. Pemerintah menyatakan bakal dilakukan penyesuaian harga KRL untuk masyarakat yang memiliki penghasilan tinggi. Menurut Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, untuk masyarakat yang kemampuan finansialnya tinggi nominal pembayaran KRL-nya juga perlu berbeda.

Teknisnya, pemerintah akan bekerja sama dengan pemda-pemda di Jabodetabek yang warganya dilayani KRL. Berdasarkan data itu, pengguna yang penghasilannya masuk kategori tinggi akan mendapat kartu baru dan membayar tarif KRL sesuai harga tanpa subsidi, berkisar antara Rp10 ribu hingga Rp15 ribu sekali jalan. Teknis penentuan kriteria penghasilan itu masih terus digodok oleh pemerintah.


”Kita pakai data yang ada dari Pemda. Kalimatnya bukan naik, tapi subsidi tepat sasaran,” ujar Menhub Budi Karya pada 27 Desember lalu. “Mereka yang berhak lah yang akan mendapatkan subsidi. Jadi mereka yang tidak berhak harus membayar lebih besar dengan membuat kartu.”

Menhub beralasan, dengan pembedaan tarif itu subsidi KRL bisa diberikan untuk menunjang sektor lain yang lebih membutuhkan.

Gagasan itu dikritik opengamat transportasi Azas Tigor Nainggolan, serta mendapat reaksi negatif pengguna medsos. Dibanding menaikkan tarif KRL untuk orang kaya, lebih baik membangun sistem transportasi terintegrasi. Azas menganggap perbedaan tarif KRL untuk orang kaya tidak sejalan dengan upaya pemerintah mendorong masyarakat lebih banyak menggunakan transportasi umum. Penggunaan transportasi umum ini yang diharapkan mampu mengurangi kemacetan di jalan.

“Jika skema tarif baru KRL ini jadi diterapkan, masyarakat mampu harus mendapatkan insentif lebih,” Azas, saat dihubungi BeritaSatu.

Saat ini, tarif KRL yang berlaku per 25 kilometer sebesar Rp 3.000. Tarif tersebut rencananya akan naik menjadi Rp 5.000. Sementara untuk tarif lanjutan KRL 10 kilometer berikutnya tetap Rp 1.000.

Menurut Azas, warga dari ekonomi kaya atau biasa saja sama-sama berhak mendapatkan insentif dalam hal transportasi umum. Justru masyarakat yang menggunakan kendaraan pribadi seharusnya yang diberi beban tambahan tersendiri.

Sebagai contoh, orang yang menggunakan kendaraan pribadi, mereka perlu membayar parkir, BBM, dan lainnya. “Kalau dia bawa mobil ke tengah kota harus bayar mahal lewat electronic road pricing sebagai disinsentif,” kata Azas.

Wacana pembedaan tarif KRL sudah mulai mengemuka sejak pertengahan Desember 2022 lalu. Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Risal Wasal, mengatakan telah dilakukan pembahasan terkait penyesuaian tarif KRL. Peraturan Menteri juga sudah ditandatangani. Tinggal menunggu waktu pelaksanaannya saja.

“Kalau tarif tidak disesuaikan, Public Service Obligation (PSO) bisa berkurang. Insya Allah di 2023 awal ada berita-berita soal kenaikan tarif,” kata Risal, dikutip dari Kompas.

Merujuk data Kemenhub, telah dianggarkan dana Rp3,051 triliun untuk penyelenggaraan PSO kereta sepanjang 2022, di dalamnya mencakup kebutuhan operasional KRL Jabodetabek dan KRL Yogyakarta.

Sejauh ini belum ada informasi detail berapa persen tarif KRL akan dibedakan sesuai penghasilan. Dalam perkembangannya, Faisal mengatakan apabila kebijakan ini masih dalam kajian dan meminta masyarakat ‘tunggu tanggal mainnya’.

Juru Bicara Kemenhub, Adita Irawati, mengatakan apabila mereka telah melakukan survei pada awal 2022. Dengan hasil survei yang juga belum diinformasikan hasilnya secara detail ini, Adita mengatakan apabila Kemenhub masih perlu melakukan studi lebih lanjut terkait rencana kenaikan tarif KRL.

Pengkajian ini juga melihat dari demand KRL yang tinggi serta profit yang melandai. Hal tersebut menunjukan adanya perbedaan cara masyarakat bermobilitas. “Sebelumnya memang memperlihatkan masyarakat itu mau saja [akan adanya kenaikan tarif], ada willing untuk itu. Tapi tentu kita akan melakukan studi ulang,” kata Adita dikutip dari Tempo.

Azas menilai dengan menaikkan tarif KRL, masyarakat masih mengeluarkan biaya besar menuju tempat kerja atau rumah dari stasiun.

Dalam perencanaannya, kenaikan tarif KRL ini sebagai penerapan subsidi terbatas. Kenaikan tarif KRL untuk orang kaya agar subsidi dianggap tepat sasaran. Adapun cara mendapatkan data orang yang kaya atau bukan, masih dalam pembahasan akankah menggunakan data Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) atau Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kementerian Sosial.