Berita  

Menkominfo Menyerah, Tak Sanggup Sensor Konten Pornografi Diakses Lewat VPN

menkominfo-menyerah,-tak-sanggup-sensor-konten-pornografi-diakses-lewat-vpn

Kalau berdasarkan konsep lima tahap kesedihan, peperangan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) melawan situs pornografi telah masuk fase acceptance alias penerimaan.

Dalam konferensi pers yang dihelat di rumah dinasnya, Menkominfo Johnny G. Plate mengindikasikan negara sudah mencoba semaksimal mungkin melakukan pemblokiran terhadap situs-situs porno lewat para operator penyedia layanan internet. Namun, apabila masih banyak pengguna yang menggunakan VPN (virtual private network) untuk menembus akses, pemerintah tak bisa apa-apa.


“Kalau VPN lain lagi. Kalau VPN yang dibutuhkan ketahanan kita, etika, dan moral pribadi. Karena itu di luar sistem penyelenggara elektronik. Itu butuh ketahanan moralitas,” kata Johnny pada jumpa pers, Minggu (10/4), dilansir dari Kompas. Penggunaan VPN dianggap Johnny masuk ruang privat yang jadi urusan masing-masing. Pemerintah cuma kecewa mengapa VPN tidak digunakan masyarakat untuk hal-hal yang lebih berguna.

“Pakai VPN untuk hal bermanfaat, toh kita sudah sediakan ruang digital melalui akses internet kan, dan itu lebih efisien, gunakanlah itu agar lebih bermanfaat. Kami di Kemkominfo dapat laporan dalam seminggu terakhir, puluhan ribu akun atau konten yang di-takedown karena pornografi di Tanah Air. Datanya secara total sudah lebih dari satu juta lah konten yang di-takedown karena langgar aturan betul, melalui kerjasama Kominfo dengan platform digital,” tambahnya.

Menerima kenyataan bahwa diri ini tak selalu mampu melawan sistem yang ada sebenarnya sudah disampaikan Johnny pada 2020. Saat itu ia menyebut, pemblokiran akses situs porno via VPN hanya bisa dilakukan apabila pengelola situs bisa diajak bekerjasama, “Tapi, mana ada perusahaan porno begitu mau cabut [akses VPN]. Itu barang dagangannya dia kok. Karenanya yang bisa kita cegah dari sisi kita yaitu edukasi dan literasi, tentu perlu juga secara teknologi tapi ada yang bisa, ada yang enggak bisa,” kata dia, dilansir dari Okezone

Harapan pemerintah agar situs pornografi tidak bisa diakses meski melalui VPN dianggap pengamat teknologi Kun Arief Cahyantoro cukup sulit mengingat kepentingan bisnis yang ada. “Misalnya, saya menyewa dan membayar fasilitas VPN bernama X yang servernya di Singapura, Pornhub tidak bisa menutup akses VPN dari X. Dan penyedia layanan internet di Indonesia juga tidak bisa serta merta lalu blokir akses VPN ke X,” kata Kun Arief Cahyantoro kepada CNN Indonesia, pada 2019.

Sementara, Pakar Keamanan Siber Alfons Tanujaya ada negara yang membatasi akses masyarakat ke VPN seperti Tiongkok, Rusia, atau Korea Utara. Namun, lagi-lagi karena kepentingan bisnis, tujuan tak mudah terwujud. “Jika VPN diblok [keseluruhan di Indonesia], hal ini akan mengganggu operasional korporasi dan lembaga terkait yang menggunakan VPN untuk mengamankan akses dan komunikasi antar kantor. Apakah pemerintah siap dengan risiko ini?” kata Alfons kepada Katadata.

Pada 2017, pengadaan mesin sensor pencari konten negatif internet bernama AIS memakan biaya Rp211,8 miliar. Sayangnya, mesin ini cuma memburu akun berisi konten negatif yang ditemukan, bukan melakukan blokir terhadap sumber-sumber konten tersebut berasal. Tiga tahun berselang, Kominfo disebut telah mengajukan kembali  anggaran sebesar Rp1 triliun kepada Komisi I DPR RI untuk membeli mesin sensor yang lebih kuat dari AIS, yang bisa melakukan memblokir situs judi dan pornografi tanpa harus minta bantuan operator penyedia layanan internet untuk melakukan pemblokiran. 

Melihat belum ada kelanjutan kabar dari pengadaan alat terbaru yang canggih ini, kami curiga jangan-jangan Pak Johnny G. Plate sengaja mengaku kalah kepada VPN di depan publik agar para perusahaan VPN menjadi lengah, lantas dibuat kaget nantinya dengan kecanggihan si mesin Rp1 triliun. Mantap, Pak Jhonny!