Berita  

Mantan Karyawan Menuding Elon Musk Membiarkan SpaceX Marak Pelecehan Seksual

mantan-karyawan-menuding-elon-musk-membiarkan-spacex-marak-pelecehan-seksual

Mantan engineer SpaceX baru saja menerbitkan esai yang memberi penjelasan detail tentang “maraknya misogini” di startup Elon Musk. Dalam artikel Lioness, dia mengklaim tidak menerima dukungan sama sekali setiap melaporkan pelecehan yang dilakukan oleh rekan kerja kepadanya.

“Setiap lelaki yang melecehkan saya dibiarkan begitu saja, padahal perusahaan memiliki kebijakan tidak ada toleransi untuk karyawan brengsek,” tulisnya.


Perempuan bernama Ashley Kosak juga menyatakan produsen wahana antariksa itu di ambang “keruntuhan dan mengalami disfungsi”. Baginya, perilaku Musk mirip “lelaki sadis dan kasar”.

Kepada Motherboard, Kosak mengekspresikan dia terinspirasi artikel Lioness yang membeberkan kondisi kerja di perusahaan dirgantara Blue Origin besutan Jeff Bezos. SpaceX tidak menanggapi permintaan Motherboard untuk mengklarifikasi tuduhan yang dilayangkan Kosak.

Pekan ini, orang terkaya sejagat raya Elon Musk dinobatkan sebagai Person of the Year oleh Majalah TIME. SpaceX dan Tesla sukses menjadi perusahaan paling berpengaruh di dunia. Tahun lalu, SpaceX mencetak sejarah sebagai perusahaan swasta pertama yang menerbangkan manusia ke orbit. Pada Oktober, perusahaan mencapai valuasi lebih dari 100 miliar Dolar AS (Rp1,4 kuadriliun).

Namun, Elon Musk sendiri telah mengakui perusahaannya tidak baik-baik saja. Melalui email yang diterima seluruh karyawan, dia menginformasikan SpaceX terancam “bangkrut” apabila roket Starship tidak mencapai “tingkat penerbangan minimal dua minggu sekali tahun depan”. Kosak menuduh itu strategi Elon Musk untuk menciptakan “kompleks kelangkaan”, yang dapat menumbuhkan lingkungan kerja tak sehat — mendorong engineer untuk bekerja keras “hingga mengalami burnout”. Menurutnya, Elon Musk “mencaci maki karyawan yang tidak memenuhi ekspektasi yang cepat berubah, atau mengancam akan memecat karyawan jika tidak meningkatkan output mereka.” Kosak lebih lanjut menuduh sang CEO “mengirim pesan ancaman untuk mengingatkan karyawan kerja keras mereka takkan pernah cukup”, sebuah klaim yang didukung sumber tidak terkait.

Kosak menerima perlakuan yang kurang menyenangkan sejak diterima sebagai karyawan magang pada 2017. Setelah beberapa minggu bekerja di sana, sesama anak magang mendekatinya dan “memegang bokong saat saya mencuci piring”. Kosak melaporkan perbuatan lelaki itu kepada dua orang, termasuk atasannya. Tapi tak satu pun dari mereka meneruskan aduannya ke HRD. Pelaku tetap tinggal satu asrama dengannya.

Pelecehan demi pelecehan terus terjadi. Berdasarkan pengakuan Kosak, “tak terhitung jumlah laki-laki” yang menggodanya selama menjadi karyawan SpaceX. Pada 2018, rekan kerja meraba kemejanya dari pinggang ke arah dada. Dia akhirnya melapor langsung ke HRD, tapi lagi-lagi tidak menerima tindak lanjut. “Orang ini tetap menjadi anggota tim yang berhubungan denganku. Saya tidak bisa apa-apa, mengingat posisi saya yang lemah di perusahaan,” ungkapnya. Kosak juga menceritakan tentang lelaki yang meneleponnya subuh-subuh. Ada juga rekan kerja yang mendatangi tempat tinggalnya “dan memaksa ingin menyentuh saya bahkan setelah saya berulang kali memintanya untuk menjaga profesionalitas.”

Kosak menyebut pihak HRD tidak bertindak dengan tepat ketika dia membuat laporan telah terjadi pelecehan. “Saya mengadukan setiap kejadian pelecehan seksual yang saya alami ke HRD, tapi mereka tidak melakukan apa-apa. Saya diberi tahu hal semacam ini terlalu pribadi untuk dibicarakan secara terbuka dengan para pelaku,” tulisnya. “Sebaliknya, mereka mengatakan akan mengadakan program pelatihan yang diawasi perusahaan.”

“Privasi mereka penting, tapi privasi saya, privasi fisik saya, dilanggar,” kata Kosak kepada Motherboard. Menurut tulisannya, dia tidak menerima respons apa pun saat mengusulkan “kerangka kerja standar untuk menghukum pelaku pelecehan seksual”.

Dia akhirnya mengirim pesan anonim melalui “tip line anonim Etika dan Kepatuhan SpaceX”, dan baru mengetahui kemudian hari bahwa “itu sebenarnya formulir Microsoft yang memungkinkan admin melihat identitas pengirim”. HRD menghubungi Kosak dan menghujaninya dengan “pertanyaan invasif seputar pelecehan” yang diterima olehnya.

Pertemuan tersebut diadakan untuk mendiskusikan laporan terbarunya. Ini pertama kalinya dia menerima pertemuan lanjutan dengan HRD terkait aduan pelecehan.

“Saya menemui HRD dan dipancing-pancing untuk membicarakan laporan anonim ini,” terangnya ketika dihubungi Motherboard.

Kosak menuturkan budaya pelecehan ini terbukti menjadi “gangguan terbesar” untuknya, tapi dia berusaha keras mengatasinya dengan fokus pada pekerjaan. Namun, sekitar setahun yang lalu, dia mulai menyadari betapa rusaknya sistem kerja di SpaceX. “Saya menarik kesimpulan sistem melindungi orang-orang ini, dan merugikan para engineer perempuan di perusahaan ini,” ujarnya.

“Saya lama-lama tidak tahan dengan semua ini,” lanjut Kosak. “Saya akan bekerja sama dengan orang terakhir yang melecehkanku di program lain.”

Tekanan yang dia rasakan dari pengalaman pribadi dan masalah perusahaan mulai memengaruhi kesehatannya. Berdasarkan penuturannya di Lioness, psikiater pribadi Kosak sampai “mengajukan permohonan tertulis ke perusahaan agar saya bisa mengambil cuti karena mengalami serangan panik yang membuat jantung saya berdegup kencang” bulan lalu. Menurutnya, setelah mengambil cuti, dia “ditelepon berulang kali oleh HRD untuk mengajak saya bicara”.

Dia pun memutuskan untuk keluar dari perusahaan.

Berbicara kepada Motherboard, Kosak yakin sudah menjadi rahasia umum di perusahaan bahwa perempuan kerap berurusan dengan seksisme dan pelecehan di SpaceX, tapi dia ragu Elon Musk “sadar seberapa buruk masalah ini di perusahaannya.”

“Reaksinya akan menjadi indikasi seberapa serius dia menanggapi masalah ini,” ucapnya kepada Motherboard.

“Hal terakhir yang saya dengar, karyawan magang baru akan menerima pelatihan tentang cara melaporkan pelecehan dengan lebih baik,” tulisnya. “Tapi para pelaku tak kunjung dimintai pertanggungjawabannya.”