Berita  

Angka Kekerasan Seksual Meningkat,YSSP Soe Minta RUU PKS Segra Disahkan

angka-kekerasan-seksual-meningkat,yssp-soe-minta-ruu-pks-segra-disahkan

 

Liputan4.com, Soe-TTS


Hari Perempuan Internasional (HPI)
selalu diperingati setiap tanggal 8 Maret setiap tahun di seluruh dunia termasuk Indonesia.
Peringatan HPI sebagai hari bersejarah karena keberhasilan perempuan dalam perjuangannya melawan berbagai bentuk ketidakadilan gender pada berbagai bidang kehidupan perempuan.

Karna itu hak perempuan terus diperjuangkan karna aksi tersebut merupakan representasi protes kesetaraan gender yang sampai saat ini masih timpang.

Secara global, taraf pendidikan, kesehatan, ekonomi, posisi perempuan masih lebih rendah daripada laki-laki dan angka kekerasan seksual terhadap perempuan semakin bertambah.

Hal ini dikatakan Direktur Yayasan Sanggar Suara Perempuan (YSSP) Soe-TTS,Ir Rambu Mella Atanau melalui konferensi pers di Aula Kator YSSP,Senin (8/3/2021).

Dijelaskan dengan situasi pandemi covid 19, maka perayaan HPI tahun 2021 tidak melibatkan masa, tetapi memilih kegiatan perayaan dengan membatasi kehadiran banyak orang.

“Kita kampanye melalui Iklan di Radio, Iklan media cetak (baliho), publikasi kerja-kerja gerakan perempuan melalui profil aktivis perempuan di TTS, melalui media social dan konfrensi pers dan itu dilakukan serentak hari ini”ujar ketua TP PKK TTS ini.

Untuk Thema internasional Perayaan Hari Perempuan Internasional kali ini adalah “Choose for Challenge” (Memilih untuk Menantang) sedangkan perayaan HPI di TTS, SSP menetapkan thema
“Jangan Pernah Menyerah dalam perjuangan meraih keadilan relasi antara laki-laki dan Perempuan dalam segala bidang”.

Dikatakan,sejauh ini pendampingan korban kekerasan oleh SSP dalam kurun waktu 2 tahun menunjukkan bahwa ada sebanyak 263 kasus kekerasan yang terdiri dari KDRT sebanyak 79 kasus, Kekerasan Seksual 139 kasus, Penganiayaan 29 kasus, Perdagangan orang 2 kasus, Kekerasan Psikis 15 kasus, anak hilang 1 kasus.

Bahkan hingga Februari 2021 terdapat 16 kasus yang sudah didampingi oleh SSP, Sedangkan masih banyak kasus-kasus lain tidak sempat dilaporkan belum dilaporkan oleh perempuan dan anak perempuan yang menjadi korban kekerasan apalagi
dimasa pandemic covid 19 yang sudah berjalan 1 tahun sehingga menimbulkan ketakutan tersendiri yang menyulitkan akses pengaduan dan layanan bagi perempuan dan anak korban kekerasan.

“Penyebab terjadinya kekerasan yang dialami oleh perempuan dan
anak diantaranya persoalan ekonomi, sosial budaya (budaya patriakhi) yang melahirkan relasi kuasa, lemahnya peraturan perundang-undangan dan bahkan belum ada regulasi yang mengatur secara khusus tentang kekerasan seksual”, tambah istri mantan Bupati TTS ini.

Mirisnya,kekerasan seksual terus meningkat secara signifikan dan melebihi angka kekerasan dalam rumah tangga dimana sebelumnya KDRT merupakan kasus tertinggi namun dalam 3 tahun terakhir kekerasan seksual menempati urutan tertinggi.

Sekalipun demikian perjuangan menggoalkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU-PKS) sampai saat ini belum berhasil oleh karena berbagai alasan yang tidak masuk akal oleh pemerintah pusat baik lembaga eksekutif maupun legislatif.

Merujuk dari hal diatas, SSP tetap kosisten dan terus bertekat serta tidak akan pernah menyerah dalam memperjuangkan hak-hak perempuan untuk dapat meminimalisir kekerasan yang akan terjadi.

“Karna itu dengan alasan inilah SSP
selalu menggunakan moment HPI ini untuk melakukan berbagai rangkaian kegiatan kampanye publik setiap tahunnya, baik melalui media cetak maupun elektronik”, jelasnya.

Melalui peringatan HPI pada tahun ini, ada beberapa harapan yang disampaikan kepada media/pers antara lain :

1. Media lebih menaruh kepedulian terhadap persoalan kekerasan terhadap perempuan dan anak terutama dalam melihat perempuan sebagai korban serta berjejaring dengan LSM pemerhati perempuan.
2. Media merupakan sarana untuk mengedukasi masyarakat, dan diharapkan
informasi/opini yang disampaikan lebih sensitive gender agar dapat mempengaruhi pandangan dan perilaku masyarakat
3. Media dapat menjadi saluran informasi tentang kesetaraan gender dalam berbagai bidang dan upaya-upaya perlindungan bagi perempuan dan anak perempuan yang rentan atau berpotensi sebagai korban
4. Media/jurnalis diharapkan dapat membuka diri untuk menyuarakan hak-hak
perempuan dan anak
Kepada Pemerintah Daerah sampai Pemerintah Pusat (Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif)

Selain itu juga meminta segera mensahkan RUU PKS menjadi sebuah Undang-Undang RI, mengingat kekerasan seksual terus meningkat, Mengimplementasikan peraturan perundang-undangan yang sudah ada seperti UURI,
Peraturan Daerah, Peraturan Bupati, MoU, Paraturan-peraturan sejenis yang terkait
dengan upaya perlindungan dan pemenuhan hak-hak perempuan dan anak.