Rubrik ‘Ask VICE’ diperuntukkan bagi para pembaca yang membutuhkan saran VICE untuk menyelesaikan masalah hidup, dari mengatasi cinta yang bertepuk sebelah tangan hingga menghadapi teman kos yang rese.
Curhatan pembaca: Saya sudah jalan enam tahun bersama perempuan yang saya sukai sejak kuliah. Sejak kami tinggal satu atap, dia sering pergi ke luar kota untuk urusan pekerjaan. Kami bisa tidak bertemu hingga berminggu-minggu lamanya.
Kami punya lebih banyak waktu berdua selama pandemi. Kami berolahraga bareng, nonton TV dan leha-leha di akhir pekan. Saya semakin jatuh cinta padanya setelah mengenal pasangan lebih dalam.
Akan tetapi, kehidupan seks kami bisa dihitung jari. Saya dan pasangan jarang bercinta, paling banter hanya sekali sebulan. Bahkan kami pernah tidak bersanggama lebih dari dua bulan. Padahal, waktu awal pacaran dulu, kami sangat aktif di ranjang.
Sekarang, saya tak lagi sehorni itu dan kadang-kadang bermasturbasi untuk menyalurkan nafsu. Saya rasanya seperti sudah capek duluan untuk berhubungan intim. Entah bagaimana kabar pasangan saya, tapi tampaknya dia mengalami hal serupa. Dia sudah tidak se-kinky dulu.
Apa yang salah dengan kami? Saya masih menyayanginya, dan takut sekali jika hubungan kami berakhir gara-gara ini. Bagaimana sebaiknya saya menghadapi masalah ini?
Generasi muda diketahui lebih jarang berhubungan seksual daripada generasi sebelumnya. Survei tahun 2019 di Inggris bahkan menemukan belakangan ini, aktivitas ranjang pasangan yang telah menikah atau tinggal seatap tak lagi seintens satu dekade lalu. Menurut pengakuan para responden, mereka semakin jarang bercinta setelah enam bulan tinggal bersama. Namun, seksolog Yuri Ohlrichs menekankan kualitas hubungan tak melulu bergantung pada seberapa sering pasangan bersanggama. Seks memang penting, tapi bukan satu-satunya penentu hubungan asmara kita baik-baik saja atau tidak.
“Ada pasangan yang bercinta tiga kali seminggu, tapi mereka tidak menikmatinya,” terang Ohlrichs. “Ada juga yang cuma sekali sebulan, tapi mereka selalu nempel dan menikmati waktunya bersama.”
Dengan demikian, jika kamu merasa hubungan masih harmonis dan saling menyayangi, jarang bercinta bukanlah masalah. Tidak ada alasan untuk mengakhiri hubungan hanya karena aktivitas ranjang tidak sepanas dulu.
Menurut Ohlrichs, adalah wajar jika pasangan kekasih menikmati waktu di luar kamar karena itu artinya mereka telah menemukan dinamika hubungan yang sesungguhnya, yaitu tidak sepenuhnya bergantung pada seks. Sangat mungkin bagimu dan pasangan menjadi lebih dekat meski yang kalian lakukan cuma nonton TV bareng.
“Barangkali kamu lebih senang melakukan kegiatan lain bersama pasangan,” lanjutnya. Kamu mungkin sering berhubungan seks di masa lalu daripada sekarang, tapi bukan berarti hubungan itu jauh lebih baik.
Selanjutnya, Ohlrichs menyarankan untuk ngobrol bareng pasangan guna memastikan kalian berdua masih sejalan. Membicarakan soal seks memang tidak mudah, tapi perlu dilakukan untuk mencegah kesalahpahaman dalam suatu hubungan. “Orang biasanya takut mengangkat topik semacam ini, karena seperti mencari-cari masalah yang tidak ada,” tuturnya. “Padahal, perasaan akan lebih lega setelah kamu mengetahui apa yang dipikirkan pasangan, terutama jika ternyata mereka tidak merasa ada yang salah dengan kehidupan seks kalian.”
Seandainya pasangan berpikir aktivitas ranjang terasa hambar, maka kalian berdua dapat merenungkan kenapa sekarang jarang tidur bareng. Ohlrichs mengusulkan beberapa kemungkinan, salah satunya kamu dan pasangan menghabiskan sebagian besar waktu bersama. Gairah seksual bisa saja menurun karena kalian sering berduaan. Alhasil, prioritas utama kalian dalam merajut kasih bukan lagi soal kasur.
Bahkan perasaan pribadi dapat memengaruhi keinginan seseorang berhubungan intim. Stres karena pekerjaan, misalnya, bisa bikin kamu malas bercinta. Apabila sumbernya dari diri sendiri, Ohlrichs menganjurkan supaya kamu tidak memaksakan diri mempertahankan kehidupan seks pada saat kamu sedang tidak mood.
Ketika kamu enggan bercinta, bukan berarti kamu telah melakukan kesalahan. Kamu dapat meminta bantuan terapis untuk meningkatkan suasana hati, atau mengatasi masalah yang membuatmu malas melakukan hubungan intim.
“Faktanya, otak dan genital saling berhubungan. Lingkungan sekitar juga bisa memengaruhi [libido] … serta kehidupan seks,” Ohlrichs menjelaskan. “Contohnya, kamu mungkin melihat seks sebagai cara menghasilkan keturunan, sedangkan kamu belum siap punya anak.” Akibatnya, kamu enggan bercinta untuk menghindari hal tersebut.
Kalau misal kamu merasa lelah untuk bercinta, kamu dan pasangan dapat mencoba alternatif seperti menyentuh satu sama lain saat berciuman. Kamu bahkan bisa masturbasi bareng. “Ada banyak sekali cara yang bisa kita lakukan untuk menikmati seks dan merasakan kepuasan darinya,” ujar Ohlrichs.
Walaupun begitu, Ohlrichs lagi-lagi menekankan aktivitas sepele macam bersantai bareng pasangan sama berharganya seperti seks. Jangan jadikan urusan ranjang satu-satunya jalan mempertahankan hubungan.
Artikel ini pertama kali tayang di VICE Netherlands.