Industri musik Indonesia diberkahi deretan tak terbatas musik pop-religi berkualitas. Pemicunya apa lagi jika bukan momen Ramadan yang bikin permintaan pada lagu religi melonjak drastis. Tapi perhatikan satu hal. Hari ini, lagu yang diputar masyarakat masih enggak jauh-jauh dari rilisan 2005-2015.
Dekade itu emang jadi musim panen lagu-lagu religi yang begitu membekas, sepertinya dampak pemutaran masif di banyak televisi. Solois Opick dan band Ungu jadi dua ikon periode ini berkat rilisan besar macam album Istighfar (2005) dan mini-album SurgaMu (2006).
Namun, bukan berarti masa sebelum dan setelah dekade itu Indonesia lantas miskin karya. Kelompok religi Sabyan buktinya berhasil menyisipkan diri pada daftar saklek playlist lagu Ramadhan Indonesia. Lagu mereka berjudul “Ya Maulana” jelas-jelas menciptakan disrupsi pada 2018. Tapi di saat yang sama, lagu “Akhirnya” milik Deddy Dhukun dan Oddie Agam yang dibuat pada 1987 masih terus-terusan dinyanyikan ulang.
Kancah tembang Ramadan yang konservatif iya dinamis juga iya ini mendorong kami ngadain turnamen ini, sebuah turnamen mencari lagu Ramadan Indonesia favorit kami. Gabut? Jelas. Bermanfaat? Wallahualam. Man rabbuka? Allahu rabbi.
Dengan mengucap bismillah, bermodalkan pengetahuan musikal hasil pelajaran seruling semasa SD, kami cosplay menjadi kritikus musik berintegritas dengan prinsip yang penting yakin. Kami pernah mengadakan turnamen macam ini dua tahun lalu dan studi kasus soundtrack sinetron Indonesia. Turnamen tersebut sukses mendapat sambutan hangat dari keluarga kami masing-masing.
Sebelum melihat nama-nama yang bertanding, ada baiknya kita melihat aturan-aturan turnamen yang perlu disepakati, semata-mata agar memudahkan juri mencari pemenang.
Aturan turnamen
Pertama, dengan berat hati, kami memutuskan tiap musisi/kelompok musik hanya bisa diwakili satu lagu. Sebanyak apa pun hits religi yang dibuat Opick dan Ungu, masing-masing hanya akan menghadirkan satu lagu pilihan redaksi pada perlombaan ini. Dewan juri khawatir kondisi macam all-Opick final atau all-Ungu final bisa menumbuhkan riya’ dan memancing dengki. Sifat buruk ini harus kita hindari di bulan yang suci (dan di bulan-bulan lain).
Kedua, dewan juri sepakat bahwa lagu yang dipertandingkan tidak melulu harus dirilis sang musisi khusus untuk menyambut Ramadan. Yang penting, lagu-lagu religi tersebut sering diputar masyarakat menjelang Lebaran. Popularitas menjadi kunci penting dalam proses penentuan peserta. Apabila pembaca menemukan ada lagu religi yang sering diputar namun tidak masuk daftar ini, mari bermaaf-maafan, saling bersalam-salaman.
Karena begitu banyaknya lagu yang masuk, panitia membagi turnamen menjadi dua bagan. Sebelah kiri berisi kategori band, sebelah kanan adalah kategori solois. Oke, mari kita mulai.
KATEGORI BAND
UNGU – “ANDAI KU TAHU” (bye)
Terjadi perdebatan sengit di meja redaksi tentang lagu Ungu mana yang akan diikutsertakan. “Surgamu” (SurgaMu, 2006) punya tempat tersendiri di hati publik karena lagu inilah rilisan religi pertama band asal Jakarta tersebut, membuka pintu kesuksesan Ungu setiap bulan puasa. Sedangkan “Para PencariMu” (Para PencariMu, 2007) punya hubungan akrab dengan telinga masyarakat karena menjadi soundtrack sinetron Para Pencari Tuhan (2007).
Kedekatan yang sama juga dirasakan penggemar terhadap “Dengan NafasMu” (Aku dan Tuhanku, 2008) dan “Sesungguhnya” (Para PencariMu, 2007).
Namun, pada akhirnya kedigdayaan “Andai Ku Tahu” (SurgaMu, 2006) terlampau besar untuk redaksi dilewatkan. Lagu ini berhasil membuat Ungu, mengutip ucapan sang vokalis Pasha, didengar hingga Malaysia dan Singapura. Pada masa jayanya, hampir semua elemen masyarakat menyanyikan lagu ini. Lirik “Andai ku tahu/ Kapan tiba ajalku” beresonansi ke banyak kalangan, menangkap kegelisahan terbesar umat manusia yang merasa takut neraka, namun tak pantas di surga.
Kebesaran lagu ini membuat redaksi memutuskan “Andai Ku Tahu” mendapatkan bye untuk langsung melaju ke babak berikutnya. Ungu melaju tanpa bertanding.
GIGI – “PINTU SORGA” VS WALI – “TOBAT MAKSIAT”
Dua band yang begitu mirip, namun begitu berbeda. Dua-duanya beranggotakan empat orang, punya vokalis bersuara khas, dan diberkati gitaris dengan kekuatan super di jari. Namun, musik yang diusung keduanya cukup bertolak belakang.
“Pintu Sorga” adalah segala hal yang band rock modern butuhkan dalam menjaga nama baiknya: drummer dan basis keren, gitar berdistorsi dengan riff ikonik, dan… seorang vokalis yang berhasil membuktikan bahwa kisah cinta rockstar bisa saja adem-ayem.
Sementara, “Tobat Maksiat” adalah cerminan wajah pop-melayu. Melodi bercengkok yang ramah telinga, lirik merakyat yang nikmat diterima, dan melodi gitar ciamik dengan sentuhan kibor yang playful.
Siapa pemenang pertarungan yang sejatinya pantas ada di babak final ini? Seberapa pun awak redaksi menggemari “Tobat Maksiat” yang sukses membahas pentingnya ingat mati dengan cara yang begitu merakyat, kami menganggap interlude “Pintu Sorga” begitu mencengangkan berkat tabrakan ritmis melodi gitar.
Beberapa anggota redaksi mengungkapkan niatnya daftar les gitar kepada Dewa Budjana.
GIGI melaju.
SNADA – “JAGALAH HATI” VS BIMBO – “ADA ANAK BERTANYA PADA BAPAKNYA”
Ini pertandingan dua grup vokal dengan kualitas ciamik.
Snada berkonsep nasyid yang lebih identik dengan akapela, sementara grup Bimbo kerap memainkan alat musik saat pentas. Di turnamen ini, mereka diwakilkan oleh dua lagu legendaris, “Jagalah Hati” (2002) ciptaan Abdullah Gymnastiar yang dibawakan Snada, melawan “Ada Anak Bertanya pada Bapaknya” (2007) ciptaan Samsudin Dajat Hardjakusumah yang dibawakan Bimbo.
Redaksi mendapati temuan mind blowing terhadap lagu milik Bimbo. Bagian lagu berisi cerita pertanyaan pada lirik “ada anak bertanya pada bapaknya…” dinyanyikan oleh orang dewasa, sementara bagian lagu berisi jawaban pertanyaan seperti pada lirik “lapar mengajarmu rendah hati selalu” justru dinyanyikan oleh anak-anak.
Ini jelas mengajarkan keterbukaan pikiran bahwa mempelajari agama bisa berasal dari siapa saja. Bimbo menang.
SABYAN – “YA MAULANA” (bye)
Kelompok musik Sabyan membawa semangat generasi baru dalam kategori lagu puji-pujian keagamaan. Fenomena ini setidaknya memberikan penyegaran atas playlist Ramadan masyarakat yang hampir mentok. Saat artikel ini ditulis, “Ya Maulana” disaksikan lebih dari 360 juta kali di YouTube. Bayangin, jumlah play-nya saja lebih banyak dari total penduduk Indonesia.
Selain karena pentingnya representasi anak muda di turnamen ini, kami memutuskan memberi bye kepada Sabyan karena lagu “Ya Maulana” memiliki intro dengan lirik jenius: “Di dada di di dadam, di dada di di dadam, di dada di di dadam, didaaaaaa….”
Keren. Sabyan melaju tanpa bertanding.
KATEGORI SOLOIS
OPICK – “RAMADHAN TIBA” VS TOMPI “RAMADHAN DATANG”
Adu diksi seru terjadi di babak awal turnamen kategori solois. Mana yang lebih menarik, Ramadan yang tiba atau Ramadan yang datang? Awak redaksi VICE yang pro-Opick bersikeras kata “tiba” lebih puitis, cocok menggambarkan sebuah bulan yang spesial. Sementara, kaum pro-Tompi bersikukuh kata “tiba” sudah keburu terasosiasi dalam menyambut hari libur. Polaritas terjadi, perdebatan internal tak bisa dihindarkan.
Namun, kedua kubu berakhir damai dalam konsensus setelah merasa Opick berhasil jadi pemersatu publik akibat meme populer “Ramadan tiba, ramadan tiba, Ramadan tiba, tiba-tiba Ramadan, tiba-tiba Ramadan”.
Kejenakaan adalah unsur penting dalam sebuah ajakan kepada hal-hal yang baik. Demi persatuan, Opick menang.
DEDDY DHUKUN ft. ODDIE AGAM – “AKHIRNYA” VS NOVIA KOLOPAKING – “DENGAN MENYEBUT NAMA ALLAH”
Keduanya mewakili lagu religi masa lampau yang masih abadi dalam playlist religi masa kini. “Akhirnya” dirilis pada 1987, sementara “Dengan Menyebut Nama Allah” dirilis pada 1993. Keduanya memiliki aransemen dengan piano sebagai instrumen dominan. Lagu Novia terdengar lebih estetis dengan berbagai perpindahan nada dasar yang terdapat di dalamnya, sementara Deddy menawarkan groove pada “Akhirnya”, sebuah cara seru untuk menyampaikan kecintaan pada Tuhan.
Poin pentingnya: “Dengan Menyebut Nama Allah” mengajak pendengar untuk memulai segala sesuatu dengan niat baik dan cara yang baik, sedangkan “Akhirnya” berkisah tentang penyesalan atas kesalahan di masa lalu. Redaksi sepakat untuk mengikuti prinsip mencegah lebih baik daripada mengobati. Novia Kolopaking melaju.
HADDAD ALWI – “RINDU MUHAMMADKU” VS CHRISYE – “KETIKA TANGAN DAN KAKI BERKATA”
Ada dua emosi bertolak belakang yang dirasakan pendengar ketika mendengar kedua lagu ini. “Rindu Muhammadku” memaksa kita menyungging senyum dalam alunan musik bahagia dalam memuji junjungan, sementara “Ketika Tangan dan Kaki Berkata” membawa kita masuk nuansa sendu dalam khidmat refleksi diri. Dua musisi senior ini terlihat berada pada zona nyaman masing-masing dalam menyentuh emosi manusia lewat musiknya.
Pertarungan sengit ini dimenangkan tipis oleh Chrisye. Terlihat awak redaksi merenung membayangkan apa jadinya kalau kaki dan tangan mereka benar-benar mengadukan dosa-dosa yang telah diperbuat. Chrisye melaju.
AFGAN – “PADAMU KUBERSUJUD” VS MAHER ZAIN FT. FADLY PADI “INSHA ALLAH”
Pada 2008, Afgan memulai kareir religinya dengan meyakinkan. “Padamu Kubersujud” membuktikan bahwa suara serak-serak berongga favorit ibu-ibu muda itu bisa juga menyampaikan ekspresi religi. Namun, lawan kuat menantinya. Maher Zain bekerja sama dengan Fadly Padi untuk membantunya menyampaikan kepada penduduk Indonesia bahwa selalu ada jalan.
Maher Zain dan Fadly menang, semata-mata karena intro lagu “Insha Allah” kami anggap memiliki karakter kuat yang ditampilkan lewat permainan seruling, membawa kenangan redaksi kembali ke masa kecil kala dipaksa kurikulum sekolah untuk belajar alat musik tersebut.
Mari berlanjut ke babak semifinal.SEMIFINAL KATEGORI BAND 1: “ANDAI KU TAHU” VS “PINTU SORGA”
Entah sengaja atau tidak, kedua lagu ini memilih kata tidak baku pada judul masing-masing. GIGI menggunakan kata “sorga” dibanding bentuk baku “surga”, sedangkan Ungu memutuskan menulis “Ku Tahu” dibanding bentuk baku “Kutahu”.
Fakta ini sempat memicu debat kusir antara aliran preskriptif melawan deskriptif di tubuh redaksi VICE. Untungnya, setelah menganalisis lebih dalam berdasarkan konteks karya, “kesalahan” GIGI termaafkan karena akan menjadi aneh apabila judulnya diubah jadi “Pintu Surga” namun Armand Maulana menyanyikannya tetaplah “PINTU SORRGAH”.
Keputusan Armand melakukan variasi akan warna rambutnya dalam bergaya juga dianggap redaksi lebih baik ketimbang Pasha. Gigi ke final.
SEMIFINAL KATEGORI BAND 2: “ADA ANAK BERTANYA PADA BAPAKNYA” VS “YA MAULANA”
Generasi lawas lawan generasi modern. Dua-duanya punya kualitas yang diapresiasi pendengar masing-masing. Perbedaan usia ini memperlihatkan bahwa kualitas di industri musik religi Indonesia tak pernah putus. Sebagai perbandingan, usia vokalis Nissa Sabyan tidak terpaut jauh dengan Adhisty Zara, aktris populer yang adalah cucu Darmawan Dajat, personil Bimbo.
Redaksi memutuskan untuk memenangkan Sabyan dengan pertimbangan bahwa Bimbo saja mau mengapresiasi seorang anak yang bertanya pada bapaknya. Tentu mereka tidak keberatan apabila harus mengalah pada cucunya. Ingat, tidak ada hubungan paling kompak di dunia ini dibandingkan hubungan cucu dengan kakek-neneknya. Sabyan melenggang sambil cium tangan para personil Bimbo.
SEMIFINAL KATEGORI SOLOIS 1: “RAMADHAN TIBA” VS “DENGAN MENYEBUT NAMA ALLAH”
Penyanyi Raisa, pada sebuah panggung, menahbiskan lagu “Dengan Menyebut Nama Allah” sebagai lagu Ramadan favoritnya. GIGI bahkan memutuskan untuk membawakan ulang lagu tersebut pada 2004. Kalau para musisi tersohor negara ini sudah sebegitunya mengapresiasi karya tersebut, apa yang bisa redaksi lakukan selain menenangkan Novia Kolopaking? Ah, sungguh enaknya sekali-sekali lari dari tanggung jawab penilaian. Novia masuk final!
SEMIFINAL KATEGORI SOLOIS 2: “KETIKA TANGAN DAN KAKI BERKATA” VS “INSHA ALLAH”
Sayatan orkestrasi lagu “Ketika Tangan dan Kaki Berkata” begitu tajam, terasa mampu mendobrak siapa pun yang pintu hatinya tertutup. Label rekaman Musica Studios mengatakan bahwa di saat rekaman lagu pada 1997, Almarhum Chrisye beberapa kali mesti mengulang take karena menangis kala menyanyikan lirik ciptaan Taufik Ismail di lagu ini.
Redaksi sepakat ketika sebuah lagu mampu membuat seorang Chrisye menangis, lancang bila karya tersebut gagal untuk setidaknya masuk final. Redaksi juga terlihat masih gemetaran akibat trauma membayangkan kaki dan tangannya mengadukan dosa-dosa yang sudah diperbuat. Maafkan kami Maher Zain, Chrisye masuk final.
FINAL KATEGORI BAND: “PINTU SORGA” VS “YA MAULANA”
Tidak ada yang bisa protes dengan cara GIGI membawakan lagu religi. Identitas band terjaga karena mereka enggak berkompromi dengan kualitas. Nyatanya, lagu religi belum pernah sekeren ini.
Sayang, keren bukan tujuan utama turnamen. Di sisi lain, “Ya Maulana” adalah cetak biru tembang Ramadan dengan versatility tingkat tinggi. Alunan ritmis sederhana dengan suara menenangkan di lagu bisa membuat Anda membayangkan lagu ini diputar di toko, kafe, pasar, transportasi umum, hingga masjid-masjid. “Ya Maulana” adalah pengiring perayaan Ramadan yang sempurna. Sabyan menang!
FINAL KATEGORI SOLOIS: “DENGAN MENYEBUT NAMA ALLAH” VS “KETIKA TANGAN DAN KAKI BERKATA”
Final ideal. Legenda lawan legenda. Kualitas aransemen musik sama-sama kuat, lirik sama-sama puitis dan menghipnotis. Seperti di final sebelumnya, parameter pemenang final akan ditentukan redaksi lewat seluas apa lagu ini bisa diputar. “Dengan Menyebut Nama Allah” mendapatkan keunggulan sebab kami anggap lebih ramah dalam suasana publik.
Lagu “Ketika Tangan dan Kaki Berkata” milik Chrisye kami anggap terlampau sedih untuk diputar di berbagai tempat. Kekuatan besar lagu untuk membuat pendengarnya merenungi segala kesalahan bisa berujung kontraproduktif dan membuat warga malah sulit merayakan Ramadan.
Maka selamat, Novia Kolopaking jadi juara kategori solois!
PENGHABISAN: “YA MAULANA” VS “DENGAN MENYEBUT NAMA ALLAH”
Karena ini partai penghabisan, kami coba melakukan telaah lebih dalam agar penyematan gelar terasa lebih adil.
Dari segi aransemen, “Dengan Menyebut Nama Allah” kami anggap lebih unggul. Berbagai modulasi yang dipakai tetap tidak membuat lagu terasa rumit. Melodi refrain lagu yang didukung paduan suara menjadi pancingan terbaik kepada pendengar untuk sontak menyanyi bersama. Sementara itu, “Ya Maulana” tidak bisa menjawab banyak. Novia mendapat satu poin.
Dari segi video klip, “Dengan Menyebut Nama Allah” lagi-lagi unggul. Penampilan Novia bernyanyi diselingi potongan video relevan sangat mendukung makna lagu, seperti rekaman pemuda belajar mengaji, ustaz berdakwah, hingga para pekerja yang menjalani hidup sehari-hari. Sementara itu, video klip “Ya Maulana” pada dasarnya hanya merekam Nissa bernyanyi di hutan, lalu pindah merekam Nissa bernyanyi di teras kebun. Dua poin untuk Novia.
Dari segi figur, Nissa Sabyan memang idola baru industri musik religi di Indonesia dengan 19 juta pengikut di Instagram. Namun, Novia mempunyai tempat khusus di hati awak redaksi karena perannya sebagai Emak di serial Keluarga Cemara menemani tumbuh kembang kami. Seratus poin untuk Novia.
Dengan ini, awak redaksi menyatakan “Dengan Menyebut Nama Allah” dari Novia Kolopaking sebagai pemenang turnamen lagu religi legendaris versi VICE! Selamat!