Berita  

Usai 9 dari 132 Orang Masuk Indonesia Positif Covid, Pemerintah Larang WN India ke RI

usai-9-dari-132-orang-masuk-indonesia-positif-covid,-pemerintah-larang-wn-india-ke-ri

Pemerintah Indonesia memberlakukan pengetatan menyusul lonjakan kasus Covid-19 yang dahsyat di India. Dalam jumpa pers virtual Jumat siang (23/4), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan warga negara asing yang dalam 14 hari terakhir pernah ke India tidak akan mendapatkan visa masuk ke Indonesia.

“Berdasarkan pencermatan tersebut, pemerintah memutuskan untuk menghentikan pemberian visa bagi orang asing yang pernah tinggal atau mengunjungi wilayah India dalam kurun waktu 14 hari,” kata Airlangga. Ia menuturkan aturan ini mulai berlaku pada 25 April 2021 dan akan terus dikaji ulang sesuai dengan perkembangan situasi. 


Meski begitu, ada pengecualian bagi warga negara Indonesia (WNI) yang dari India, baik tinggal maupun transit, yang ingin kembali ke dalam negeri. Mereka diwajibkan untuk mengikuti protokol kesehatan ketat seperti karantina selama 14 hari di hotel khusus.

Selain itu, mereka juga harus dinyatakan negatif Covid melalui tes PCR dalam waktu maksimal 2 x 24 jam mulai sebelum berangkat hingga tiba di Indonesia. Pasca karantina pada hari ke-13 juga wajib melakukan tes PCR kembali.

Diambilnya keputusan ini berkaitan adanya 132 warga negara India yang masuk ke Indonesia beberapa hari terakhir, padahal pandemi Covid-19 di negara tersebut sedang sangat meresahkan. Berdasarkan keterangan Kasubdit Karantina Kesehatan Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan, Benget Saragih, WN India itu datang melalui Bandara Soekarno-Hatta dengan menggunakan pesawat carter. Sebanyak sembilan orang dari rombongan itu dinyatakan positif Covid-10.

Mayoritas yang datang adalah ibu rumah tangga dan anak-anak yang memegang Kartu Izin Tinggal Terbatas (Kitas) di Indonesia. Tidak seperti peraturan yang baru diumumkan, mereka hanya melakukan karantina di hotel selama lima hari. Ini terbilang sangat singkat jika dibandingkan dengan durasi karantina warga asing yang umumnya diterapkan banyak negara yaitu 10 hingga 14 hari. 

Beberapa negara juga memasukkan India dalam daftar larangan masuk, seperti Uni Emirat Arab (UAE), Inggris, Jepang, Kanada, Amerika Serikat, Kanada dan Selandia Baru. Perdana Menteri Inggris Boris Johnson sampai membatalkan perjalanan kenegaraan ke India yang seharusnya dijadwalkan berlangsung minggu depan. Keputusan yang sama diambil Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga. 

Situasi di India sendiri menjadi sorotan beberapa hari terakhir. Dalam waktu 24 jam kemarin, negara itu mencatatkan sebanyak 314.835 kasus Covid dan 2.104 kematian. Sejauh ini, total ada lebih dari 15 juta kasus, dan membuat India memasuki infeksi gelombang kedua. Berbagai laporan juga menemukan bahwa sistem kesehatan di negara itu lumpuh karena lonjakan kasus itu tidak sebanding dengan ketersediaan kamar maupun perlengkapan medis.

Sejumlah rumah sakit di Delhi melaporkan mereka kekurangan cadangan oksigen. Akibatnya, tak sedikit pasien yang meninggal dunia. Dalam 12 hari, positivity rate di sana mencapai 17 persen, sedangkan di Delhi 30 persen. Perdana Menteri Narendra Modi pun mengadakan pertemuan darurat dengan para pejabat terkait untuk mencari cara agar kebutuhan oksigen segera terpenuhi. 

Beberapa orang percaya meroketnya kasus Covid di India disebabkan oleh penyebaran varian baru yang jauh lebih menular. Tetapi, banyak juga yang yakin pemerintah pusat mempunyai andil besar dalam lemahnya penanganan pandemi. Para pemimpin, politisi, hingga pejabat di bidang kesehatan dituding meremehkan bahaya Covid sehingga membuat masyarakat ikut lengah. 

Salah satu yang keras mengkritik pemerintah dan cara mereka merespons situasi ini adalah Presiden Public Health Foundation of India K Srinath Reddy. Menurutnya, sikap para pemimpin di India yang tak tegas dan mementingkan perekonomian menjerumuskan masyarakat yang kemudian percaya bahwa Covid sudah tak ada di negara mereka.

“Kemenangan dideklarasikan secara prematur dan suasana hati yang riang gembira dikomunikasikan ke seluruh negeri, terutama oleh para politisi yang mau perekonomian terus berjalan dan mau cepat-cepat kembali berkampanye. Dan ini memberikan virus kesempatan untuk muncul lagi,” kata Reddy.