Untuk pertama kalinya, astronom menyaksikan langsung sisa-sisa benda planet menerangi langit saat dilahap bintang induknya yang telah mati. Fenomena ini memberi gambaran seperti apa tata surya kita nanti jika Matahari mati.
Para ilmuwan sebelumnya telah melihat tanda-tanda asteroid, bulan dan planet terkoyak oleh katai putih, yang merupakan sisa-sisa terbakarnya bintang dengan massa mirip Matahari. Misalnya, banyak katai putih dikelilingi piringan serpihan atau atmosfer yang tercemar oleh unsur logam yang lebih berat daripada hidrogen. Temuan ini mengusulkan planet yang mengorbit bintang-bintang tersebut akan hancur dan ditelan bangkai bintang induk setelah mati.
Peristiwa katai putih melahap sisa-sisa planet ditandai dengan ledakan cahaya sinar X yang energik. Oleh karenanya kita membutuhkan waktu pemaparan yang lama untuk menyaksikan fenomena ini, serta resolusi yang tepat untuk mengesampingkan sumber sinar X lain di bidang pandang.
Tim astronom yang dipimpin oleh Tim Cunningham, research fellow pascadoktoral di University of Warwick, telah berhasil mengamati kejadian yang sukar dipahami ini, mengarah pada “satu-satunya pengukuran langsung tingkat pertambahan sesaat dari setiap katai putih yang menelan puing-puing planet,” menurut penelitian yang terbit di jurnal Nature. Dengan kata lain, mereka mencatat tingkat katai putih menelan debu planet.
“Ini pertama kalinya kami mendeteksi momen material menyentuh permukaan [katai putih],” ungkap Cunningham saat dihubungi Motherboard melalui telepon. “Ini menjadi bukti bahwa: ‘Sudah ada piringannya. Sudah ada metal dalam atmosfer. Sekarang kami menyaksikan material pindah dari piringan menuju atmosfer bintang.’”
Para astronom berhasil menangkap momen ini setelah melatih Observatorium Sinar-X Chandra NASA yang canggih pada katai putih G29-38, berjarak 44 tahun cahaya dari Bumi, selama 32 jam pada September 2020. Selama paparan panjang itu, Chandra melihat tanda emisi sinar X yang dihasilkan ketika bintang mati menelan sisa-sisa planet kuno yang telah dihancurkan gaya pasang surut katai putih yang sangat padat. Cahaya berenergi tinggi ini dihasilkan ketika elektron dalam atom planet tereksitasi selama benturan dengan bangkai bintang induk. “Kami tahu ada besi, magnesium, kalsium dan oksigen dalam atmosfer [katai putih],” terang Cunningham. “Yang kami lihat adalah atom magnesium telah terkunci di dalam planet atau asteroid selama miliaran tahun, lalu terganggu pasang surut dan menabrak permukaan. Elektronnya kemudian mengeluarkan sedikit sinar X yang dikirim ke arah kami.”
Ilmuwan telah mengamati ratusan katai putih yang tercemar, yang telah menghasilkan model tingkat pertambahan yang komprehensif berdasarkan pengukuran tidak langsung. Studi terbaru Cunningham dkk. memberi pengukuran langsung pertama dari tingkat ini, dan menemukan bahwa ini memvalidasi perkiraan yang telah dibangun dari pengamatan sebelumnya.
“Hal yang paling menarik adalah tingkat pertambahan yang diperoleh dari sinar X—yang metodenya sangat berbeda karena produksi emisi adalah fisika yang berbeda—sangat sesuai dengan apa yang telah dilakukan sebelumnya,” Cunningham menjelaskan. “Ini memberikan tes independen terhadap model katai putih yang sudah ada.”
Temuan ini telah memperkuat pemahaman kita tentang kehidupan sistem bintang setelah mati. Hasilnya memberi gambaran akan masa depan tata surya kita, yang mana bangkai Matahari berpotensi mencabik-cabik dan melahap planet di sekitarnya, termasuk Bumi. Selain itu, penelitian terbaru memperluas wawasan kita tentang isi benda-benda planet di sistem bintang lain, yang dapat menerangkan pertanyaan paling sulit dalam sains, seperti ada tidaknya kehidupan lain di luar angkasa.
“Ini ibarat memasukkan semua benda planet ke dalam blender,” tutur Cunningham. “Kamu bisa menggunakan model katai putih untuk benar-benar menyimpulkan komposisi sistem planet.”
“Unsur-unsur berbeda yang ada di tata surya kita sangat penting bagi kehidupan—katai putih menawarkan alat untuk menyelidikinya,” simpulnya. “Sangat penting untuk melakukannya dengan akurat, dan pengamatan ini merupakan langkah yang sangat baik menuju model yang lebih akurat.”