Berita  

Tren Self-Help di Tiktok Diklaim Bisa Bikin Kamu Cantik Mendadak, Benarkah?

tren-self-help-di-tiktok-diklaim-bisa-bikin-kamu-cantik-mendadak,-benarkah?

Standar kecantikan yang dibangun oleh media telah membuat banyak orang mendambakan penampilan sempurna. Wajah sehalus porselen, atau hidung mancung bak perosotan hanyalah beberapa contohnya.

Namun, tentunya selama kamu tidak dikaruniai paras yang rupawan sejak lahir, kamu mesti jago mempersolek diri agar terlihat lebih flawless, atau merogoh kantong lebih dalam untuk mendapatkan hasil yang instan. Kesempurnaan tak akan datang dengan sendirinya, sehingga kamu harus mewujudkannya sendiri.


Motto “Tak ada kesuksesan tanpa usaha” berlaku di semua aspek kehidupan, bukan hanya untuk mendapatkan penampilan fisik yang ideal. Setiap harapan kamu baru terwujud jika ada niat dan usaha yang keras. Setidaknya itulah yang saya—dan kurasa kalian semua—pahami selama ini… sampai akhirnya saya menemukan orang-orang yang berpandangan berbeda di satu sudut TikTok.

Mereka percaya bisa memperoleh semua yang diinginkan dengan usaha minimal. Cukup dengan memutar video tertentu berulang kali, segala impianmu akan tercapai. Videonya disebut-sebut telah diberi mantra yang dapat memengaruhi alam bawah sadar para pendengarnya.

Lebih dikenal sebagai “pesan subliminal”, konten semacam ini sebetulnya sudah lama beredar di internet, tapi baru-baru ini menjadi sorotan di TikTok. Pesan subliminal diyakini dapat mempercepat proses manifestasi dari keinginan-keinginanmu, baik itu memanjangkan rambut maupun mengecilkan perut.

Para kreator mengklaim telah menyusupkan “pesan afirmasi” ke dalam video pendek yang memamerkan foto-foto perempuan cantik — terkadang cuplikan video artis papan atas seperti Lily Rose Depp, Emily Ratajkowski atau Kylie Jenner. Kamu takkan bisa melihat atau mendengar mantra yang telah dibacakan karena memang tidak ditampilkan dalam video tersebut. Tapi yang pasti, menurut pembuat video, konten mereka akan membimbing penonton mewujudkan impian melalui alam bawah sadar mereka.

Dalam video yang telah ditonton 1,4 juta kali, akun TikTok Lolabvnny mengaku banyak orang merasa terbantu oleh pesan subliminal darinya. Dia memamerkan serangkaian testimoni dan ulasan positif yang ia terima. Seorang pengguna mengatakan hidungnya lebih lancip, sedangkan yang lain menyebut berhasil dinotis Bella Hadid setelah menonton video-video Lolabvnny secara rutin.

“Keuntungan [dari pesan subliminal ini] yaitu kamu bisa mendapatkan semua yang kamu inginkan dalam waktu singkat, hampir tanpa usaha,” tukasnya saat dihubungi VICE.

Lolabvnny yakin dirinya telah mengubah hidup banyak orang lewat pesan subliminal yang ia berikan. Menurut perempuan ini, ada yang punya pacar atau mendapatkan popularitas berkat bantuannya.

“Ini gampang dilakukan. Semua yang kita katakan atau pikirkan akan dikirim ke kosmos melalui energi. Saya yakin banyak orang pernah mengalami momen di mana pikiran mereka berubah menjadi kenyataan,” lanjutnya.

“Inilah yang disebut manifestasi. Tak jarang kita tanpa sadar mengirim sinyal ke alam semesta melalui alam bawah sadar.”

Sayang sekali, para ahli melihatnya sebagai bualan belaka.

Daniel Little, associate professor fakultas psikologi University of Melbourne, telah meneliti kemanjuran pesan subliminal, tapi ia tak menemukan satu pun bukti yang mendukung klaim-klaim tersebut. Dia juga sulit membayangkan bagaimana pesan subliminal dapat mengubah penampilan fisik seseorang secara tiba-tiba.

“Pernah ada iklan di era 1950-an yang digunakan pemasar untuk menjual popcorn di bioskop melalui pesan bawah sadar. Lalu pada 1970-an, sempat ada ketakutan pemerintah akan mencuci otak rakyat. Tren self-help yang bermunculan pada 1990-an mirip seperti yang sedang ramai di TikTok,” terangnya.

“Pesan semacam ini bisa sampai ke telinga publik berkat klaim-klaim fantastis, yang tetap bertahan meski telah dibantah. Hal ini terjadi sebagian karena disinformasi sulit untuk diluruskan begitu tersebar luas.”

Daniel menyebutnya “efek pengaruh yang berkelanjutan”, yang mengacu pada kecenderungan orang untuk terus memercayai informasi yang salah, bahkan setelah teorinya dibantah.

“Kita kerap menaruh kepercayaan pada hal-hal yang tidak benar, tapi memiliki efek lain, seperti membuat kita percaya bahwa segala sesuatunya akan menjadi lebih baik jika kita berpegang teguh pada pandangan itu,” jelas Daniel.

Daniel membantah klaim pesan subliminal di TikTok dapat mewujudkan harapan secara instan, tapi ia melihat efek plasebo yang membuat orang berpikir lebih positif.

Dia mengutip penelitian tahun 90-an yang mewajibkan peserta mendengarkan kaset self-help yang dikatakan dapat meningkatkan kepercayaan diri dan memori. Menurut label kaset, ada pesan subliminal tersembunyi dalam musik klasik yang mereka putar. Namun, hampir separuh peserta tidak menyadari labelnya telah diganti, sehingga pesan yang mereka dengarkan tidak sesuai dengan apa yang mereka percayai.

“Peserta tidak mengalami peningkatan memori, tapi labelnya membuat mereka percaya telah terjadi peningkatan. Keyakinanlah yang membentuk efek plasebo. Itu satu-satunya efek dari pesan subliminal, tapi hanya bisa terjadi jika kamu sudah mengetahuinya.”

Dengan kata lain, kamu tak akan merasakan perubahan jika tidak ada iming-iming akan khasiatnya.

Doktor Simon Rush, peneliti pascadoktoral Institute for Neuromodulation and Neurotechnology di University of Tübingenin, Jerman, berpandangan konsep perubahan fisik yang terwujud dari alam bawah sadar “sangat konyol”.

“Sejauh pengalaman saya, sulit sekali mengirim informasi yang tidak dapat dirasakan secara sadar ke otak,” terangnya. “Browser web, layar gadget dan headphone tidak menyajikan informasi sama sekali.”

Meskipun banyak yang mengklaim merasakan manfaat dari pesan subliminal, tak sedikit pula yang percaya testimoni ini sengaja dibesar-besarkan guna meningkatkan jumlah tontonan. Mereka memainkan rasa tidak percaya diri penonton untuk mempromosikan video. “Tonton video ini tiga kali untuk hasil yang lebih baik” mirip iklan-iklan klasik.

“Bisa dibilang seperti inilah model bisnis alam bawah sadar: Afirmasi singkat terasa menyenangkan, tapi tidak mengarah pada peningkatan yang bertahan lama, sehingga konsumen terus mendengarkan pesan yang sama berulang kali. Ini mirip model bisnis peramal. Ramalan mereka membuat orang merasa lebih baik, tapi sebenarnya itu tidak mengakhiri penderitaan mereka. Karena itulah konsumen/pelanggan terus datang meminta bantuan mereka,” tandas Doktor Simon.

“Setiap orang berhak mengejar kebahagiaannya masing-masing, tapi saya harus mengatakan bahwa pesan subliminal tidak membawa manfaat apa pun,” ujar Daniel. “Bukankah sebaiknya kamu mempelajari dunia secara apa adanya, alih-alih hanya melihatnya dari sudut pandang yang kamu inginkan?”

Follow Julie Fenwick di Twitter dan Instagram.