“Orang biasanya akan menampilkan diri mereka sekeren mungkin di Tinder, sedangkan saya menulis, ‘Gue dan nyokap membahas seks di podcast. Kita enggak akan cocok kalau lo menganggapnya aneh,’” tandas Diggory Waite saat mengobrol dengan VICE melalui Zoom. Saya pribadi tak bisa membayangkan betapa malu rasanya ngomongin seks dengan orang tua, tapi buktinya, lelaki muda itu membawakan podcast The Real Sex Education bersama ibunya.
“Saya tahu saya cringe dan canggung,” lanjutnya. “Tapi saya bangga mengakuinya.”
Kita seharusnya lebih pede ketika beranjak dewasa, tapi entah kenapa, saya merasa gampang malu belakangan ini. Dan tampaknya, media sosial telah melahirkan norma-norma baru yang membuat kita semakin berhati-hati saat melakukan sesuatu. Saya rasanya ingin mengubur diri sendiri sehabis mengirim pesan beruntun, atau takut dikira cari perhatian kalau menonton InstaStory teman sampai ujung. Semua orang pasti juga tidak suka dianggap cringey.
Namun, sudah menjadi sifat manusia untuk merasa malu. Perasaan itu ada demi kelangsungan hidup kita. “Kita semua ingin menjadi bagian dari kelompok. Makanya kamu akan merasa malu jika kamu berbeda dari yang lain.”
Permasalahannya adalah gampang merasa malu dapat merugikan hidup, dan akan menghambat kita melakukan atau mendapatkan apa yang memang sangat kita butuhkan. Buktinya, orang sering kali enggan memeriksa kondisi payudara atau kelenjar prostat karena malu. Tak sedikit di antara mereka menyesal di kemudian hari dan baru mengecek kondisinya setelah terlambat. Saya bahkan ogah belajar renang lantaran takut menjadi tontonan orang kalau kelelep.
Padahal, kalau ditelaah lebih dalam, menjadi cringey tak selamanya buruk — terutama jika kamu menyadari penuh sikapmu itu. Studi yang diterbitkan dalam Journal of Personality and Social Psychology menemukan orang yang secara terang-terangan mengungkapkan rasa malu dinilai lebih dipercaya dan “prososial”.
Kita juga harus mengakui orang-orang yang beken di medsos cenderung bangga dengan sifat cringe mereka. Berbagai influencer macam Ria Ricis, Atta Halilintar hingga Sisca Kohl punya banyak fans karena mereka berani melakukan sesuatu yang tidak tahu malu.
Ditambah lagi, hampir mustahil bagi kita untuk tidak mempermalukan diri sendiri di internet. Apa pun yang kita lakukan, pasti ada saja yang bikin kita malu. Keseringan online dianggap berisik, tapi jarang main medsos bisa dicap belagu. Seperti yang ditulis Kaitlyn Tiffany dalam artikel The Atlantic tahun lalu, “Kita mendapat lebih banyak kesempatan untuk menampilkan karakteristik cringe kita, dan menunjukkan kebiasaan cringe orang lain.” Dengan demikian, aktif di medsos berarti kita harus siap mengekspos diri kita sendiri dan orang lain, yang dapat melahirkan lebih banyak hal-hal memalukan.
Namun, bagaimana caranya agar kita lebih percaya diri menjadi sosok yang cringey? Apa yang harus kita lakukan supaya terbebas dari ketakutan mempermalukan diri sendiri? Psikolog Dr. Martha Deiros Collado berpendapat kita harus lebih menerima diri sendiri untuk mengalahkan kebiasaan gampang malu.
“Kita semua bisa terlihat cringe kapan saja — absurditas hanyalah bagian dari hidup manusia. Jika kamu bisa menghargai sisi cringey dan menganggapnya sebagai sesuatu yang lucu, maka kamu akan menjalani hidup yang jauh lebih menyenangkan dan bahagia dari sekadar merasa malu.” Dengan kata lain, meningkatkan self-esteem secara umum bisa membuat kita tak lagi memusingkan apa kata orang.
Kita juga perlu menyadari, orang lain sebenarnya masa bodoh dengan apa yang kita lakukan. Berbagai penelitian telah menunjukkan kita terlalu melebih-lebihkan apa yang menjadi kekurangan diri. Sampai sekarang, kita bisa tetap hidup meski sering melakukan hal yang memalukan. Oleh karena itu, buat apa malu menjadi diri sendiri hanya untuk diakui orang lain?