Dilaporkan empat negara, mencakup Kanada dan Spanyol, sedang menyelidiki adanya aktivitas penegakan hukum ilegal yang dilakukan aparat Tiongkok di wilayah hukum mereka. Sebuah laporan independen menunjukkan adanya perwakilan Tiongkok di 21 negara yang beroperasi layaknya kantor polisi ilegal.
Kantor perwakilan itu sebenarnya izinnya untuk melayani kebutuhan administratif diaspora Tiongkok di negara-negara tersebut. Misalnya, untuk memperpanjang paspor atau SIM. Namun kantor tersebut ternyata sekalian digunakan pemerintah Tiongkok untuk memburu kriminal atau tokoh oposisi Tiongkok di luar negeri. Alhasil, kantor tersebut menyerupai instansi kepolisian tapi bergerak di luar wilayah hukum Negeri Tirai Bambu.
Laporan ini pertama kali dirilis oleh lembaga swadaya asal Spanyol, Safeguard Defenders, pada September 2022. Dari temuan mereka, biro keamanan Kota Qingtian dan Fuzhou membuka perwakilan di 25 kota yang mencakup 21 negara berbeda, tapi sekaligus menjalankan fungsi seperti kantor polisi.
Dalam rasionalisasinya, Tiongkok menganggap perlu ada perwakilan penegak hukum mereka di luar negeri untuk memerangi kejahatan lintas negara. Contohnya operasi penipuan via telepon dilakukan dari Kamboja atau Myanmar yang menyasar penduduk Tiongkok. Selain itu, perwakilan Tiongkok di mancanegara itu juga lebih efektif menekan buronan agar menyerahkan diri, karena petugas bisa mengancam akan membekukan aset para kriminal di dalam negeri, atau bahkan mempersulit anak-anak para buronan sekolah.
Sepanjang April 2021 hingga Juli 2022, melalui pendekatan operasi kepolisian ilegal macam ini, pemerintah Tiongkok mengklaim berhasil “membujuk” sekitar 230 ribu diaspora mereka yang bermasalah dengan hukum untuk pulang ke Tanah Air. Kantor polisi ilegal di mancanegara menjadi ujung tombak melacak keberadaan para buronan, serta memaksa mereka pulang untuk diadili.
Tiongkok boleh saja menganggap operasi hukum macam ini bermanfaat bagi mereka. Namun legalitasnya dipertanyakan. Apalagi tidak ada pemberitahuan resmi dari otoritas Tiongkok kepada penegak hukum dari negara tempat mereka beroperasi.
“Operasi Tiongkok ini berpotensi melanggar hukum internasional serta kedaulatan negara yang menjadi lokasi kantor yang menjalankan operasi kepolisian ilegal semacam itu,” demikian kesimpulan Safeguard Defenders.
Problem lainnya, kantor polisi ilegal ini ternyata juga digunakan untuk memburu tokoh politik oposisi yang kerap mengkritik Partai Komunis Cina. Artinya, polisi Tiongkok di mancanegara itu bergerak tanpa izin untuk menekan kebebasan ekspresi.
“Memang sebagian buronan yang dicari lewat petugas kantor perwakilan itu terlibat penipuan atau korupsi di dalam negeri. Namun tidak ada justifikasi kenapa adanya kantor polisi ilegal ini tidak dikomunikasikan oleh Tiongkok secara terbuka dengan negara yang jadi tuan rumahnya,” kata Alexander Dukalskis, guru besar hubungan internasional di University College Dublin, saat dihubungi VICE World News.
“Sistem macam ini sangat berpotensi malah dipakai untuk menakut-nakuti pelarian dari Tiongkok, akademisi, aktivis pro-demokrasi, atau pegiat minoritas Uighur dan Tibet yang rajin mengkritik Beijing.”
Laporan itu segera ditelusuri oleh berbagai media di Eropa. Salah satunya adalah investigasi yang dilakukan RTL Nieuws, saluran televisi di Belanda. Jurnalis RTL menyelidiki kantor perwakilan Tiongkok di Amsterdam dan Rotterdam. Ternyata benar, pegawai di sana justru kebanyakan berlatar mantan tentara Tiongkok, bukannya pegawai dinas administrasi untuk perpanjangan paspor.
Wang Jingyu, pelarian asal Tiongkok yang mendapat suaka dari Belanda pada April tahun ini, membenarkan bila dia sering mendapat teror dan telepon gelap yang menyuruhnya kembali ke Tiongkok. Si penelepon mengaku kalau dia mewakili kantor polisi Tiongkok yang berlokasi di Rotterdam. “Saya pikir saya sudah selamat setelah tiba di Belanda. Ternyata orang-orang suruhan Beijing masih terus membuntuti saya,” ujar Wang ketika diwawancarai RTL.
Kementerian Luar Negeri Belanda, Spanyol, dan Kanada lewat kesempatan terpisah kini berjanji menyelidiki laporan tersebut. Semua negara itu sepakat, jika terbukti bikin kantor polisi ilegal, maka Tiongkok sudah melakukan pelanggaran hukum internasional.
“Pemerintah Tiongkok tidak pernah menghubungi kami terkait niat membuka kantor yang menjalankan misi penegakan hukum. Artinya, kalau laporan media benar, maka tindakan perwakilan Tiongkok itu melanggar hukum di Belanda,” ujar Maxime Hovenkamp, juru bicara Kemenlu Belanda.
Beijing sendiri lewat jumpa pers membantah kalau pihaknya membuka puluhan kantor polisi ilegal di negara lain. Wang Wenbin, jubir pemerintah Tiongkok, menjamin bahwa semua kantor perwakilan itu sekadar menjalankan tugas membantu orang Tiongkok di luar negeri yang kesulitan kembali ke negara mereka selama pandemi.
Follow Rachel Cheung di Twitter dan Instagram.