Opini muda-mudi Indonesia melihat konflik Palestina-Israel, terutama yang nuansanya tak serius atau shitpost, ternyata bikin resah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Penelusuran daring yang dilakukan Kominfo telah menjaring setidaknya ada 40 konten TikTok yang dianggap mengandung ujaran kebencian terhadap Palestina. Beberapa di antaranya dikenai perkara administratif hingga hukum, seperti siswa Bengkulu yang dikeluarkan sekolah, pemuda Lombok dikenai UU ITE, dan perempuan di Tapanuli Tengah yang tengah dilacak.
Juru bicara Kominfo Dedy Permadi menyampaikan, pihaknya telah menghubungi TikTok untuk meminta agar perusahaan digital asal Tiongkok tersebut menyaring video ujaran kebencian terhadap Palestina, yang menurut pemerintah masuk kategori konten negatif. Menurut penuturan Dedy, TikTok menanggapi positif.
“TikTok sudah melakukan restrict audionya sehingga tidak bisa digunakan lagi. Audio konten-konten tersebut [indikasi ujaran kebencian terhadap Palestina] juga sudah dikategorikan high-risk library sehingga dapat diantisipasi agar tidak muncul lagi,” kata Dedy, dilansir Detik, kemarin (20/5).
Langkah Kominfo ini didukung Wakil Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari. “Saya kira Kominfo dalam monitoring aktivitas itu yang sekiranya akan membuat situasi tidak kondusif tentunya harus ada upaya preventif, sebagaimana kadang konten-konten yang ini harus diperingatkan kalau memang membahayakan harus ditegur ke TikTok-nya, kan yang bisa men-take down TikTok atas masukan Kominfo misalnya, karena ada kondisi begitu,” kata Abdul, dilansir Tribunnews, Rabu lalu (19/5).
Pekan ini, seorang siswa kelas XI SMA di Bengkulu berinisial MS (19) dikeluarkan sekolahnya setelah video TikTok mengomentari Palestina yang ia buat viral. Video itu dianggap menyebarluaskan ujaran kebencian terhadap Palestina dengan kata-kata tak pantas. Kasus serupa lalu muncul juga di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Seorang petugas kebersihan berinisial H (23) sempat dijadikan tersangka UU ITE karena membuat video menghujat Palestina di TikTok. Penyidikan kasus ini telah disetop Polda NTB dan tersangka dimaafkan.
Meski tindakan dua orang itu bukan contoh ekspresi yang patut, bahkan cenderung bodoh, tidak semua pihak setuju ada sanksi atau pelaporan menggunakan UU ITE bagi penghina Palestina di medsos. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan siswa dikeluarkan bukan solusi mendidik. Ahli hukum juga berpendapat kasus penghinaan bisa diselesaikan dengan cara persuasif, alih-alih memakai UU ITE.
Bercermin dari kasus siswa di Bengkulu, Kepala Divisi Pemantauan Impunitas Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Tioria Pretty Stephanie mengindikasikan pelaku ujaran kebencian untuk kasus Palestina seharusnya punya kesempatan menang di pengadilan. “Soalnya [kasus ujaran kebencian Palestina oleh pelajar] enggak masuk akal. Dia dilaporkan ke polisi karena menghina Palestina. Siapa yang bisa buktikan kalau perkataan dia merugikan pihak yang dihina, dalam hal ini Palestina, secara langsung?” kata Tioria kepada VICE.
Rangkaian kasus ini membuat Kominfo memperoleh momentum untuk meluncurkan program melek internet bernama Literasi Digital Nasional (LDN), pada Kamis (20/5) kemarin.
Kata Menkominfo Johnny G. Plate, program ditarget untuk mengadakan pelatihan literasi digital ke 50 juta warga, per 2024. Literasi (apakah maksudnya etika?) digital ini didasarkan pada empat pilar, yakni etika digital, keamanan digital, kemampuan digital, dan budaya digital.