Tiga nama perusahaan farmasi menjadi sorotan utama dalam konferensi pers gabungan Mabes Polri dan BPOM, Senin (31/10), terkait perkembangan penyelidikan kasus gagal ginjal akut. Dua nama sebelumnya pernah disebut, yakni PT Universal Pharmaceutical Industries dan PT Yarindo Farmatama. Satu nama lainnya baru pertama kali muncul, PT Afia Farma.
Meski Mabes Polri belum menetapkan ketiganya sebagai tersangka, BPOM menyebut sudah ada bukti bahwa perusahaan ini mengganti bahan baku tanpa melapor ke BPOM. Alhasil, obat sirup yang diproduksi ketiganya kedapatan mengandung etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) di atas ambang wajar yang ditetapkan BPOM.
Dua senyawa tersebut, EG dan DEG, sejak pekan lalu sudah ditetapkan pemerintah Indonesia sebagai biang kerok merebaknya kasus gagal ginjal akut pada anak-anak. Hingga Rabu lalu (26/10), sudah ditemukan 269 kasus dengan kematian mencapai 157 kasus. Hanya di 39 kasus pasien berhasil sembuh, membuat kasus ini momok mengerikan bagi para orang tua. Kemenkes menyebut gagal ginjal akut melanda 3 negara, yakni Indonesia, Gambia, dan Nigeria. Indonesia adalah negara dengan angka kematian tertinggi.
Sebelumnya, pada 21 Oktober BPOM sudah menarik 5 obat sirup yang kedapatan mengandung EG dan DEG di atas ambang batas. Daftarnya mencakup tiga jenis sirup merek Unibebi (PT Universal), Flurin DMP Sirup (PT Yarindo), dan Termorex Sirup (PT Konimex). Namun Termorex Sirup hanya ditarik sebagian pada kode produksi tertentu. Sedangkan nama PT Afi Pharma perdana muncul dalam konpers siang tadi karena ada 7 produknya yang mengandung EG/DEG. Belum ada daftar 7 produk yang dimaksud. Sebelumnya perusahaan ini maupun produknya tak pernah disebut-sebut.
“Industri farmasi tersebut [3 perusahaan tadi] berdasarkan pemeriksaan [BPOM dan Mabes Polri], diduga telah terjadi tindak pidana mengacu pada UU 36/2009 tentang Kesehatan Pasal 96 dan 98 dengan ancaman pidana 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar,” Kepala BPOM Penny K. Lukito mengatakan dalam konpers yang bertempat di PT Yarindo Farmatama di Cikande, Banten, dilansir Tempo.
Untuk pertama kalinya pula Penny menyebut kadar EG dan/atau DEG dalam obat sirup bermasalah. Sirup Flurin disebut Penny mengandung EG hingga 100 kali lipat ambang batas aman. Yakni sebanyak 48 mg/ml, padahal seharusnya maksimal 0,1 mg/ml. “Ini sudah termasuk racun,” ujar Penny.
Meski BPOM sudah menuding, Mabes Polri yang memimpin tim penyelidikan dugaan praktik lancung industri farmasi belum menetapkan tersangka. Sejauh ini tiga perusahaan tersebut baru mendapat sanksi administratif dari BPOM berupa pencabutan izin edar.
Keduanya korporasi itu diduga menggunakan bahan baku berbahaya etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) di atas ambang wajar pada obat sirup. Sebelumnya, Kepala BPOM Penny K. Lukito menyebut kandungan EG dalam Flurin DMP Sirup produksi PT Yarindo bahkan mencapai 100 kali lipat batas aman, yakni 48 mg per ml. Seharusnya EG dalam obat maksimal 0,1 mg per ml.
Perkembangan ini cukup membingungkan. Pasalnya, hingga sebelum konferensi pers, hanya 5 obat sirup tadi yang resmi ditarik peredarannya oleh BPOM. Dari 102 obat sirup yang tercatat dikonsumsi para pasien gagal ginjal akut, juga baru 30 nama yang dinyatakan aman oleh BPOM.
Bahkan hingga pekan lalu, Paracetamol Drops dan Paracetamol Sirup produksi Afi Farma masih dinyatakan BPOM “aman dikonsumsi sepanjang sesuai aturan pakai”. Dua merek ini disebut-sebut masuk daftar 7 obat buatan Afi Farma yang mengandung EG/DEG di atas ambang batas aman.
Menurut investigasi DetikX, Parasetamol Sirup buatan Afi Farma adalah produk yang paling banyak ditemukan Kemenkes dikonsumsi pasien gagal ginjal akut.
Meski sudah mengadakan gelar perkara, Mabes Polri masih belum menetapkan tersangka karena pemeriksaan sampel pasien gagal ginjal akut masih berlangsung.
Pekan lalu PT Yarindo Farmatama merespons investigasi pada perusahaannya dengan menyebut pihaknya sebagai korban. Menurut Yarindo, pihaknya adalah korban pemalsuan dan penipuan pemasok bahan baku obat yang ternyata tercemar EG/DEG.
“Sebagai pihak yang dirugikan, kami juga ingin mencari fakta penyebab tercemarnya bahan baku obat tersebut sehingga semua perusahaan farmasi Indonesia tidak menjadi korban,” ujar Manajer Bidang Hukum PT Yarindo Farmatama, Vitalis Jebarus, pada Sabtu (29/10), dilansir Antara.
Tanggapan serupa dinyatakan PT Universal Pharmaceutical Industries. “Perusahaan tidak punya niat jahat sedikit pun. Pihak perusahaan telah bersikap kooperatif mengikuti kebijakan BPOM untuk mencari asal kontaminasi yang disebutkan,” tulis kuasa hukum PT Universal Pharmaceutical Industries, Hermansyah Hutagalung, pada Minggu (30/10), dikutip Bisnis.
Meledaknya kasus gagal ginjal akut membuat BPOM jadi sorotan publik. Muncul desakan agar BPOM sebagai otoritas pengawas peredaran obat sebelum dan sesudah dipasarkan, agar bertanggung jawab. Namun, tuntutan itu ditolak Kepala BPOM Penny Lukito dengan alasan lembaganya sudah bekerja sesuai prosedur.