“Jangan keluyuran,” lelaki tua memperingatkan saat aku mengelap mata yang perih karena asap. “Terus jalan kalau tidak mau berdoa. Nanti Jin marah.”
Tak mengindahkan peringatannya, aku menghampiri reruntuhan benteng Feroz Shah Kotla di New Delhi, India. Kepulan asap terus menyakiti kedua bola mata.
Dulunya berdiri sebagai kastel pada abad ke-14, sisa dinding benteng itu kini memagari lapangan berumput, bekas masjid dan bangunan-bangunan tua yang penuh lorong dan ruangan.
Terletak hanya beberapa menit dari selatan “Kota Tua”, celah-celah bangunan ini dipercaya dihuni makhluk halus yang bisa berubah wujud — lebih dikenal sebagai jin dalam agama Islam. Makhluk yang diciptakan dari api bisa baik dan jahat. Jin dapat mengabulkan doa manusia, tapi juga mengganggu jika diusik.
Setiap Kamis, pengunjung datang sendirian atau bersama keluarga untuk menemui jin. Mereka memasuki lorong-lorong, lalu berdoa agar permintaannya terkabul. Beberapa tampak memanjatkan puji syukur telah memperoleh apa yang mereka inginkan.
Dengan pencahayaan seadanya dari dupa yang menyala, aku menemukan surat-surat permohonan bernada putus asa. Foto orang hilang dan surat lamaran terselip di antara kumpulan surat itu.
“Suratnya sering kali difotokopi seperti saat mengurus dokumen ke kantor pemerintahan. Salinan surat yang sama disebar di berbagai celah reruntuhan, seolah-olah mengirim permohonan ke berbagai departemen birokrasi modern,” antropolog Anand Vivek Taneja menjelaskan dalam artikel tentang jin. Taneja adalah asisten profesor studi agama dan antropologi Universitas Vanderbilt di Nashville, Tennessee.
Aku sendiri menemukan surat dengan tulisan tangan serupa di sejumlah titik. Surat-surat ini bagaikan catatan kehilangan dan penderitaan serta harapan dan impian pengunjung.
Laporan menunjukkan, orang mulai berkunjung ke benteng Feroz Shah Kotla pada 1977, beberapa bulan setelah Masa Darurat diumumkan. Sementara itu, jin dipercaya sudah ada ratusan tahun lamanya.
“Ini tampaknya signifikan, mengingat betapa kacaunya Kota Tua akibat Masa Darurat dan betapa banyaknya warga miskin dan kelas pekerja di Kota Tua mengungsi ke koloni pemukiman di seberang sungai,” tulis Taneja.
Koin tertempel di antara lapisan jelaga tebal di dinding. Sesajen berupa makanan tersebar di tanah, yang kemudian dinikmati anjing liar. Sejumlah orang melempar potongan daging untuk dimakan elang, yang diyakini merupakan jelmaan jin saat sedang makan.
Semua persembahan menunjukkan pengabdian yang sangat besar. Para pengunjung percaya makhluk gaib peduli dan mendengarkan segala keluh kesah mereka.
Di luar benteng, lelaki tua yang papasan denganku tadi sedang mengikat tali di pagar. Diam-diam aku membaca doa, dan secara malu-malu menyebutkan permohonanku.
Artikel ini pertama kali tayang di VICE India