Pansus DPRD TTS Minta Kades Buka Bukaan Soal Internet Desa Ke Penegak Hukum
Liputan4.com, Soe-TTS
Pansus LKPJ DPRD TTS melakukan uji lapangan ke Desa Bointuka, Kecamatan Batuputih, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS),Senin (19/4/2021).
Rombongan Pansus dipimpin Wakil Ketua DPRD TTS Yusuf Soru,Wakil ketua Pansus Uksam Selan dan anggota pansus Hendrik Babys,Yupik Boimau,Thomas Lopo,Habel Hotti,Marliana Lakapu,Jason Benu,Semuael D.Y Sanam, Ruba Banunaek,Mel Bana.
Pada kesempatan itu Kades Boentuka,Apris Fuah menguraikan awal bagaimana pemasangan internet desa.
Dikatakan pada pertengahan Desember 2019, Pemda TTS menggelar sosialisasi terkait program internet desa di Aula Mutis yang juga dihadiri pihak Telkom dan para kepala desa se-kabupaten TTS.
Pasca sosialisasi, para kepala desa langsung disodorkan surat MoU dan Surat Perintah Kerja (SPK) yang sudah dibuat oleh pihak Telkom.
Dengan alasan agar barang (internet desa) segera turun para kepala desa harus segera menandatangani MoU dan SPK tersebut.
“Sosialisasi waktu juga langsung tanda tangan MoU dan langsung tanda tangan SPK. Anehnya lagi, SPK bukan kami yang buat, tapi sudah langsung disiapkan pihak Telkom. Kami hanya disuruh tanda tangan saja. Alasannya biar barang cepat turun,” ungkap Apris.
Apris juga mengaku, dirinya sudah memberikan keterangan kepada jaksa terkait program internet desa tersebut. Belum lama ini, bahkan jaksa dari Kejari TTS mendatangi kantor Desa Boentuka untuk melihat perangkat internet desa tersebut.
“Saya sudah dipanggil ke kejaksaan dan belum lama ini juga Jaksa sudah datang ke sini( kantor desa). Saya jelaskan semua apa adanya. Bagaimana kronologi hingga program internet desa ini bisa masuk ke desa kami,” ujarnya.
Apris mengaku menyesal mengambil program internet desa tersebut. Selain terlalu mahal, kuota internet yang diberikan sangat kecil dan jaringannya lelet. Untuk memasang peralatan internet desa, pihak desa harus merogoh kocek senilai Rp. 36.850.000. padahal kuota per bulannya hanya 10 Giga dengan kecepatan 6 MBPS.
” Mereka datang pasang ini alat sepotong saja kami bayar 5 juta. Biaya maintenancenya 2 juta. Sedangkan biaya berlangganan satu tahun 26.500.000. Tapi hanya dapat kuota 10 GB per bulan. Kalau Rp. 26.500.000 kita bagi 12 bulan maka kita bayar per bulan Rp.2.200.000 lebih hanya untuk kuota 10 GB. Ini tidak rugi bagaimana. Belum lagi internetnya lelet. Sedangkan kalau kita beli kuota internet pakai XL, 40 GB hanya Rp. 70.000,” ujarnya dengan nada kesal.
Merasa rugi dengan program tersebut, dirinya kemudian minta untuk putuskan jaringan internet desa tersebut per Januari 2021. Dirinya sempat menyampaikan keinginan untuk memutus internet desa tersebut kepada pegawai pegawai Plasa Telkom namun oleh pegawai tersebut menyebut tidak bisa.
“Kami minta kasih putus mereka tidak mau, ya sudah saya kasih putus sendiri,” sebutnya dengan nada kesal.
Wakil Ketua Pansus, Uksam Selan mengatakan persoalan internet desa sudah ada pada ranah hukum sehingga pihaknya minta APH segera selesaikan.
Sembetara itu Wakil Yusuf Nikolas Soru, sangat menyayangkan ada pihak yang mengatakan DPRD tidak punya kewenangan untuk awasi dana desa.
Dikatakan Dana desa meski dari APBN
tetapi fungsi pengawasan tetap melekat
“DPRD punya hak untuk awasi,karna itu salah jika ada yang katakan DPRD tidak bisa awasi dana desa”, ujarnya.
Terkait kasus internet desa,ia minta Kades tidak perlu takut dan harus jujur ke APH jangan sampai ada tendensi.
“Kita DPRD tidak tega jikalau ada keoala desa dipenjara gara gara persoalan ini.
Kepala desa harus jujur dan buka bukaan agar jangan jadi tumbal dalam kasus ini”,ujarnya
Politisi PDIP ini juga minta kades perhatikan keamanan pangan warga ditengah kondisi Covid 19 dan bencana yang membuat kondisi ekonomi morat marit.
“Tolong perhatikan keamanan pangan di desa.tidak boleh ada kelaparan.
Kades harus sensitif soal urusan perut”, tutupnya.
Berita dengan Judul: Terkait Internet Desa,Kepala Desa Diminta Buka Bukaan Ke Penegak Hukum pertama kali terbit di: Berita Terkini, Kabar Terbaru Indonesia – Liputan4.com oleh Reporter : Simron Yerifrans