Pemerintah Rusia mengumumkan penarikan lebih dari 100 ribu pasukannya dari perbatasan timur Ukraina. Penarikan ini diklaim sebagai kemenangan diplomasi, yang berhasil menghindarkan Eropa dari risiko perang terbuka antara dua negara yang belum pernah terjadi selama lebih dari dua dekade terakhir.
Pada 15 Februari 2022, Kementerian Pertahanan Rusia merilis video deretan tank melintasi jalan raya, kembali ke barak. Video tersebut, menurut juru bicara kementerian Maria Zakharova, merupakan “simbol kegagalan propaganda yang memanas-manasi perang antara negara kami dengan Ukraina,” ujarnya. Video tersebut disebut Kremlin sebagai bukti bila alutsista dan tentara di perbatasan hanya disiagakan untuk menjaga keamanan, bukan menginvasi negara lain.
Akan tetapi, klaim tersebut berbeda dengan data satelit Amerika Serikat yang didapat pada hari yang sama. Menurut data, jet tempur dan helikopter Rusia masih melintas rutin di kawasan perbatasan Ukraina.
Pejabat Ukraina sendiri mengungkapkan kelegaan, karena konflik dengan tetangga mereka dapat dihindari. “Berkat dukungan negara-negara sekutu kami, konflik dengan Rusia tidak bereskalasi lebih jauh,” ujar Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba saat jumpa pers. “Bisa dilihat, semua ini adalah dampak dari keberhasilan kerja-kerja diplomatik.”
Selama lebih dari tiga bulan terakhir, situasi Ukraina dan Rusia cukup tegang. Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), menyatakan ada bukti kuat bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan pengerahan militer ke perbatasan, karena petinggi Ukraina berniat bergabung dengan NATO. Jika Ukraina resmi menjadi bagian dari perjanjian militer Eropa dan Amerika, maka pengaruh AS dinilai terlalu dekat dengan wilayah Rusia. Rusia sendiri secara terbuka meminta NATO tidak lagi menambah anggota di kawasan timur Eropa.
Adapun pejabat Amerika Serikat menjadi yang pertama menyebarkan informasi bahwa akan terjadi invasi darat di kawasan timur Ukraina pada 16 Februari 2022. Langkah ini tidak lazim, mengingat pemerintahan Joe Biden biasanya merahasiakan info macam ini ke media. Namun, pengamat politik menilai info intelijen itu disebar untuk meredam langkah Rusia melancarkan serangan. Kalaupun analisis itu akurat, Rusia memang menarik pasukan sehari sebelum tanggal invasi yang diumumkan intel Negeri Paman Sam.
“Tapi masih belum jelas apa langkah Putin selanjutnya,” ujar salah satu pejabat NATO di Brussels, saat diwawancarai media. Dia termasuk yang mendapat pasokan info intelijen AS seputar rencana Rusia. Presiden Rusia tetap diuntungkan, sekalipun invasi batal terjadi. Sebab, NATO dan Ukraina akan jadi berhati-hati membahas pengurusan keanggotaan baru. Tapi, bila Ukraina tetap ngotot bergabung dengan NATO, maka Moskow pasti akan kembali melakukan manuver politik.
“Putin sangat mungkin akan mencari keuntungan dengan penarikan pasukan, menyalahkan Barat, lalu menghindari kemungkinan ada sanksi internasional dari tindakannya,” ujar sang pejabat NATO. “Akan tetapi sulit untuk menyatakan bahwa krisis antara Ukraina-Rusia sudah selesai berkat penarikan pasukan semata.”