Rubrik ‘Ask VICE’ diperuntukkan bagi para pembaca yang membutuhkan saran VICE untuk menyelesaikan masalah hidup, dari mengatasi cinta yang bertepuk sebelah tangan hingga menghadapi teman kos yang rese.
Curhatan pembaca.: Saya tidak pernah kesulitan dalam berteman. Saya bahkan masih berhubungan baik dengan teman-teman semasa SD dulu. Saya harap kami bisa terus bersama selama-lamanya.
Namun, memang segala sesuatunya menjadi lebih rumit begitu kita beranjak dewasa. Sejak pindah ke Amsterdam, hidupku menjadi sangat berbeda dari sahabat lamaku. Kebanyakan dari mereka sudah menikah dan berkeluarga, sedangkan saya masih asyik berpesta dan kongko.
Saya punya banyak teman baru di sini. Saya juga masuk geng dan kami ketemuan setidaknya seminggu sekali. Ada perempuan namanya Mira, dan dia seperti ketua geng kami. Saya sudah dua tahun lebih tidak berjumpa kawan-kawan lama, jadi saya merasa sangat bergantung pada pertemanan baru ini.
Belakangan ini, saya mulai bertanya-tanya apakah mereka tulus berteman denganku, terutama Mira. Saya suka penasaran sebenarnya dia peduli denganku, atau hanya menganggapku sebagai teman main biasa.
Saya baru saja putus cinta. Mantan memperlakukanku dengan kasar, baik secara fisik maupun psikis. Mira sadar betapa buruknya perlakuan mantan kepadaku. Dia juga sadar betapa sulitnya bagiku untuk lepas darinya. Saya merasa sakit hati saat mengetahui Mira sering main bareng mantan. Saya bertanya kepadanya kenapa dia seperti itu, tapi dia tidak terima. Dia seolah tidak mengerti di mana letak kesalahannya. Dia bilang itu masalahku, bukan masalahnya.
Lebih parahnya lagi, Mira baru mengabari tidak ada tempat untukku sejam sebelum pesta Malam Tahun Baru-nya dimulai. Dia tidak pernah mempertimbangkan kalau saya sudah mau berangkat ke tempatnya, dan saya juga tidak punya rencana lain. Tidak ada yang bisa saya ajak merayakan Tahun Baru bersama.
Teman-teman menyarankan untuk mengakhiri hubungan kami, tapi masalahnya tidak segampang itu. Mira sebenarnya orang yang seru, baik dan supel. Saya takut merasa kesepian kalau tak lagi berteman dengan Mira. Apa yang sebaiknya saya lakukan? Haruskah saya menyudahi pertemanan kami? Tapi kenapa sulit sekali melakukannya?
Menjalin pertemanan sangat penting bagi kehidupan manusia. Berbagai penelitian telah menunjukkan betapa bagusnya memiliki sahabat untuk kesehatan mental kita. Teman baik bisa membantu kita mengurangi stres. Akan tetapi, lingkaran pertemanan juga dapat membawa pengaruh buruk dan menyebabkan stres. Masalahnya, mengakhiri hubungan dengan teman bukanlah perkara mudah. Terkadang ini jauh lebih menyakitkan dari putus cinta.
Psikolog Ariane Faas terbiasa menangani masalah yang dihadapi generasi milenial, termasuk burnout. Dia menyarankan agar kamu tidak terburu-buru meninggalkan Mira. Sebelum membuat keputusan besar tersebut, kamu bisa mempertimbangkan seperti apa hubunganmu dengan orang lain.
“Hal pertama yang akan saya tanyakan adalah, ‘Apakah ini pertama kalinya kamu memiliki teman seperti ini?’” ujarnya. Jika kamu belum pernah mengalami situasi ini, berarti Mira memang penyebab utamanya. “Tapi kalau kamu pernah menghadapi hal serupa, itu artinya kamu perlu memikirkan peranmu dalam hubungan pertemanan.”
Dalam suratmu, kamu menyebut mantan pacarmu kasar, yang menandakan kalau kamu pernah berada dalam situasi di mana batasan-batasanmu tidak dihargai.
Meski sulit bagi kita untuk menghindari orang-orang semacam ini, kamu perlu tahu pentingnya memahami batasan-batasan itu. Kamu juga harus tahu caranya memberi tahu soal itu kepada orang lain.
Kamu tidak bisa menyuruh Mira berhenti menemui mantanmu, tapi sangat wajar jika kamu marah dengannya. Tindakanmu mengonfrontasi Mira bahwa sikapnya buruk tidak salah sama sekali. Dia telah melewati batas dengan melakukan itu.
Menurut Faas, ada banyak alasan mengapa kamu sulit mengucapkan selamat tinggal pada orang-orang yang tidak menghargai batasanmu. “Apakah kamu kesulitan berkomunikasi, atau kamu menganggap dirimu tidak pantas untuk dihargai?” tanyanya. “Apakah kamu takut melukai perasaan orang lain, yang pada akhirnya mengorbankan diri sendiri? Atau kamu susah menjalin hubungan dengan orang lain, sehingga kamu tidak bisa sepenuhnya memercayai mereka?”
Kamu harus memikirkan baik-baik apa yang sebenarnya kamu inginkan dari Mira. Tanyakan dirimu sendiri apakah kamu memang menikmati waktu bersamanya, atau kamu sebenarnya takut tidak bisa bersenang-senang lagi jika berhenti berteman dengannya.
“Anak muda kerap merasakan keharusan untuk menjadi bagian dari kelompok tertentu,” terang Faas. “Padahal nyatanya mereka masih merasa kesepian setelah memasuki dunia yang sangat didambakan itu.” Faas mengatakan, menjadi muda berarti mencoba banyak hal baru dan membuat pilihan. Karena itulah kamu bisa saja bertemu orang-orang yang kurang cocok denganmu.
Kamu juga bisa mendefinisikan kembali hubunganmu dengan Mira. Mungkin dia lebih cocok menjadi teman main, bukan orang yang bisa kamu andalkan atau membuatmu merasa nyaman berbagi kehidupan dengannya.
Faas menjelaskan, banyak kliennya yang bertanya-tanya mengapa mereka tetap bertahan dalam hubungan yang tidak sehat. Mereka sadar tidak ada manfaat yang bisa diambil dari hubungan ini, tapi mereka sulit keluar darinya. Namun, setelah berkonsultasi dengan Faas, “mereka sering menyimpulkan akan jauh lebih baik jika hubungannya segera diakhiri,” tuturnya. Ada kalanya kamu akan kehilangan orang begitu kamu lebih menyayangi diri sendiri.
Ingatlah, setiap orang berhak mendapatkan pertemanan yang menghadirkan rasa nyaman, kebahagiaan dan kebaikan untukmu. Dengan menyadari hal itu, kamu bisa membawa banyak perubahan positif pada hubungan — tak peduli Mira ada di dalamnya atau tidak.
Artikel ini pertama kali tayang di VICE Netherlands.