Baru-baru ini, juru bicara Taliban menyatakan Emirat Islam Afghanistan (IEA) akan mengerahkan pasukan khusus siap bunuh diri begitu rezim ditegakkan.
Kepada Radio Azadi, wakil menteri informasi dan budaya IEA Zabiullah Mujahid menerangkan pasukan ini nantinya ditempatkan di bawah naungan Kementerian Pertahanan.
Deklarasi tersebut dibuat menyusul rumor yang menyebut Taliban telah membentuk pasukan bom bunuh diri untuk memerangi dan mencegah konflik perbatasan, terutama yang berbatasan dengan Tajikistan di Provinsi Badakhshan, Afghanistan timur laut. Wakil gubernur Badakhshan Mullah Nisar Ahmad Ahmadi telah mengungkap nama batalion pada awak media pada Oktober lalu. Diberi nama Lashkar-e-Mansoori atau “Tentara Mansoor”, pasukan itu dulu melakukan serangan bom bunuh diri terhadap pasukan keamanan Afghanistan sebelumnya, serta menargetkan sekutu Barat.
Ahmadi lebih lanjut mengklaim batalion bom bunuh diri berperan penting dalam mengusir Amerika Serikat dari Afghanistan, yang menjadi alasan Taliban bisa berkuasa kembali.
“AS takkan bisa dikalahkan tanpa bantuan batalion ini,” tukasnya. “Para pemberani ini siap mengenakan rompi peledak untuk menghancurkan pangkalan AS di Afghanistan. Mereka tidak takut [mati] demi meraih ridha Allah.”
Taliban telah menggunakan bom bunuh diri sebagai taktik militer utamanya sejak 2003, ketika mereka melancarkan aksi pemberontakan melawan pasukan AS. Hasil penelitian yang terbit pada 2021 menunjukkan, kelompok itu telah melakukan lebih banyak serangan bom bunuh diri daripada jaringan teroris lainnya sepanjang sejarah.
“[Bom bunuh diri] sangat penting [bagi Taliban] karena menjadi instrumen utama dalam menyerang AS dan pasukan sekutu, dan menimbulkan korban jiwa,” Amin Saikal, ajun profesor ilmu sosial di University of Western Australia dan mantan Direktur Pusat Studi Arab dan Islam, memberi tahu VICE World News.
Saikal berpandangan dengan mendeklarasikan pembentukan pasukan bunuh diri resmi, Taliban mengirim pesan tegas bagi AS dan para sekutunya. “Kami akan mengerahkan pasukan bom bunuh diri jika kalian terus menekan kami.”
“[Pasukan] ini merupakan kekuatan defensif; pasukan yang mencegah pertentangan internal atau agresi eksternal terhadap Taliban,” lanjutnya. “Mereka mengirim sinyal kepada pihak oposisi, baik di dalam maupun luar negeri, bahwa mereka tidak akan tinggal diam jika ada yang berusaha mengacaukan pemerintahannya dan tidak mau berdamai dengan Taliban.”
Pakar lain menyoroti masalah yang ditimbulkan oleh serangan bom bunuh diri Taliban, terutama ketika pemerintahan baru yang belum teruji berusaha menyatukan penduduk Afghanistan dan menjilat masyarakat internasional, yang sangat penting dalam penyelesaian krisis ekonomi dan kemanusiaan. Setelah jatuhnya Kabul ke tangan Taliban, kelompok tersebut menjanjikan wajah baru yang lebih toleran, damai dan diplomatis.
Namun, William Maley, profesor emeritus diplomasi di Universitas Nasional Australia, berpendapat deklarasi ini “menyoroti kenaifan anggapan bahwa telah muncul ‘Taliban 2.0’, versi yang berbeda dari Taliban yang muncul pada 1994 hingga penggulingannya pada 2001.”
Saikal memiliki pandangan serupa. “Menurut saya, ini akan sangat dikutuk,” katanya. “Tak ada negara yang mau mengakui atau memberikan kredibilitas apa pun kepada kekuatan militer yang memiliki brigade bunuh diri.”
Taliban bukan satu-satunya yang mengerahkan pasukan bom bunuh diri di Afghanistan. Pada akhir Agustus, milisi Islamic State Khorasan Province (ISIS-K) membom Bandara Internasional Hamid Karzai ketika pasukan Barat mengevakuasi ribuan warga sipil yang ingin melarikan diri dari Afghanistan. Dia tewas bersama kurang lebih 200 orang lainnya.
Pada 23 Desember, polisi Kabul menembak mati seseorang yang dicurigai pelaku bom bunuh diri di luar kantor pembuatan paspor di Kabul. Saat itu, sekitar 200 pejuang Taliban sedang mengurus dokumen perjalanan. Serangan tersebut hanyalah salah satu dari serangkaian serangan yang ditujukan kepada Taliban sejak mereka mengambil alih kekuasaan, yang sebagian besar telah diklaim cabang ISIS lokal.
Saikal menyebutkan kemungkinan Taliban menargetkan ISIS dengan serangan bom bunuh diri. Sebaliknya, Maley masih belum yakin ke mana pasukan khusus akan ditujukan.
“Belum jelas musuh mana yang akan menjadi sasaran serangan bom bunuh diri Taliban,” tuturnya. “Yang dikhawatirkan Taliban akan menggunakan paksaan tingkat tinggi terhadap warga sipil untuk mematuhi tuntutan Taliban.”
Follow Gavin Butler di Twitter.