Kepulan asap hitam membumbung tinggi di langit Myanmar sepanjang akhir pekan lalu, sementara barang bukti narkoba senilai $643 juta (setara Rp9,6 triliun) dimusnahkan dalam rangka memperingati Hari Anti Narkotika Internasional pada 26 Juni lalu.
Pihak berwenang Myanmar membakar berton-ton narkotika jenis heroin, ganja, metamfetamin (sabu-sabu), ekstasi dan ketamin yang berhasil disita selama setahun terakhir.
Perserikatan Bangsa-Bangsa menetapkan 26 Juni sebagai Hari Anti Narkotika Internasional guna memerangi peredaran obat-obatan terlarang. Peringatan tersebut sudah dirayakan sejak 33 tahun lalu.
Setiap tahunnya, lembaga anti-narkotika di seluruh dunia, khususnya Asia, memperingati momen tersebut dengan membakar atau menggilas bertumpuk-tumpuk hasil sitaan. Walau pihak berwenang melihatnya sebagai kemenangan melawan narkoba, banyak pihak menilai ritual tahunan ini tak lebih dari sekadar ajang pamer pencapaian polisi.
Periode 2021-2022 merupakan tahun penting bagi otoritas di seluruh Asia Timur dan Tenggara, mengingat tren narkoba di wilayah tersebut berubah drastis selama setahun terakhir. Produksi dan perdagangan zat sintetis ilegal mencapai tingkat rekor pada 2021. Totalnya 172 ton sabu-sabu dan lebih dari satu miliar pil met berjenis “yaba” disita sepanjang tahun.
Laporan terbaru Kantor PBB Urusan Narkoba dan Kejahatan (UNODC) menunjukkan, jumlah pil yaba yang disita meningkat tujuh kali lipat dari 10 tahun lalu, sedangkan 79 ton sabu yang disita tahun lalu delapan kali lipat lebih banyak daripada satu dekade lalu.
Sementara pihak berwenang bangga dengan banyaknya jumlah narkoba yang disita selama setahun terakhir, para ahli menyatakan kekhawatiran bahwa jumlahnya belum seberapa.
“Pasar narkoba kerap disepelekan di Asia Timur dan Tenggara. Ini masalah besar mengingat jumlah populasi di kawasan tersebut mencapai 2,3 miliar jiwa,” terang Jeremy Douglas, perwakilan UNODC di Asia Tenggara, saat dihubungi VICE World News beberapa hari setelah otoritas Laos merayakan razia narkoba terbesar sepanjang sejarah Asia.
“Pemerintah di kawasan Asia kerap menyepelekan atau enggan mengukur penyalahgunaan narkoba, mengingat itu masih tabu,” lanjutnya. “Lonjakan pasokan yang kami saksikan dikirim ke dan disalahgunakan di kawasan ini.”
Follow Gavin Butler di Twitter.