Teknologi kecerdasan buatan (AI) semakin banyak dipakai untuk menghasilkan karya seni, baik yang berbasis gambar maupun musik. Namun kemajuan teknologi ini mulai dikecam banyak pihak. Setelah software DALL-E memicu perdebatan keras di kancah seni rupa, kini giliran generator musik AI menjadi target kecaman terbaru.
Asosiasi Perusahaan Rekaman Amerika Serikat (RIAA) pada pertengahan Oktober 2022, mengajukan nota keberatan atas adanya teknologi generator musik berbasis AI terhadap Kantor Paten dan Perdagangan Amerika Serikat. Perangkat lunak macam itu dinilai melanggar hak cipta, serta merugikan para musisi betulan jika terus dibiarkan beredar di Internet.
Generator musik yang disorot negatif oleh RIAA misalnya Acapella-extractor, Songmastr, dan Remove-Vocals. Ketiganya secara otomatis mampu menciptakan komposisi baru, dengan cara menggabungkan dataset jutaan lagu lain yang sebetulnya dilindungi hak cipta asal dipandu oleh arahan pengguna. Program AI ini tersebut juga bisa menghapus bunyi instrumen atau vokal dari sebuah lagu untuk kepentingan remix secara lebih sempurna. Songmastr bahkan diklaim dapat “membantu siapapun menciptakan lagu sekelas musisi profesional.”
Pegiat kecerdasan buatan dan komunitas seniman, tiga tahun terakhir, semakin sering berseteru. Para pengembang software berdalih bahwa generator lukisan atau lagu hanyalah piranti untuk meningkatkan produktivitas semua orang di industri kreatif. Namun di mata seniman, baik pelukis hingga musisi, keterampilan dan hak cipta mereka seakan dinihilkan bahkan tidak dihargai dengan adanya generator itu. DALL-E, misalnya, bisa menghasilkan lukisan hanya dengan panduan teks. Masalahnya satu: DALL-E bisa menciptakan gambar yang “indah” dengan cara menganalisis sample ribuan karya seni rupa yang pernah diunggah datanya ke internet, tanpa meminta izin sama sekali dengan sang seniman pembuatnya.
Generator musik yang dipermasalahkan RIAA beroperasi dengan metode serupa. “Layanan online yang kami permasalahkan memakai artificial intelligence untuk mengekstrak, bahkan mengkopi unsur-unsur vokal, instrumen, serta hasil rekaman yang dilindungi hak cipta untuk menciptakan sebuah remix hingga komposisi baru,” demikian keterangan tertulis dari asosiasi label rekaman Amerika Serikat.
“Pada akhirnya, produk apapun yang dihasilkan oleh generator musik sudah pasti merupakan tiruan tanpa izin serta produk derivatif dari semua karya musisi manusia yang tergabung dalam RIAA.”
RIAA punya rekam jejak serius berupaya menghabisi berbagai aplikasi teknologi yang mengancam kepentingan bisnis mereka. Layanan berbagi lagu di Internet, seperti Napster pada awal tahun 2000-an, harus tutup karena digugat oleh asosiasi label rekaman. Teknologi p2p file sharing dianggap pelopor situs-situs pembajak lagu. RIAA juga tahun lalu menggugat HitPiece, platform NFT yang menjual musik sebagai NFT tanpa meminta izin resmi terhadap para musisi dan labelnya.