DEPOK, Liputan4.com | Tak pernah terbayangkan oleh Sulis Sudaryanto (28), bahwa Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat pandemi virus Corona pada 2020 mengantarkannya menjalani profesi ini. Sebagai driver ambulans pengantar jasad Covid-19, bagian dari relawan Imun Center, sebuah kelompok yang bergerak membantu penanggulangan Covid-19 di Kota Depok. Ia pun menempatkan rasa kemanusiaan lebih dari upaya mencari nafkah untuk menghidupi keluarga.
Dengan konsekuensi tinggi, bahwa ada kemungkinan Sulis Sudaryanto gugur dalam tugas.
“Saya sudah ngomong ke istri, komitmen sampai selesai pandemi ini. Walaupun semisal gugur, sudah jadi risiko saya,” paparnya saat berbincang menjelang tengah malam dengan Liputan4.com via telepon pada Selasa (7/7/2021).
Mungkin pemilihan waktu yang menimbulkan tanda tanya, namun bila menilik kesibukannya mengantar jasad, bisa dipahami. Sulis hanya memiliki waktu senggang untuk beristirahat saat larut malam.
Hari itu, ia mengantarkan beberapa jenazah, dan salah satunya menciptakan suasana emosional. Terlebih saat mengingat Sulis sendiri memiliki istri dan seorang buah hati.
Sulis baru saja mengantar jasad seorang lelaki berusia 38 tahun yang telah berkeluarga dan meninggal dunia saat menjalani isolasi mandiri di sebuah rumah kawasan Depok.
Saat jasad dijemput untuk dibawa ke lokasi permakaman, istri sang lelaki itu berkeras ikut masuk dalam mobil ambulans.
“Istrinya bercerita kalau dia mimpi naik mobil bersama suaminya dan mentok di tanah. Ia berkata, “Kalau saya meninggal, saya dimakamkan di samping suami saya, ya”,” kisah Sulis menirukan perkataan pasangan dari jenazah yang diantarkannya.
“Terus saya bilang, “Ibu jangan ngomong seperti itu. Kalau Ibu nggak ada bagaimana anak-anak? Ibu harus kuat,” kata Sulis mengulang yang ia sampaikan kepada perempuan yang suaminya wafat karena Covid-19.
Sulis menyatakan saat itu mencoba tegar agar tidak terbawa suasana sedih. Apalagi dirinya adalah seorang relawan yang harus terlihat tetap kuat. Meski ia mengakui tetap saja merasakan suasana emosional, apalagi anaknya baru saja genap berusia dua tahun.
Menjemput yang Masih Bernyawa, Mengantar yang Telah Tiada
Dan suasana haru seperti yang ia rasakan bukan terjadi sekali. Bagaimana pun, nuraninya terketuk setiap kali menjalani tugas pengantaran pasien pun jasad positif Covid-19.
Tak jarang Sulis membawa pasien Covid-19 dalam kondisi darurat ke rumah sakit, berselang beberapa hari kemudian menjemputnya kembali untuk mengantarnya ke tempat peristirahatan terakhir.
Belum lagi suasana rumah sakit yang penuh sesak dengan pasien Covid-19 menjadi pemandangan setiap hari.
Salah satu peristiwa terparah terjadi pertengahan bulan lalu. Bersamaan dengan angka kasus Covid-19 melonjak dan mencetak rekor.
Di salah satu rumah sakit, saat saya masuk ruang IGD melihat banyak pasien Covid-19. Mulai ringan hingga berat. Itu situasinya sudah rumit sekali. Ada yang sesak dibantu oksigen, ada di kursi roda, ada yang sakratul maut, ada yang meninggal karena tidak tertolong,” ucapnya perlahan.
Kondisi itu pun sempat membuatnya stres dan terbayang-bayang. Namun Sulis berusaha menguatkan dirinya.
Ini sampai kapan terjadi seperti ini terus?” ujarnya setengah bertanya.
Rangkaian berbagai peristiwa penanganan pasien Covid-19 itu membuat Sulis Sudaryanto semakin mengingat kematian dan berusaha semakin dekat dengan Tuhan.
Terlebih saat menilik jasad yang ia antarkan tidak memandang usia. Baik tua maupun muda bisa saja menjadi korban keganasan Covid-19.
Hal inilah yang membuatnya emosi bila di jalan melihat masih banyak orang tidak mengenakan masker. Sulis menyebutkan sangat sakit hati dan kecewa melihat mereka yang masih abai dengan protokol kesehatan.
Bagaimana tidak, keganasan dari Covid-19 menjadi pemandangan kesehariannya setiap hari. Lantas kemudian melihat ada masyarakat yang tidak peduli dengan protokol kesehatan.
“Kita sudah capek seperti ini kok orang-orang tidak peduli sama protokol kesehatan! Saya emosinya itu, di jalanan masih banyak orang tidak pakai masker,” tukasnya.
“Saya selalu sedia masker, kalau lihat orang atau pedagang tidak pakai masker terkadang saya beri. “Pakai maskernya”, bagaimanapun itu saya minta agar masker dipakai. Kalau sudah begitu saya suka mikir: Sia-sia nggak sih saya kerja seperti ini, tiba-tiba ada yang abai,” ungkapnya sedih.
Hal inilah yang membuatnya emosi bila di jalan melihat masih banyak orang tidak mengenakan masker. Sulis menyebutkan sangat sakit hati dan kecewa melihat mereka yang masih abai dengan protokol kesehatan.
Bagaimana tidak, keganasan dari Covid-19 menjadi pemandangan kesehariannya setiap hari. Lantas kemudian melihat ada masyarakat yang tidak peduli dengan protokol kesehatan.
“Kita sudah capek seperti ini kok orang-orang tidak peduli sama protokol kesehatan! Saya emosinya itu, di jalanan masih banyak orang tidak pakai masker,” tukasnya.
“Saya selalu sedia masker, kalau lihat orang atau pedagang tidak pakai masker terkadang saya beri. “Pakai maskernya”, bagaimanapun itu saya minta agar masker dipakai. Kalau sudah begitu saya suka mikir: Sia-sia nggak sih saya kerja seperti ini, tiba-tiba ada yang abai,” ungkapnya sedih.
Sebelum dan selama mengemudikan ambulans ia juga harus selalu mengenakan Alat Pelindung Diri (APD). Sehingga membuatnya bermandi keringat karena kegerahan. Keadaan ini belum termasuk risiko yang selalu mengintainya.
Yang membuat Sulis Sudaryanto tetap tekun menjalani tugas sebagai relawan sopir ambulans hampir setahun ini adalah dukungan dari keluarga. Tidak ada seorang pun menentang pilihan yang dijalaninya. Terlebih Sang Istri dengan dukungan sepenuh hati.
Keluarga besar mendukung banget. Paling ibu saya bawel setiap hari ingatkan patuhi protokol kesehatan dan rajin bersih-bersih,” tuturnya.
Selain itu, juga tidak ada perlakuan kurang mengenakkan dari lingkungan. Baik tetangga maupun teman-temannya tidak pernah menjauhinya.
Sementara dari dirinya pribadi, Sulis menyatakan selalu tahu diri saat selesai bertugas.
“Penting, selesai tugas saya bersih-bersih dulu. Mandi dan ganti baju sebelum pulang ke rumah,” paparnya.
Karena adanya dukungan yang sangat besar itu, Sulis menyatakan sangat nyaman dengan tugas yang dijalaninya. Sejauh ini, tak pernah terlintas di pikirannya untuk berhenti. Dia sudah berjanji pada dirinya sendiri akan selalu bertugas sampai pandemi benar-benar selesai.
Lantas bersama rekan-rekan relawan di Imun Center semuanya juga selalu berbagi dan saling menguatkan. Termasuk kesiapan menghadapi varian Covid-19 yang lebih ganas.
Imbauan Pakai Masker
Menilik sosok Sulis Sudaryanto serta seluruh rekan kerjanya, para tenaga kesehatan atau nakes dan jajaran garda terdepan penanggulangan Covid-19, rasanya kita bisa membantunya lewat hal yang sangat bisa dilakukan. Seperti selalu mengenakan masker dan tidak berkerumun.
Yang sering kami teriaki itu soal masker. Minimal pakai masker. Kalau tidak penting-penting janganlah keluar, di rumah saja,” pintanya.
Sopir ambulans Covid-19 ini, relawan dari Imun Center ini, Sulis Sudaryanto selalu berharap: jangan sampai ada lagi masyarakat menjadi korban keganasan Covid-19. Dan kemudian berakhir di mobil ambulans yang dikemudikannya menuju tempat pemakaman.
Jangan sampai karena kelalaian kita, kerja keras mereka sia-sia. Bahkan para relawan Covid-19 itu harus menanggung risiko dari kesalahan yang tidak mereka perbuat. Seperti berkerumun, masih keluar rumah walau tiada kebutuhan mendesak, dan tidak memakai masker.
(Frd)
Berita dengan Judul: Sopir Ambulans Pengantar Jenazah Covid-19: Antar Empat Peti per Hari dan Kontrak Mati pertama kali terbit di: Berita Terkini, Kabar Terbaru Indonesia – Liputan4.com oleh Reporter : REDAKSI