Liputan4.Com MEDAN – Berdasarkan Layanan Pengadaan Secara Elektronik Provinsi Sumatera Utara (LPSE Sumut), dengan judul pembangunan jalan dan jembatan provinsi untuk kepentingan strategis daerah provinsi Sumatera Utara, sebesar 2,7 triliun rupiah, dengan menggunakan APBD tahun anggaran 2022, 2023 dan 2024, tertanggal 8 Januari 2022, pada dinas Bina Marga Bina Konstruksi (BMBK Sumut), akhirnya telah menimbulkan keresahan di tengah-tengah masyarakat yang terdampak, mulai dari kelompok pengusaha lokal, kelompok penyedia barang dan jasa lokal, dan anggota masyarakat lainnya.
Muhri Fauzi Hafiz, wakil ketua DPW Partai Solidaritas Indonesia Sumatera Utara (PSI Sumut) mengatakan, bahwa dirinya juga heran mengapa Gubernur Edy Rahmayadi dan Pimpinan DPRD provinsi Sumatera Utara, bisa menyetujui terjadinya lelang tersebut yang diumumkan pada LPSE Sumut tahun 2022 ini, dengan menggunakan dana yang bersumber pada APBD Tahun Anggaran 2022, 2023 dan 2024.
“Kita prihatin, mengapa Gubernur dan Ketua DPRD menyetujui lelang proyek dinas BMBK sebesar 2,7 triliun rupiah tersebut, diantara masih adanya kewajiban utang bagi hasil pajak ke daerah kabupaten/kota dan program prioritas pembangunan lainnya yang masih belum pulih pasca pandemi. Saya bisa menyebut Gubernur dan Ketua DPRD menyetujui dugaan terjadinya praktek “ijon,” atas APBD Sumut untuk tahun anggaran 2023 dan tahun anggaran 2024. Dugaan praktek “ijon APBD,” ini akan dilakukan oleh dinas BMBK Sumut, kepala dinasnya Bambang Pardede,” kata Muhri Fauzi Hafiz, kepada wartawan melalui pesan WhatsApp di Medan, Senin 24/1/2022.
Dugaan praktik “ijon APBD,” yang dimaksud Wakil Ketua DPW PSI Sumut ini adalah, bahwa ada uang pada APBD tahun 2023 nanti disebut-sebut sebesar 1,5 triliun rupiah, lalu pada APBD tahun 2024 nanti disebut-sebut sebesar 700 milyar rupiah, yang katanya sudah disepakati dengan MOU antara Gubernur dan Ketua DPRD provinsi Sumatera Utara, untuk kelanjutan proyek sebesar 2, 7 triliun rupiah tersebut. Padahal APBD tahun anggaran 2023 dan APBD tahun anggaran 2024 belum disahkan bersama-sama antara pemerintah provinsi Sumatera Utara dengan DPRD Sumut. Hal ini sama polanya dengan “ijon,” yang kerap terjadi ditengah-tengah masyarakat dan praktek ini cenderung merugikan.
Melalui pesan WhatsApp yang disampaikan, Muhri Fauzi Hafiz, menambahkan bahwa praktek “ijon APBD,” ini perlu dicegah baik oleh kelompok pengusaha lokal yang ada di asosiasi maupun para anggota dan pimpinan DPRD provinsi Sumatera Utara periode 2019/2024.
“Anggota dan pimpinan DPRD Sumut, seharusnya resah jika praktek “ijon APBD,” ini terjadi, pertama, APBD tahun anggaran 2023 dan APBD tahun anggaran 2024, belum dibahas sama sekali, tetapi mengapa sudah disepakati oleh MOU (kesepakatan)? Apakah MOU lebih tinggi daripada Peraturan Daerah (Perda)? Kedua, apakah semua aspirasi masyarakat yang diwakili oleh masing-masing anggota dan pimpinan DPRD sudah sepenuhnya terpenuhi pada proyek 2,7 T ini? Kalau menurut pendapat Saya pastilah belum, karena pasca pandemi ini, masyarakat di daerah pemilihan masing-masing anggota dan pimpinan DPRD Sumut lebih membutuhkan stimulus ekonomi guna meningkatkan kesejahteraan di daerah, seperti petani, peternak, buruh, pelaku UMKM/Koperasi serta pedagang kecil lainnya yang sudah bertahun-tahun bertahan dimasa pandemi lalu. Ketiga, praktek dugaan “ijon APBD,” ini bisa menumbuhkan kartel terselubung yang membuat kesempatan pengusaha lokal semakin kecil untuk berkompetisi dalam kontribusi pada proyek pembangunan di dinas BMBK Sumut,” kata Muhri Fauzi Hafiz.
Berita dengan Judul: Soal Tender 2,7 Triliun, PSI Sumut Sebut Ada Dugaan Praktek “Ijon” APBD pertama kali terbit di: Berita Terkini, Kabar Terbaru Indonesia – Liputan4.com oleh Reporter : Islino Murianto