Konon, di dunia ini terdapat tujuh orang yang mempunyai wajah mirip. Nah, bagaimana jadinya jika kamu bertemu kembaran saat melihat-lihat koleksi di museum? Kamu niatnya cuma ingin menikmati lukisan, tapi malah seperti melihat diri sendiri di cermin. Apa yang akan kamu lakukan di saat seperti ini? Melengos seolah-olah tidak ada lukisan tersebut, atau berpose bangga di depannya?
Untuk orang-orang yang masuk artikel ini, mereka senang bukan kepalang mengetahui ada sosok berwajah mirip dalam lukisan. Rasanya bagaikan diajak menjelajahi lorong waktu lewat foto-foto pilihan Bored Panda. Beberapa bak pinang dibelah dua, sedangkan orang di foto lainnya sengaja pakai kostum supaya semakin mirip.
Artikel inilah yang menginspirasi Thomas Mailaender mengerjakan seri foto berkonsep serupa. Berkolaborasi dengan penerbit RVB Books, seniman Prancis itu menyelami lautan dunia maya untuk mencari segala kemiripan tersebut. “Saya sudah cukup lama mengikuti tren foto kembaran,” tuturnya. “Awalnya lucu ketika ada orang bergaya di depan lukisan yang mirip dengannya. Tapi begitu foto-foto lain bermunculan, ini artinya ada sesuatu yang lebih besar.”
Sejauh ini, Thomas telah menerbitkan delapan buku, yang terbaru berjudul Time Travellers dan merupakan salinan monokrom dari kompilasi Bored Panda.
“Memangnya pengunjung benar-benar harus tenang dan serius saat datang ke galeri? Atau adakah ruang di lembaga-lembaga tersebut yang memperbolehkan publik terlibat di dalamnya?” tanyanya. “Saya tertarik pada gambar-gambar yang melampaui nilai simbolis awalnya dan mencapai sesuatu yang bisa kita sebut ‘warisan bersama’. Saya senang melihat orang-orang yang memanfaatkan ruang ini untuk menciptakan genre fotografi baru (atau ‘tren’, seperti yang biasa kita pakai istilahnya belakangan ini). Hal ini tak lagi terdengar mustahil, dan gampang diwujudkan, sejak ada internet.”
Pada 2018, netizen dunia keranjingan memainkan fitur Art Selfie yang diluncurkan oleh Google Arts & Culture. Para pengguna bisa menyulap selfie mereka menjadi lukisan ikonik ala Mona Lisa. Tahun lalu, Google memperkenalkan Pet Portraits, fitur yang dioperasikan menggunakan teknologi serupa untuk menemukan kembaran hewan peliharaan kita di zaman dulu.
Lantas, apa sebenarnya daya tarik fenomena ini? Apakah karena mayoritas orang penasaran gimana rasanya punya kembaran? Atau karena berharap bisa menemui leluhur di masa lalu? Atau untuk membuktikan reinkarnasi itu nyata? Apa pun alasannya, ungkapan klise “seeing is believing” alias sesuatu baru bisa dipercaya setelah kita melihatnya langsung dengan mata kepala sendiri.
Bagi mereka yang menemukan kembaran dalam wujud lukisan, gambar-gambar ini semakin mempertegas eksistensi mereka di dunia, terlepas betapa sureal rasanya melihat sosok diri di suatu karya seni rupa. Pengingat ini bisa dirasakan oleh siapa saja di seluruh dunia, dan mendorong orang lain mencari “kembaran” versi dirinya sendiri. Kita akhirnya memahami umat manusia memiliki kehidupan, kenangan dan masa depan bersama. Dengan membukukan warisan internet, Thomas menunjukkan, kita semua bertanggung jawab atas budaya dan sejarah yang tercipta dari foto-foto kembaran semacam itu.
Buku Thomas Mailaender bertajuk ‘Time Travellers’ telah diterbitkan oleh RVB Books.