Charles mendadak banting setir ke kanan, matanya tertuju pada sebuah mobil tak jauh di depan kami. Ia tak mengindahkan barang-barang yang terjatuh dari dasbor maupun para penumpang yang ketar-ketir di jok belakang. Bagaimanapun caranya, Charles harus bisa membuntuti kendaraan itu. Dia bahkan siap tancap gas menyalip kendaraan lain yang menghalangi jalannya. “Mobilnya belok ke kanan,” gumamnya kepada seseorang yang dia ajak bicara melalui headset wireless.
Pagi itu, lelaki di akhir usia 50-an bekerja sama dengan pemuda bernama Valentin (22) untuk memata-matai seorang mantan guru olahraga. Menurut laporan yang mereka terima, sang target terpaksa pensiun karena mengalami cedera di kaki, sehingga mereka diperintahkan untuk mengungkap kebenarannya. Orang itu diyakini menaiki mobil yang sedang mereka kejar.
Permintaan semacam ini merupakan santapan sehari-hari detektif swasta. Akan tetapi, misi kali ini hanyalah skenario palsu yang diciptakan Ecole Supérieure des Agents de Recherches Privées (ESARP), sekolah khusus agen detektif swasta di Prancis. Charles dan Valentin sedang berlatih menjadi tenaga yang andal. Nama lengkap keduanya dirahasiakan atas permintaan pihak sekolah.
“Pelan-pelan saja, Charles — kamu harus tetap taat lalu lintas,” tegas Julie Catalifaud sambil mencengkeram pegangan pintu mobil dengan erat. Perempuan 36 tahun ini mengajar di ESARP di sela-sela pekerjaan utamanya sebagai detektif.
Beberapa menit kemudian, kedua calon detektif bergerak mendekati target palsu yang sedang mengajar di taman. Orang itu nampak baik-baik saja, dan tidak terlihat seperti sedang sakit. Charles dan Valentin diam-diam mengambil foto sebagai bukti.
Valentin memilih duduk dekat mantan guru. Dia berpura-pura sedang menelepon, padahal yang sebenarnya ia lakukan yaitu mengambil foto. Charles hendak bersembunyi di tempat yang lebih jauh, tapi segera dihentikan oleh mentornya. “Kami bisa melihatmu dari sini,” katanya.
Target dan kedua calon detektif kembali ke mobil mereka masing-masing. Valentin menggantikan posisi Charles agar tidak ketahuan saat mengemudi. “Idealnya ada mobil penghalang di antara detektif dan orang yang dibuntuti,” terang Julie.
Mobil target lalu berhenti di depan sebuah toko, dan Valentin memarkirkan mobil tepat di belakangnya. Dia lalu memakai topi sebagai pelengkap penyamarannya. Detektif biasanya akan mengenakan aksesori tertentu, seperti kacamata atau rambut palsu, agar identitas aslinya tidak diketahui.
Membuntuti target di dalam toko bukanlah tugas mudah, terutama jika kamu ditemani rekan kerja, mentor dan sejumlah jurnalis yang mengabadikan aksimu. Saat kami beraksi di dalam toko, lima orang satpam segera menghampiri kami dengan tatapan penuh curiga. “Ini sering terjadi di lingkungan semacam ini. Rombongan kita kebanyakan orang, jadi wajar kalau kita dicurigai,” ujar Julie. Namun, dalam dunia profesional, para detektif harus mampu bergerak tak kasat mata.
Julie mengakhiri latihan sampai di situ, dan meminta kedua muridnya melaporkan hasil penyelidikan mereka hari ini. Mereka harus menjelaskannya seolah-olah sedang berbicara dengan klien. “Kami melihatnya sedang berolahraga,” kata salah satu dari mereka. “Oke, tapi apa yang sebenarnya dia lakukan?” jawab sang guru. Dia ingin memastikan murid-muridnya memiliki profesionalisme yang tinggi, serta mampu memberikan penjelasan mendetail, sebelum terjun ke lapangan.
Calon detektif swasta di Prancis wajib ikut pelatihan selama setahun penuh sebagai persyaratan mendapatkan lisensi. Persaingannya sangat sengit, mengingat hanya ada empat lembaga pelatihan — dua universitas dan duanya lagi sekolah swasta — yang terakreditasi menyediakan program khusus. Dari ribuan orang yang mendaftar setiap tahunnya, hanya 35 peserta yang lolos menjadi murid ESARP.
Julie merupakan satu-satunya instruktur perempuan di kelas minggu ini. Dia mengatakan, saat dirinya mulai menjalani profesi detektif 11 tahun lalu, tak banyak perempuan yang menekuni bidang tersebut. Tapi kini, menurut direktur ESARP Samuel Mathis, sekolahnya telah mencapai kesetaraan gender — 80 persen orang yang mendaftar tahun ini adalah perempuan.
Walaupun begitu, industrinya masih didominasi laki-laki. “Saya dikelilingi oleh laki-laki sepanjang karierku,” ungkap Julie, lalu menambahkan klien sering memanggilnya dengan sebutan “Tuan” atau “Bapak” dalam email. Tapi itu semua bukanlah masalah baginya.
“Saya tak akan membiarkan orang lain memperlakukanku dengan buruk,” tegasnya. Dia bahkan merasa statusnya sebagai perempuan mempermudah pekerjaannya saat membuntuti orang. “Keberadaan saya tidak mencolok saat di lapangan. Saya perempuan muda yang tidak memiliki penampilan khas detektif.”
Selain penipuan, detektif swasta sering menangani kasus perselingkuhan dan pelanggaran klausul non-kompetisi. Banyak juga orang tua yang memakai jasa mereka untuk mengawasi anak-anaknya agar tidak salah pergaulan. “Beberapa klien kami penasaran apakah anak mereka pakai narkoba, pernah bolos sekolah atau main sama anak bandel,” tutur Thibault Zandecki, sesama guru ESARP.
Sekolah detektif ini terbuka untuk semua kalangan dari segala usia. Valentin dulu bekerja di bidang perhotelan, sedangkan teman sekelasnya Steven adalah mantan pemadam kebakaran.
Charles sendiri sudah 35 tahun berpengalaman di dunia perbankan internasional, dan telah menggunakan jasa detektif swasta dua kali untuk keperluan pekerjaannya. “Sebentar lagi saya pensiun, tapi tubuh saya masih cukup bugar. Masih bisalah kalau saya bekerja sebagai detektif swasta selama 10 tahun ke depan,” ucapnya. “Inilah yang ingin saya lakukan di akhir karierku.”
Meski Charles sudah terbiasa melacak latar belakang nasabah selama berprofesi sebagai bankir, dia tak merasa pelatihan ini jauh lebih gampang. “Saya tak menyadari betapa besar kajiannya, terutama aspek hukumnya,” terang Charles. “Ini sangat menarik, tapi kamu harus bermental baja.”
Charles belum menentukan apa yang ingin ia lakukan setelah lulus, tapi Mathis selaku kepala sekolah sudah melihat jalan yang disiapkan untuknya. “Melihat pengalamannya, dia pasti bisa menjadi detektif keuangan,” ujar Mathis. “Ada kebutuhan nyata di bidang itu, dan Charles sudah memiliki keahlian untuk itu.”
Kehidupan seorang detektif swasta memang penuh petualangan, tapi terlalu sering diromantisasi dalam budaya populer. Selain itu, meski bayarannya menggiurkan—detektif swasta di Prancis bisa menerima sekitar 80-130 Euro (Rp1,2 juta – 2 juta) per jam—mereka butuh waktu untuk menjadikannya sumber penghasilan tetap. Menyeimbangkan urusan pekerjaan dengan kehidupan pribadi juga bukan hal yang mudah bagi detektif. Jam kerja tak menentu, dan mereka harus siap bepergian kapan saja, sehingga terkadang mereka mesti mengorbankan urusan pribadi.
Hubungan pertemanan dan percintaan pun bisa terkena dampaknya. “Kami tahu ke mana akan pergi, tapi tak pernah tahu kapan kami bisa pulang,” tutur Mathis sambil tersenyum. Dia pribadi pernah ditinggal pacar karena terlalu lama bertugas, tapi pengalaman buruk tak memadamkan semangatnya untuk terus menjalani karier tersebut.
Artikel ini pertama kali tayang di VICE France.