Mudik atau pulang kampung menjelang Hari Raya Idul Fitri sudah jadi tradisi bagi masyarakat Indonesia selama bertahun-tahun. Tetapi, sejak pandemi Covid-19, banyak orang terpaksa berpikir ulang jika ingin mengunjungi keluarga mereka di kampung halaman.
Sama seperti 2020, pemerintah kali ini juga mengumumkan bahwa arus mudik bakal dihambat mulai Maret lalu. Alasannya tak berubah yaitu mudik melibatkan mobilitas massa dalam jumlah besar, berisiko memunculkan kerumunan yang dapat mempermudah penyebaran infeksi virus.
Berdasarkan Surat Edaran Kepala Satgas Penanganan Covid-19 No.13 Tahun 2021, pelarangan mudik secara total resmi berlaku terhitung sejak Kamis (6/5) lewat tengah malam hingga 17 Mei 2021. Larangan tidak cuma untuk yang menggunakan moda transportasi umum, tetapi juga pribadi. Pengecualian ditetapkan bagi kondisi tertentu seperti distribusi logistik dan perjalanan dinas.
Juru Bicara Satgas Prof. Wiku Adisasmito menyebut keputusan tidak mengizinkan warga pulang kampung sudah sesuai dengan “prinsip utama keselamatan dan kesehatan masyarakat”.
Namun, mengingat kebijakan ini sudah diumumkan sejak beberapa minggu lalu, orang-orang berbondong-bondong mudik sebelum hari H. Di Bandara Juanda, contohnya, ada peningkatan jumlah penumpang keluar sejak minggu lalu. Begitu larangan berlaku, manajemen mengurangi waktu operasional menjadi 12 jam saja. Warga yang berdomisili di Jakarta juga tak kalah cerdik. Total ada lebih dari 17.000 penumpang di Stasiun Gambir yang mulai meninggalkan ibu kota sejak tanggal 1 sampai 5 Mei kemarin.
Walau begitu, ada juga yang tetap nekat untuk mudik ketika polisi di berbagai wilayah sudah melakukan penyekatan jalan. Mereka memakai sejumlah cara yang justru membahayakan diri sendiri, apalagi jika tertangkap oleh aparat keamanan. Belum lagi ditambah risiko tertular virus di jalan, terutama mengingat Indonesia telah melaporkan masuknya varian Covid-19 dari India yang lebih cepat menyebar.
Salah satu yang terungkap dan menggegerkan adalah jasa travel gelap yang mulai disorot April lalu. Menurut temuan Ditlantas Polda Metro Jaya, sedikitnya ada 115 unit mobil yang akan dipakai mengangkut orang mudik ke Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Lampung. Selain tak punya izin membawa penumpang, para pelaku juga melanggar ketentuan bepergian yaitu dengan tidak mewajibkan surat bebas Covid-19.
Tidak hanya di Jakarta, Polres Brebes menghentikan 10 kendaraan berplat hitam yang ternyata beroperasi sebagai travel gelap untuk mengantarkan pemudik dari Indramayu dan Subang pada H-3 larangan mudik. Polisi menambahkan penumpang dan sopir tidak bisa memperlihatkan bukti hasil tes negatif Covid-19.
Ada juga warga yang menjajal peruntungan, padahal polisi sudah disebar ke berbagai titik pada hari pertama berlakunya larangan mudik. Empat pedagang sayur di Pasar Induk Kramat Jati sempat berusaha mengelabui polisi, lengkap dengan membawa sayur-mayur dagangan mereka, agar bisa mudik ke Tangerang. Tetapi, mereka akhirnya tertangkap basah saat akan melewati jalur penyekatan di exit tol Bitung, Tangerang.
Sepertinya kendaraan pengangkut sayur dipercaya akan lolos dari pemeriksaan polisi, sebab seorang warga memilih menumpanginya agar bisa mudik ke Garut, Jawa Barat, pada Kamis dini hari. Akun resmi TMC Polda Metro Jaya menyebut berhasil mengamankan “kendaraan truk bermuatan sayur yang juga membawa pemudik di KM 31 Tol Cikarang (arah ke Cikampek)”. Si pemudik mengaku hanya perlu membayar Rp50 ribu kepada sopir agar diizinkan bersembunyi di bak truk.
Petugas di jalur penyekatan kawasan Tasikmalaya juga menggagalkan seseorang yang ingin mudik ke Jawa Tengah pada Kamis sore. “Iya, kita temukan seorang pria yang bersembunyi di dalam mobil boks pengangkut kain bersama motornya,” kata Perwira Pengendali Pos Gentong, Tasikmalaya, Jawa Barat, Kompol Gunarto. “Pria itu nekat berada di ruangan tertutup selama perjalanan supaya bisa pulang.” Akibatnya, dia dipaksa putar balik.
Pada tahun lalu, modus warga yang berniat mudik tidak kalah berani. Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono pernah menyebut ada calon pemudik yang bersembunyi di molen atau pengaduk semen yang ada di bagian belakang truk. Namun, waktu itu Argo tidak mengungkap di mana itu terjadi.
Cara lain yang berhasil digagalkan polisi adalah ketika delapan pemudik dari Jakarta menyewa truk derek untuk mudik ke Madura, Jawa Timur. Menurut keterangan Polres Ngawi yang melakukan penangkapan, mereka bersembunyi di dalam sebuah mobil berkaca gelap yang diangkut truk tersebut. Mereka diserahkan ke Gugus Tugas Covid-19, truk dibawa ke Polda Jatim untuk diproses, sedangkan mobil tersebut harus kembali ke Jakarta.
Selain itu, tahun lalu pun sempat viral foto calon pemudik yang rela bersembunyi di bagasi sebuah bus. “Kejadiannya di Cileduk, tapi bukan terminal resmi,” tutur Ketua Umum Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI) Kurnia Lesani Adnan. Dia menjelaskan mereka hanya ditempatkan di bagasi sampai berhasil melewati pemeriksaan polisi. Kemudian, mereka bisa pindah dan duduk di dalam bus.
Barangkali karena sudah mempelajari cara-cara orang yang bersikeras untuk pulang kampung meski dilarang, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengingatkan petugas agar tidak lengah. “Modus-modus [untuk mengelabui petugas] seperti mobil boks untuk mengangkut orang ini harus diantisipasi. Semua mesti menjaga betul,” kata Ganjar.
Lewat keterangan pers virtual minggu lalu, Juru Bicara Pemerintah untuk Vaksinasi Covid-19 dari Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan sudah muncul klaster mudik di Pati, Jawa Tengah. Dia meminta masyarakat agar disiplin mematuhi protokol kesehatan. “Tentunya ini sangat mengkhawatirkan kita karena kemungkinan terjadinya super spreader pada klaster ini,” ujar Nadia.