Ketika matahari mulai menampakkan sinarnya, ibu-ibu di pulau kecil ini sudah sibuk membantu anak naik ke kapal. Bagi mereka, melawan ombak ganas bukan sebatas untuk mencari tangkapan, tetapi juga mengajari putri-putri mereka hingga terbiasa melaut.
Mereka tinggal di Hengam, satu-satunya pulau di Iran yang kebanyakan perempuannya berprofesi sebagai nelayan. Mereka bekerja mandiri, tanpa dibantu laki-laki.
Ada sekitar 500 keluarga yang menghuni pulau selatan di Teluk Persia ini. Laut adalah sumber mata pencaharian utama bagi penduduk laki-laki, sedangkan sebagian besar perempuan menjual kerajinan lokal atau hasil tangkapan. Namun, polanya mulai berubah beberapa tahun lalu.
Seiring berjalannya waktu, semakin banyak laki-laki yang berhenti menjadi nelayan untuk mencari pekerjaan di kota lain. Profesi ini akhirnya diambil alih oleh perempuan.
Pulau Hengam memiliki budaya yang unik dan sering dijadikan tempat perhentian di sepanjang jalur perdagangan sutra dan budak selama berabad-abad, meninggalkan warisan seni, musik dan kuliner Tanzania di pulau-pulau ini.
Para nelayan perempuan kini merintis gerakan untuk mengklaim ruang mereka di laut, dan menjadi perempuan pertama di pulau yang mendapat izin memancing dari pemerintah.
“Kami akan diberi subsidi bahan bakar dan asuransi kapal jika memegang izin dari pemerintah,” nelayan muda bernama Khadijeh Ghodsi memberi tahu VICE World News. Izin pemerintah sangat penting bagi orang-orang seperti Ghodsi. Selain mendapat jaminan apabila kapal rusak, mereka juga bisa mengajak turis jalan-jalan ke tengah laut. Ini bisa menjadi pemasukan tambahan untuk mereka.
Namun, ada tantangannya sendiri untuk mendapatkan izin tersebut. Ketika mereka pertama kali mengajukan permohonan, Departemen Perikanan setempat mengatakan satu izin dibuat untuk dua orang karena alasan keamanan. “Mereka cuma kasih satu izin, tapi kapal kami berbeda,” kata nelayan Mahfoozeh Arbabi kepada VICE World News.
Setelah berbulan-bulan didesak, departemen perikanan meyakinkan pada Februari 2021 akan mengeluarkan izin perorangan untuk 30 orang nelayan. Namun, mereka tak kunjung menerima izinnya, meski satu tahun sudah berlalu sejak mereka pertama kali mengajukan permohonan.
Ghodsi memancing karena ingin hidup mandiri. Dia bermimpi suatu saat nanti, bisa punya rumah dari kerja kerasnya.
Sementara mereka menunggu izin berlayarnya dikeluarkan, para perempuan ini membentuk paguyuban nelayan untuk membantu satu sama lain.
“Kami sudah punya kolektif perempuan yang melukis pacar henna dan membuat kerajinan tangan, jadi kami memutuskan bikin kolektif untuk nelayan perempuan juga,” simpulnya.
Ahang Ahmadi dan Sarah Eslamiyehberkontribusi dalam laporan ini.