Baru-baru ini, pesohor Kylie Jenner diamuk netizen gegara kedapatan bepergian dengan jet pribadi untuk perjalanan yang jarak tempuhnya kurang dari 70 kilometer. Padahal, dia hanya butuh 40 menit untuk tiba di tempat tujuan jika naik mobil. Penerbangan singkat itu melepaskan sekitar satu ton karbon dioksida, setara berkendara ribuan kilometer menggunakan mobil biasa.
Banyak orang menentang penggunaan jet pribadi, suatu kemewahan yang dinikmati kalangan kelas atas untuk memastikan perjalanan yang nyaman dan mudah. Sayangnya, kenyamanan ini justru berdampak buruk bagi lingkungan.
Namun, kekesalan mereka biasanya berhenti sampai di situ saja. Ajakan boikot dan semacamnya lama-lama akan mereda begitu orang mulai melupakan masalahnya. Hal ini tidak berlaku untuk Mario Huber, satu-satunya orang yang tak pernah lelah mengampanyekan penentangan terhadap penerbangan pribadi sejak 2019.
Suatu hari di bulan September hampir tiga tahun lalu, mantan PNS yang tinggal di Bern, Swiss itu menemukan artikel berjudul “Ban Private Jets” di situs majalah sayap kiri Jacobin. Ia sepemikiran dengan penulis, tapi tak menyangka isunya jarang sekali dibicarakan. Huber pun tergerak membeli domain dan membuat situs banprivatejets.org. Akan tetapi, dia tak pernah membayangkan ini akan menjadi gerakan sosial yang cukup besar di kemudian hari. Huber sadar jet pribadi merupakan layanan yang sah, tapi dia cuma berharap diskusi yang muncul di tengah masyarakat dapat mengungkapkan betapa jarangnya kaum crazy rich diminta pertanggungjawaban atas dampak iklim yang mereka timbulkan, terlepas dari peran mereka yang cukup besar di dalamnya.
“Seharusnya orang-orang yang memiliki hak istimewa yang berkorban terlebih dulu,” tandas Huber saat dihubungi Motherboard. “Sangat tidak adil apabila orang-orang terkecil di masyarakat dituntut berhenti mencemari lingkungan, tapi si kaya tidak perlu mengorbankan apa pun.”
Huber memahami alasan netizen mengkritik gaya hidup Kylie yang tidak memperhatikan lingkungan, namun ia menyayangkan kecenderungan mereka memanfaatkan momen semacam ini untuk menghujat seseorang. Dia juga heran mengapa hanya Kylie yang disorot habis-habisan, sedangkan banyak kalangan elit lainnya yang bertindak seolah-olah peduli lingkungan tapi nyatanya tetap melakukan aktivitas yang mencemari lingkungan. Misalnya, Bill Gates menerbitkan buku bertajuk How to Avoid a Climate Disaster, pada saat dia sendiri memiliki empat jet pribadi yang menyumbang 1.629 ton CO2 sepanjang 2017. “Ini pasti ada kaitannya dengan prasangka dan kehormatan,” tuturnya.
Pesawat pribadi membutuhkan rata-rata 226 galon bahan bakar jet per jam. Sementara itu, bahan bakar jet mengeluarkan lebih banyak gas beracun dibandingkan dengan bensin biasa. Jenis perjalanan udara ini juga menghasilkan emisi gas rumah kaca tujuh kali lipat lebih banyak daripada satu kali penerbangan komersial dengan tiket kelas bisnis, 10 kali lipat lebih banyak daripada tiket ekonomi, dan 150 kali lipat lebih banyak dari yang dihasilkan kereta rel listrik. Ajakan boikot jet pribadi mungkin terdengar radikal, tapi sebenarnya belum seberapa jika mengingat betapa banyaknya alternatif lain yang sama-sama mewah. Selagi orang kaya masih bisa membayar kenyamanan yang diinginkan, mereka akan melakukan segala cara memastikan privasi mereka tak terganggu saat terbang.
Huber membandingkan anonimitas relatif dari gerakan “larangan jet pribadi” dengan banyaknya liputan media yang menyalahkan penumpang pesawat sebagai salah satu penyumbang karbon terbesar. Menurutnya, tindakan “flight shaming” ini buta kondisi sosial masyarakat. Upaya pembatasan penerbangan komersial yang umum ditemukan saat ini, seperti mengenakan pajak lebih besar, hanya akan merugikan orang-orang yang pada dasarnya jarang bisa naik pesawat terbang. Ini termasuk isu sensitif bagi Huber. Ibunya orang Kolombia yang merantau ke Eropa, sehingga pesawat menjadi satu-satunya pilihan untuk bisa pulang kampung ke negaranya. Huber bingung mengapa orang-orang seperti ibunya dituntut mengurangi perjalanan udara, sementara masyarakat kelas atas yang menciptakan polusi terbesar demi kenyamanan pribadi tidak diperlakukan serupa.
Huber berusaha mencari dukungan dari politikus lokal, tapi yang ia terima hanyalah penolakan bertubi-tubi. Menurutnya, kubu pertama menolak gerakan tersebut karena menilai penggunaan jet pribadi hanya menghasilkan segelintir kecil emisi, sedangkan kubu kedua sebetulnya tertarik dengan gerakan Huber tapi mereka merasa itu bukan persoalan penting. (Hasil penelusuran organisasi industri transportasi udara menunjukkan, penerbangan menyumbang sekitar dua persen dari emisi CO2 yang disebabkan oleh manusia, dan 12 persen emisi dari sektor transportasi. Namun, total dampak iklimnya, termasuk gas selain CO2 dan pelepasan langsung ke udara, menunjukkan angka emisi CO2 mentah mengecilkan dampak iklim dari industri penerbangan.)
Huber paham betul mengapa politikus enggan mengangkat isu ini. Sebagian besar dana yang dikucurkan untuk kampanye mereka berasal dari kalangan elit, yang kerap bepergian menggunakan jet pribadi. Selain itu, banyak politikus di berbagai negara yang terbang ke sana-kemari dengan jet pribadi. Mendukung larangan jet pribadi sama artinya dengan meng-cancel diri mereka sendiri.
Huber juga melihat diskusi seputar larangan jet pribadi dewasa ini hanyalah sebuah bentuk simbolis, yang menurutnya telah disadari oleh kalangan politik sayap kanan. Dia rutin memantau kabar terbaru tentang isu ini menggunakan Google Alert, dan memperhatikan betapa seringnya media sayap kanan mengungkapkan kemunafikan para pegiat iklim. Contoh terbaru seperti berita Fox News yang menghitung jumlah emisi yang dihasilkan jet pribadi milik keluarga John Kerry sejak ia menjabat sebagai “Utusan Khusus Presiden untuk urusan perubahan iklim”. Menurut perhitungannya, politikus yang mengaku peduli lingkungan itu telah menyumbang 300 metrik ton karbon dioksida. Nancy Pelosi dan Bill Gates juga kerap menjadi sasaran Fox News. Walaupun artikel-artikel ini memiliki agenda politik tersendiri, kritik yang disampaikan tepat sasaran. Beritanya acap kali mengutip ucapan politikus mengenai “ancaman besar” perubahan iklim terhadap umat manusia, tapi kemudian mengekspos nomor ekor pesawat milik para politikus tersebut yang ditemukan dari situs pelacak penerbangan.
“[Kelompok sayap kanan] selalu membicarakan isu jet pribadi dan menjadikannya bukti perubahan iklim bukanlah masalah besar,” tutur Huber. “Namun, mereka semakin menguatkan isunya dengan mengungkapkan kemunafikan sejumlah pihak yang mengaku sebagai pegiat iklim.”
Menurut Huber, sudah waktunya bagi kelompok sayap kiri-tengah dan kalangan elit untuk melakukan hal serupa. Selama ini, mereka terlihat vokal menyuarakan isu lingkungan, tapi nyatanya tidak pernah membuat perubahan. “Mereka tidak boleh mengabaikan isu jika ingin meraih kredibilitas,” simpulnya.