LIPUTAN4.COM, Jakarta – Peluang dilakukannya revisi Undang-Undang Pemilu tertutup sudah. Pemerintah dan DPR-RI sepakat untuk mencabut RUU Pemilu dalam Prolegnas Prioritas 2021. Centre for Indonesia Strategic Actions (CISA) pun menilai bahwa kemungkinan Pilpres 2024 kurang menarik.
“Tadinya Golkar, Nasdem tarik ulur soal RUU Pemilu. Praktis hingga kemarin sisa Demokrat dan PKS yang konsisten mendorong RUU Pemilu direvisi. Artinya bahwa Pilpres 2024 tidak menarik dan kemungkinan mengarah pada calon tunggal,” imbuh Herry Mendrofa, Direktur Eksekutif CISA pada Rabu (10/03/2021) melalui sambungan selulernya.
Dia mengatakan bahwa kepentingan Demokrat dan PKS mendorong revisi UU Pemilu itu agar kontestasi di 2024 menjadi lebih demokratis dan terhindar dari polarisasi politik di masyarakat.
“Tidak bisa dipungkiri realitas politik selama satu dekade ini membuat polarisasi politik maupun pembelahan sosial di masyarakat pasca pilpres terus terjadi. Salah satu faktornya adalah kandidatnya terbatas hanya 2 calon saja. Apalagi jika nantinya diarahkan pada calon tunggal,” ucapnya.
Menurutnya implikasi dari alotnya pembahasan RUU Pemilu di DPR-RI merupakan manifestasi deal-deal politik serta peta dukungan politik di 2024.
“Kecuali Demokrat dan PKS yang mendukung revisi, semua fraksi menolak revisi UU Pemilu jadi bisa disimpulkan bahwa pencalonan tunggal itu pun sarat akan spekulasi yang wajar karena koalisi pemerintah ditambah PAN yang diluar dari pemerintah saat ini pasti memiliki kepentingan yang sama,” tuturnya.
Apalagi Herry menyampaikan dampak dari dicabutnya RUU Pemilu dalam Prolegnas Prioritas dapat menjegal beberapa kandidat potensial yang berasal dari friksi politik alternatif saat ini.
“Dampaknya sangat jelas bisa menjegal calon potensial untuk Pilpres 2024 misalnya Anies dan AHY. Anies praktis akan sepi dari pandangan publik setelah 2022 karena seiring dengan berakhirnya masa jabatan sedangkan AHY harus mampu mengkonsolidasikan kekuatan lainnya untuk memenuhi ambang batas pencalonan Presiden/Wakil Presiden,” tandasnya.
Namun Dia berharap bahwa diantara partai koalisi pemerintah saat ini memiliki komitmen untuk merawat keberlangsungan demokrasi di Indonesia serta berinisiatif untuk menghindari calon tunggal di Pilpres 2024.
“Terus terang jika Golkar ataupun Nasdem membuka pintu koalisi dengan misalnya Demokrat dan PKS tentunya akan menarik karena memberikan kepastian kepada publik bahwa demokrasi di Indonesia masih berjalan efektif. Namun jika sebaliknya yang terjadi maka dipastikan bahwa persepsi tentang indeks demokrasi Indonesia akan terus menurun bahkan mengarah pada otoritarianisme,” pungkasnya.