Berita  

Review ‘War on Drugs’, Lagu Kampanye BNN yang Konon Bikin ‘Fly’ Pendengar

review-‘war-on-drugs’,-lagu-kampanye-bnn-yang-konon-bikin-‘fly’-pendengar

Sudah sejak lama birokrat kita percaya musik adalah alat propaganda terbaik. Kepercayaan ini kayaknya dijaga banget sama pemerintah sampai rela menutup mata dari pengalaman buruk lagu “Jangan Mudik” tahun lalu. Bermaksud meyakinkan masyarakat agar tidak mudik Lebaran, lagu ini justru jadi bulan-bulanan publik karena dinilai jelek aja belum. Ia juga gagal meyakinkan orang-orang untuk tidak pulang kampung. Akibatnya, angka penularan Covid-19 melonjak tajam pasca-Lebaran.

Namun, bukan pemerintah Indonesia namanya kalau patah semangat untuk terus relevan dengan anak muda. Dan kita harus terima bahwa cuma musik satu-satunya ide yang mereka miliki. Kali ini giliran Badan Narkotika Nasional (BNN) yang bergabung ke gelanggang dengan merilis lagu kampanye anti-narkoba berjudul “War on Drugs” pada 23 April lalu. (Apa dosa kita sampai dicekoki lagu kampanye selama dua Ramadan berturut-turut?)


Penilaian sekilas: lagu ini lebih baik. Berbeda dari “Jangan Mudik” yang bertema organ tunggal kurang bayaran, “War on Drugs” bermimpi menembus target pendengar anak muda lewat balutan R&B dan beat hip-hop 90’an. 

BNN sepertinya belajar dari pengalaman “Jangan Mudik” yang panen kritik karena dinyanyikan langsung oleh suara sumbang para pejabat. BNN cukup sadar diri buat minta bantuan musisi beneran untuk mengisi lagu ini. Terpilihlah solois R&B wanita ‘80-an Imaniar dan kelompok rap senior Neo sebagai pembawa pesan.

Namun sayang, respons anak muda kebanyakan enggak sesuai ekspektasi BNN. Terpaksa kami sampaikan kenyataan menyedihkan ini: “War on Drugs” panen ledekan warganet. Beberapa komentar mengocok perut bisa dilihat dari kolom komentar Twitter ini.

Posisi VICE: gelombang ledekan bisa subjektif karena dipengaruhi cara pandang dan sentimen anak muda yang dari sononya udah kesal sama BNN. Maka, udah menjadi kewajiban VICE untuk menilai lagu ini secara objektif, semata-mata agar lagu ini dinilai dari kacamata karya.

Mari kita mulai.

Para Musisi di Balik Lagu Ini

Kata orang, karya seni itu sifatnya personal. Artinya, kita enggak bisa memisahkan sebuah karya seni dari mereka yang menciptakannya. Makanya, melihat pencipta lagu “War on Drugs” menjadi penting. Siapa tahu kita bisa lebih mengerti mengapa lagu ini berbentuk demikian.

Kita mulai dari hierarki tertinggi. Lagu ini disebut sebagai kerja sama BNN dengan PT Relasindo Sinergi Utama. Relasindo adalah perusahaan “sahabat pemerintah” karena perusahaan ini kerap mengelola proyek negara, khususnya infrastruktur. Direktur Utama Relasindo bernama Amran Rusnadi. Ia adalah produser eksekutif alias pengelola dana proyek ini. Doi juga tercatat sebagai Ketua Koperasi Persatuan Artis Film Indonesia (PARFI). 

Dari sini kita pantas mengernyitkan dahi dan bertanya, mengapa proyek musik negara tidak dipegang langsung oleh musisi besar Indonesia? Itulah kawan, dari sini kita belajar keuntungan menjadi sahabat pemerintah.

Amran lantas menunjuk Imaniar sebagai produser musik. Imaniar kemudian menunjuk Iwang Noorsaid, saudara kandungnya yang dikenal tergabung dengan band jazz fusion Emerald dan band rock legendaris Godbless, untuk bertanggung jawab di ranah komposisi musik.

Tanpa mengurangi rasa hormat atas kemampuan bermusik semua orang yang sudah kami sebutkan, membuat lagu untuk anak muda namun dipegang sepenuhnya oleh orang-orang tua jelas bukan langkah bijak.

Lirik

Lirik diciptakan oleh Imaniar bersama Kepala BNN Kota Jakarta Selatan Dikdik Kusnadi. Isinya persis kayak orang tua lagi nasehatin anak-anaknya untuk menjauhi narkoba. Nah, masalahnya ya di situ, lagu ini bener-bener kayak orang tua lagi nasehatin anak-anaknya untuk menjauhi narkoba. Sikap merasa tahu segalanya ala boomer gini emang kurang disukai anak muda, terutama Generasi Z, yang justru lebih menghargai kolaborasi dan belajar bersama. 

Contohnya, lirik pada refrain: “War on drugs, everybody say/ war on drugs, let’s war/ war on drugs let’s fight and war.” 

Lirik tersebut menggambarkan sikap anti-sains. Penulis lirik mengabaikan data BNN sendiri, bahwa mayoritas pengguna narkotika di Indonesia adalah pemakai ganja. Menurut BNN pada 2019, jumlahnya sampai 63 persen.

Jika perang melawan narkotika artinya juga memerangi ganja, itu bukanlah solusi. Solusinya adalah meneliti manfaat ganja dan membuka kemungkinan pelegalan mariyuana medis. Banyak anak muda kelas menengah perkotaan yang mulai bersikap terbuka pada penelitian mariyuana, terlepas dari latar belakang religius maupun ideologinya.

Apalagi Desember 2020, seorang ibu diberitakan harus kehilangan anaknya yang mengidap lumpuh otak setelah terapi minyak ganja yang dilakukannya di Australia harus dihentikan sebab dilarang di Indonesia. Dwi Pertiwi, nama ibu tersebut, kini tengah menggugat UU Narkotika yang mengkriminalisasi ganja medis agar anak berpengidap lumpuh otak di Indonesia bisa ditolong.

Apabila ganja diregulasi ulang, bukan cuma tugas BNN yang makin ringan, problem overkapasitas lapas juga teratasi. Menurut Kemenkumham pada Maret lalu, dari 250 ribu napi di seluruh Indonesia, sebanyak 135 ribu adalah napi narkoba. Tidak ada data berapa persen napi narkoba yang tertangkap karena ganja, tapi jika ambil data 63 persen tadi, jumlahnya lumayan banget kan.

Anak muda butuh pemikiran dan tabiat progresif, lirik lagu ini gagal mencerminkan itu.

Musik dan Video

Dibuat oleh Iwang, “War on Drugs” dimainkan di nada dasar E. Satu hal yang paling kentara dari musik ini adalah bassline tematik berisi la-si-do-do sepanjang lagu. Bagi penggemar musik-musik Eminem, kita enggak bisa membohongi diri untuk tidak mengingat lagu “Godzilla” saat mendengar bassline  “War on Drugs”. Hanya beda nada dasar (“Godzilla” di F), keduanya persis banget. Kami tidak bermaksud menuduh Iwang melakukan plagiasi, namun sebagai kibordis salah dua band terbaik negeri ini, tidak salah dong kalau kami berharap lebih.

Apa yang pemirsa lihat di media sosial BNN hanyalah cuplikan semenit. Versi penuh lagu sekaligus klip video resmi yang ada bagian Neo-nya bisa didengar di akun YouTube War on Drugs dengan durasi dua menitan. Kami harus ingatkan bahwa Anda akan melihat Amran Rusnadi joget-joget cringe di mobil. Jangan tanyakan kami apa maksud kemunculannya di sana, kami pun bingung.

Kalau harus milih, bagian terbaik karya ini adalah Neo. Kehadiran tiga rapper beneran setidaknya bikin lagu jadi lebih keren, meski pesannya tak sampai. Lewat pembawaan yang swaggy, mereka lah satu-satunya bagian yang “anak muda banget”. 

Akhir kata, kualitas lagu “War on Drugs” jelas tidak seburuk karya pemerintah sebelumnya, terutama karena tidak menghadirkan suara sumbang pejabat. Namun, kami yakin lagu ini akan kesulitan menembus target anak muda sebagai tujuan kampanye anti-narkoba karena dibuat oleh para orang tua, bergaya orang tua, dan berisi wejangan serta cara pandang orang tua. Tidak ada dialog sama sekali.

Kabar baiknya: at least lagu masih bisa digunakan untu menginsyafkan para orang tua penyalahguna narkoba. Atau minimal, bisa juga diputar 24 jam tanpa henti ke tahanan KPK, seperti metode penyiksaan yang dilakukan sipir penjara Guantanamo kepada terduga teroris di Amerika Serikat.

Alhamdulillah enggak jadi mubazir.