Cerita-cerita berikut bisa jadi refleksi bersama kita: remaja Indonesia benar-benar rindu ajojing sampai kehilangan akal sehat. Minggu (11/4) lalu, redaksi VICE sudah cukup takjub dengan kabar tak masukakal, sebanyak 120 anak SMA di Jambi ditangkap polisi karena merayakan kelulusan sekolah dengan cara bikin pesta dugem di… aula kantor bupati.
Kini, belasan remaja di Sulawesi Selatan gantian diciduk karena menyulap bak pikap jadi diskotik berjalan dalam rangka… membangunkan warga sahur. Yah ketika akhirnya polisi turun tangan, ending seperti ini sudah ketebak, bukan?
Acara asyik berakhir pelik itu terjadi di Kelurahan Pompanua, Kecamatan Ajangale, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Pada Kamis (15/4) dini hari waktu setempat, sejumlah remaja menggelar sahur on the road dengan cara yang sudah disebut di atas. Video di bawah ini bisa menunjukkan, acara berlangsung fun, jogetannya asoy, musiknya juga enak dengan DJ yang lumayan. Pekikan ikonik “Sahur… sahur…” yang diaransemen dalam irama house music juga terdengar serasi, tidak dipaksakan. Masalahnya semua itu hanya penilaian musikal, bukan moral.
Karena emang bikin kontradiksi yang bisa bikin peneliti sosial berpikir keras, acara dugem di jalan ini tidak direspons gembira Polsek Ajangale. Polisi langsung menangkap belasan remaja yang terlibat acara tersebut. Mereka kemudian dihukum dengan cara wajib menerima siraman rohani dari penyuluh KUA Ajangale. Selain itu, MUI Sulawesi Selatan juga memberi komentar pedas.
“Membangunkan orang sahur, prinsipnya dan tujuannya bagus. Tetapi kalau cara yang dilakukannya melanggar nilai-nilai ajaran Islam yang luhur, maka ia menjadi tidak baik,” ujar Sekretaris MUI Sulawesi Selatan Muhammad Ghalib kepada Detik. Menurut Ghalib, poin pelanggarannya ada pada aksi joget-joget para remaja tersebut. “Apalagi di-shooting dan di-share ke mana-mana, itu sebenarnya menodai ajaran Islam yang sangat luhur,” tambahnya.
Kasus ini membuka mata kita, di Sulsel membangunkan sahur pakai musik disko sekalipun sebenarnya tak masalah. Jadi kalau para remaja tadi sedikit pikir panjang, lalu mengubah goyang ngebor mereka menjadi tarian manuk dadali, misalnya, niscaya acara sahur on the road made in Bone tersebut tak akan sampai diurus polisi.
Tengok saja video iring-iringan pawai bangunin sahur di Wajo, 2018 ini. Bukan cuma musiknya keras, kita harus mengapresiasi musik dimainkan live oleh seorang drummer dan dua gitaris (jangan-jangan satunya bassis?) secara santai di atas mobil yang sedang melaju. Pun video dari tahun 2019 ini. Sama-sama live band, lampu kelap-kelip ala akuarium cupang itu menambah aksentuasi pada musik yang beat rocksteady-nya sudah cukup asyik, halah.
Bukan cuma warga, tradisi musikal dalam ritual membangunkan orang sahur juga diadaptasi polisi. Itu bisa disaksikan pada video patrol sahur 2018 Polres Wajo berikut. Komentar kami: ritmisnya dapet, tapi harmoninya kurang karena alat musik yang dipakai cuma satu. Selingan sirine mobil polisi juga mengganggu suara musik.
Dari pencarian di internet, kami rasa jadi tak berlebihan jika menyebut pawai sahur di berbagai daerah di Sulsel memang dinamis. Mulai dari live band outdoor seperti yang disebut tadi, musik drumband plus para penarinya, langgam Melayu dari atas truk, hingga irama disko dari atas gerobak yang menerima rikues lagu dari warga. Mau hiburan indoor pun ayok.
Mengutip salah satu judul video di YouTube, passion band Ramadan di Sulsel tampak dianggap sebagai cara menyukseskan “serunya bangunin sahur di kampung”. Makin keren karena tujuan utamanya tetap bangunin orang sahur. Kayak kata pemuda di Tanasitolo ini, kalau masih belum bangun juga, “Kami akan tambah suaranya nanti.” Semangat yang luar biasa.