Berita  

Rasisme Pada Patrich Wanggai Puncak Gunung Es Problem Laten Sepakbola Indonesia

rasisme-pada-patrich-wanggai-puncak-gunung-es-problem-laten-sepakbola-indonesia

Microsoft sepertinya bisa segera mengganti hasil survei kelakuan netizen Indonesia di internet dari predikat “kurang sopan” menjadi “kurang ajar”. Setelah puas membantai cabang olahraga badminton dan catur lewat kata-kata kasar pada drama All England dan Dewa Kipas beberapa waktu belakangan, kini netizen menyasar sepak bola begitu Piala Menpora resmi dimulai. Pemain PSM Makassar Patrich Wanggai jadi korban terbaru. Kali ini lebih biadab, Wanggai yang WNI diserang komentar rasis.

Perilaku tak beradab itu dipicu ketika PSM Makassar baru saja memenangi pertandingan melawan Persija Jakarta pada babak penyisihan Grup B Piala Menpora di Stadion Kanjuruhan Malang, Minggu (21/3). Pertandingan berakhir 2-0, salah satunya berkat gol sepakan kiri menyusur tanah Patrich Wanggai.


Ternyata, ada pihak-pihak yang tidak menyenangi kemenangan PSM Makassar dan menumpahkan amarahnya pada Wanggai, sang pencetak gol. Komentar rasis memuakkan seperti penyebutan “monyet”, “hitam goblok”, dan “anjing hitam” tumpah ruah di kolom komentar Instagram pribadi pesepak bola kelahiran Papua tersebut. 

PSM Makassar bertindak cepat. CEO PSM Munafri Arifuddin mengirim surat pengaduan resmi ke Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) mempermasalahkan rasisme yang diarahkan ke pemain andalannya.

“Suka cita kami menjadi tercoreng dengan tindakan segelintir orang yang ‘menyerang’ secara pribadi pemain kami Patrich Wanggai dengan komentar bernada kasar, mengejek, dan rasis. Tindakan tersebut tak dapat diterima oleh akal sehat juga merendahkan martabat kita semua, pelaku sepak bola Indonesia, tanpa terkecuali dan tentu saja tidak berada dalam koridor kesopanan dan jauh dari kesan saling menghargai sesama manusia,” tulis Munafri lewat surat resmi terkait sikap klub.

Pemain Persija Marc Klok turut mengecam komentar rasis netizen terhadap pemain yang mengalahkan timnya. Lewat pernyataan di Instagram pribadi, Klok menyebut rasisme sebagai sesuatu yang menjijikan. 

“Tidak penting apakah kamu PSM atau Persija, rasisme tidak seharusnya jadi bagian dari sepak bola. Ini semua harus berubah, dan harus berubah sekarang!” kata Klok. Selain rasisme kepada Wanggai, hujatan pedas juga didapat bek Persija asal Brasil, Yann Motta, setelah blundernya memicu gol kedua PSM Makassar tercipta.

Tak butuh lama untuk salah satu pelaku ujaran rasis tersebut terungkap identitasnya. Pada Selasa (23/3) siang, pesepakbola Syamsir Alam mengunggah video permintaan maaf dari salah satu pemilik akun yang berkata kasar kepada Wanggai.

Dalam video, si pelaku yang berhasil ditangkap ini meminta maaf dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Sayangnya, sampai berita ini dituliskan belum ada pernyataan resmi dari PSSI sebagai otoritas tertinggi, menanggapi rasisme di Piala Menpora.

Meski demikian, di Twitter, sebagian penggemar berusaha menoleransi hinaan rasis, dengan dalih Wanggai lebih dulu memprovokasi pendukung Persija lewat selebrasi golnya. Hal ini menunjukkan ketidakmampuan sebagian suporter memisahkan fanatisme pada tim kesayangan, dengan perilaku rasis yang jelas bertentangan dengan standar etik universal.

coba deh.jpeg

Ini bukan kali pertama pemain berkulit hitam mengalami hinaan rasis dari supoter. Pada 2013, suporter Persija juga mengolok gelandang Persib asal Kamerun, Mbida Messi, dalam pertandingan di lokasi netral Stadion Maguwoharjo, Sleman, Yogyakarta. Ketika pemain Persib sedang melakukan pemanasan, beberapa suporter dengan atribut oranye mencibir “Messi..Messi..monyet..monyet.”

Jauh sebelumnya, pada 2007 pengurus tim Persipura Jayapura bercerita kalau para pemain mereka sudah kenyang diteriaki monyet oleh suporter lawan saat bermain tandang.

Rasisme adalah penyakit serius dalam sepak bola secara global, bukan hanya di Indonesia. Laporan tahunan Kick It Out menyatakan ada peningkatan ungkapan kebencian terkait ras di pertandingan sepak bola dan media sosial sepanjang musim 2019/2020 dibanding musim sebelumnya.

Pada pertandingan profesional, kasus diskriminasi yang ketahuan naik dari 313 kasus menjadi 446 kasus, sedangkan komentar rasis naik dari 184 ke 282. Kick It Out juga menerima 117 laporan terkait pelecehan atas orientasi seksual, bandingkan dengan 60 kasus pada musim lalu. Tren peningkatan sama juga terjadi di pertandingan sepak bola amatir.