DPRD Kota Tangerang memutuskan membatalkan pengadaan bahan seragam untuk anggota dewan tahun ini setelah dua hari diserang warganet. Sejak kemarin, muncul kabar bahwa bahan seragam anggota dewan di kota ini akan menggunakan merek-merek haute couture seperti Louis Vuitton. Meski keputusan ini membuat lega warga Tangerang, misteri “bahan Louis Vuitton” di kasus ini belum terjawab.
“Berdasarkan hasil rapat koordinasi yang kami lakukan tadi, akhirnya diputuskan bahwa pengadaan pakaian dinas tahun 2021 dibatalkan,” kataKetua DPRD Kota Tangerang Gatot Wibowo, pada Selasa (10/8), dilansir Okezone.
Ada dua isu dalam kasus ini yang memancing kemarahan pada DPRD Kota Tangerang. Selain pengadaan 250 setel baju berbajet sampai Rp1,2 miliar dianggap enggak sensitif sama kondisi rakyat yang lagi prihatin karena pandemi, penggunaan bahan bermerek dunia emang ngasih alasan buat ngamuk.
Info awal kasus ini muncul dari anggota Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (Pokja ULP) DPRD Kota Tangerang, Hadi Sudibjo, kemarin (9/8). Ia membenarkan bahwa seragam legislator setempat akan dibuat dari bahan bermerek. Untuk 50 anggota dewan, masing-masing akan mendapat 5 setel seragam. Rinciannya, 2 setel pakaian dinas harian berbahan Louis Vuitton, 1 setel pakaian sipil resmi merek Lanificio Di Calvino, 1 setel pakaian sipil harian merek Theodore, dan 1 setel pakaian sipil lengkap merek Thomas Crown.
“Di antaranya Louis Vuitton, ini untuk yang PDH,” ujar Hadi dalam rekaman audio yang diterima wartawan, dilansir Detik. Tahun lalu, pengadaan bahan seragam “hanya” di angka Rp312,5 juta.
Penggunaan merek-merek mahal ini antara masuk akal dan tidak. Secara anggaran, pengadaan bahan saja nilainya Rp675 juta. Lalu ongkos jahit disebut bernilai Rp600 juta. Jadi jika direrata, tiap setel pakaian dewan Kota Tangerang ini memakan biaya Rp2,7 juta untuk bahan dan Rp2,4 juta untuk jahit. Busyet, udah kayak jahit baju kawinan.
Walau mahal untuk ukuran biaya bikin seragam yang dibayarin rakyat, harga sekian sangat rendah jika melihat merek yang dipakai. Ya kali Rp5,1 juta udah dapat LV satu setel. Semakin aneh karena Louis Vuitton Indonesia telah mengonfirmasi bahwa mereka enggak jual kain meteran. Dikata butik di Pasar Mayestik apa gimana sih?
“LV tidak pernah ada segmen bisnis untuk penjualan fabric material or uniform,” terang Communication Manager Louis Vuitton Indonesia Eunike Santosa kepada CNN Indonesia, Selasa (10/8).
Begitu kabar ini mengemuka, Ketua DPRD Kota Tangerang Gatot Wibowo bilang doi enggak ngerti sama sekali sama segala macam ini. “Jadi langsung saya jawab, pertama kita tidak pernah unjuk merek, kita tidak pernah nyebut merek, proses merek itu lahir saya enggak tahu pasti, tapi analisis saya itu bisa saja saat proses lelang,” tutur Gatot pagi tadi, dikutip Detik.
Saking tingginya sentiment negatif medsos, Kementerian Dalam Negeri perlu unjuk bicara. Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri Mochamad Ardian Noervianto mengatakan kepada Kompas, minta agar pakaian dinas dibeli dari produk lokal, serta mengimbau belanja daerah prioritaskan pengeluaran produktif. Mungkin karena sudah sampai dikomentari Kemendagri, hari ini juga DPRD Kota Tangerang menggelar rapat yang hasilnya disebut di atas tadi.
Walau protes warganet berbuah, gimana ceritanya ada bahan bermerek Louis Vuitton dkk. tadi masih jadi misteri. Apakah bahan ini dibeli di pasar gelap? Atau ini akal-akalan pedagang Tanah Abang?
Sayang, hingga saat ini, CV Adhi Prima Sentosa sebagai pemenang tender pengadaan ini belum buka suara. Dilihat di arsip internet, perusahaan di Cirebon ini emang spesialis tender tekstil di lingkungan pemerintahan.
Mereka pernah ikut tender dari Banten, Jawa Tengah, Bali, sampai Ambon. Di Banteng, perusahaan ini lumayan sering menang, seperti dalam pengadaan kain sarung di Cilegon dan pengadaan pakaian anggota DPRD Banten. Pada 2018 lalu, CV Adhi Prima Sentosa juga kebagian menang tender pakaian DPRD Tangerang yang bahkan nilainya lebih tinggi, Rp800-an juta.