Iguana batu Sister Islands hanya dapat ditemukan di Cayman Brac dan Little Cayman, dua dari tiga Kepulauan Cayman di Laut Karibia. Namun, maraknya pembangunan di wilayah yang dikenal sebagai surga pajak, serta kehadiran binatang lain seperti iguana hijau, telah menyebabkan turunnya populasi spesies langka secara drastis. Jumlahnya saat ini diperkirakan kurang dari 2.000 ekor.
Kementerian Lingkungan Cayman telah memerintahkan pemusnahan iguana hijau dalam rangka melindungi iguana batu dari kepunahan. Reptil itu bukan satu-satunya yang menjadi sasaran, karena juga ada kucing liar yang dianggap menjadi ancaman terbesar bagi anak iguana.
Kesimpulan tersebut diambil setelah pemerintah melakukan berbagai upaya untuk menyelamatkan iguana, termasuk mengurung iguana yang terancam punah, membuka layanan hotline khusus melaporkan kematian iguana, hingga menyebarkan alat pemancar dan kamera jebakan guna menentukan penyebab utama berkurangnya jumlah iguana.
Menurut laman FAQ pemerintah Cayman, hanya dua dari 28 alat pemancar yang membuktikan iguana dimangsa kucing. Akan tetapi, temuan itu semakin memperkuat tekad pejabat setempat untuk memusnahkan kucing liar demi kelangsungan hidup iguana. Rencana tersebut nyaris terlaksana pada 2018, tapi segera dicegat oleh Feline Friends dan Cayman Islands Humane Society.
Kedua organisasi penyayang binatang menyarankan alternatif, seperti “Trap, Neuter, Vaccinate, Release” (TNVR)—menangkap kucing liar untuk dikebiri, lalu dilepasliarkan ke habitat awalnya.
Putusan pengadilan dicabut tahun ini, dan kedua badan amal akhirnya sepakat untuk menyelesaikan perkara guna menutup kerugian sebesar 25.000 Dolar Kepulauan Cayman (mata uang lokal), setara Rp469 juta.
Program pemerintah diwarnai perdebatan alot antara kelompok konservasi dan penyayang binatang. Pegiat konservasi berpendapat program TNVR tidak bisa menjadi solusi cepat mengatasi krisis kepunahan iguana, sedangkan aktivis hewan menyebut jumlah kucing liar sulit dikontrol tanpa sterilisasi. Selain tidak manusiawi, pemusnahan dinilai kurang efektif karena kucing yang belum disteril mudah berkembang biak, yang dapat membuat populasinya semakin tidak terkendali.
Meta analisis, yang diterbitkan dalam jurnal Nature Communications pada 2013, memprakirakan kucing secara global membunuh hingga 22 miliar binatang per tahun. Peneliti Pete Marra, yang merupakan anggota konservasi, yakin kucing sudah overpopulasi, sehingga pembunuhan massal jadi cara terakhir menyelamatkan spesies burung. Namun, hasil penelitian Marra ditentang habis-habisan karena katanya cacat dan berlebihan. Humane Society AS mengungkapkan angka pastinya belum diketahui. Sementara itu, kelompok advokasi seperti Alley Cat Allies mengklaim penelitian yang dianalisis sengaja dipilih supaya bisa sampai pada kesimpulan tersebut.
Di saat para pencinta burung seperti Marra bersikeras pemusnahan adalah cara terbaik mengontrol populasi predator, banyak lainnya berpandangan kucing dijadikan kambing hitam selama ini. Pasalnya, aktivitas manusia telah terbukti berperan besar dalam rusaknya lingkungan di Kepulauan Cayman.
Daftar Merah IUCN, yang mengategorikan spesies terancam punah, menjadikan ledakan pembangunan jalan dan real estat di area sensitif sebagai alasan lain populasi iguana batu Sister Islands turun drastis. Pada 2010, kematian sekitar 10 persen iguana batu dikaitkan dengan kendaraan di jalan raya. National Trust Kepulauan Cayman bahkan menunjukkan, kebanyakan hewan melata ini terdapat di sekitar area pembangunan “Desa Mekar”, salah satu proyek pembangunan besar di Little Cayman.
‘Darwin Plus’
Pemerintah Little Cayman telah menyusun rencana memasang microchip pada “kucing pendamping” di pulau kecil itu. Programnya dilanjutkan dengan menangkap kucing di jalanan pakai jebakan, baru setelah itu menyuntik mati kucing-kucing yang tidak punya microchip. Walau pejabat setempat mengatakan hanya akan mengurangi jumlah kucing secara terbatas untuk saat ini, mereka tengah menyelidiki kemungkinan dilakukannya pemusnahan massal di seluruh pulau.
Pemerintah Cayman mendapat kucuran dana sebesar £484.227 (Rp9,28 miliar) dari Kementerian Lingkungan Inggris (Defra) untuk melaksanakan program ini, yang menjadi bagian dari upaya pelestarian keanekaragaman hayati yang digalakkan pemerintah Inggris, bernama “Darwin Plus”. Pengendalian populasi kucing di Kepulauan Cayman akan dipimpin oleh Royal Society for the Protection of Birds (RSPB), yang piagam kerajaannya diberikan oleh Raja Edward VII pada 1904.
RSPB dengan bangga memamerkan keberhasilannya mengatasi kelebihan populasi kucing di beberapa daerah, seperti kepulauan Turks & Caicos. Juru bicara RSPB menerangkan, proyeknya di wilayah bebas pajak dilaksanakan berdasarkan hasil pengamatan pemerintah di Sister Islands selama beberapa tahun terakhir. Kucing liar diidentifikasi sebagai “pendorong utama” berkurangnya populasi iguana batu yang drastis. Menurut juru bicara, kesimpulannya dibuat sesuai laporan warga dan hasil jepretan kamera jebakan.
Dia melanjutkan, TNVR tidak efektif “menghilangkan spesies invasif non-asli”, terutama saat dibutuhkan “solusi cepat untuk menangani masalah konservasi”.
Juru bicara Kementerian Keberlanjutan & Ketahanan Iklim menolak permintaan Motherboard untuk berkomentar, sedangkan Defra tidak menanggapi permintaan kami.
Kucing adalah “hama”
RSPB mengemukakan, sudah banyak karya ilmiah menyoroti ancaman yang dimiliki kucing liar jika dibiarkan berkembang biak di luar jangkauan alaminya. Sejumlah laporan mengklaim kucing menjadi penyebab kepunahan sedikitnya 14 persen burung, mamalia dan reptil di daerah kepulauan. Tak sedikit ahli konservasi yang mengusulkan pemusnahan kucing sebagai cara melindungi satwa liar.
“Ada kalanya pemusnahan dibutuhkan untuk mencegah kepunahan keanekaragaman hayati. Itulah sebabnya kami menjajaki kemungkinan membasmi kucing liar di Little Cayman sebagai solusi permanen,” kata juru bicara, tapi tidak menerangkan lebih lanjut rencananya.
Namun, program pembasmian kucing yang dilakukan di berbagai negara telah membuktikan ucapan kelompok penyayang binatang ada benarnya. Contohnya seperti yang terjadi di Isla Isabel, pulau tropis berhutan lebat dekat Puerto Vallarta di Pantai Pasifik Meksiko. Populasi kucing liar dihabisi sebagai upaya melindungi burung laut yang bertengger di jalanan. Alih-alih terwujud sesuai harapan, yang terjadi justru sebaliknya. Populasi tikus “meledak gila-gilaan” sejak hilangnya kucing, yang semakin mengancam keselamatan burung laut. Tikus menjadi sasaran selanjutnya, tapi upaya pembasmian tak kunjung memberi lingkungan aman untuk burung. Dengan tidak adanya kucing dan tikus yang mengendalikan ular, telur burung laut kini dimangsa reptil.
Pulau Marion telah membasmi 3.400 ekor kucing selama lebih dari 19 tahun. Jumlah burung laut memang meningkat sejak overpopulasi kucing teratasi, tapi hasil penelitian mengungkap laju pemulihan populasi spesies lain lebih lambat dari yang diperkirakan, atau bahkan tidak terjadi sama sekali, karena banyaknya tikus di sana. Dan kini, 50 tahun sejak pemerintah setempat membasmi kucing untuk pertama kalinya, mereka tengah merencanakan pemusnahan tikus.
Kita hanya bisa menantikan apakah proyek Darwin Plus benar-benar efektif menyelamatkan iguana batu dari kepunahan. Namun, Peter Wolf, analis kebijakan di Best Friends Animal Society, menyampaikan masih ada cara yang lebih baik untuk melindungi keanekaragaman hayati dari krisis.
Dia melihat adanya peluang keberhasilan program TNVR di Kepulauan Cayman asalkan kucing-kucing dipindahkan ke lokasi tertutup setelah disteril. “Menjadikan kucing sebagai populasi tertutup bisa memberikan solusi nyata. Selain mempermudah sensus populasi kucing dan iguana, pemerintah juga bisa melacak dampak upaya steril yang ditargetkan,” katanya kepada Motherboard.