LIPUTAN4.COM,JAKARTA- Presiden telah melantik dan mengambil sumpah 7 Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan 5 Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang baru terpilih pada hari ini Selasa (12/4). Pelantikan sendiri dilakukan di Istana negara secara luring dan dapat disaksikan secara daring.
Menanggapi pelantikan tersebut, Pengamat Pemilu, dari Rumah Demokrasi, Ramdansyah memberikan ucapan selamat dan menyoroti sejumlah hal khususnya, terkait gelaran pemilu.
Menurutnya, semua pihak harus mendukung KPU dan Bawaslu yang akan menggelar tahapan pemilu dengan jurdil, bebas dan rahasia.
Ramdansyah mengapresiasi harapan Presiden Jokowi yang meminta agar payung hukum yang dibutuhkan untuk Pemilu dan Pilkada serentak 2024 segera diselesaikan.
“KPU dan Bawaslu juga harus diberikan dukungan payung hukum yang jelas. Asas kepastian hukum menurutnya hal itu sangat penting. Menjadikan perlindungan terhadap warga negara. Terutama mereka yang menjadi peserta pemilu,” jelas Ramdansyah, saat dialog di sebuah radio swasta, Selasa (12/4).
Ramdansyah juga menyoroti soal kepastian hukum. Ia memberikan contoh tentang uji materi MK yang diajukan oleh Arief Budiman dan Evi Novida Ginting. Terkait dengan frasa keputusan DKPP yang bersifat final dan mengikat.
“Itu pernah diputuskan pada ketika saya uji materi tahun 2013-2014. Waktu itu sudah diputuskan oleh MK dan kemudian ketika dalam Surat presiden kepada DPR yang ada naskah akademiknya pasal mengenai Keputusan DKPP bersifat final dan mengikat sudah tidak ada lagi.” jelas Ramdansyah.
Namun demikian pimpinan Rumah Demokrasi ini mengaku keheranan, karena frasa ini muncul lagi dalam UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. “Kan, ini sudah kami sampaikan juga dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Panitia Khusus (Pansus) RUU Pemilu di DPR RI,”tambahnya.
Menurutnya hal Ini bukan wilayah open legal policy-nya DPR. Kalau sudah jadi putusan MK, maka tinggal dilaksanakan dan dimasukan dalam RUU Pemilu. “Terlebih lagi Surat Presiden dan Naskah Akademik dari Eksekutif sudah menghapus hal tersebut,”tambahnya.
Selain putusan MK tentang DKPP yang diabaikan oleh DPR RI, Ramdansyah memberikan contoh lainnya, terkait putusan uji materinya yang dikabulkan MK. “Hal yang sama ketika saya menguji Pasal 222 dari UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang menyatakan verifikasi partai politik hanya berlaku untuk partai baru saja.
MK mengabulkan gugatan, sehinggga terjadi perubahan Peraturan KPU. Pembahasan sampai 2x di DPR antara Pemerintah, DPR, KPU, Bawaslu dan DKPP bahkan sampai tengah malam. Akhirnya Peraturan KPU yang keluar adalah cacat, karena terjadi diskriminasi metode verifikasi.
“Awalnya random sampling berubah menjadi purposive sampling,”ujar Ramdansyah yang menyelesaikan pascasarjana di Statistik Kesehatan FKM UI.
Terakhir ia menjelaskan bahwa Payung hukum, peraturan KPU, Bawaslu dan UU itu harus sinkron. Ia mencontohkan ada sekitar 9 Sistem Informasi Manajemen KPU, tetapi hanya ada dua yang disebutkan dalam UU pemilu.
“Ini harus diperhatikan oleh DPR mana yang wajib masuk dan mana tidak. Payung hukum itu untuk mempermudah tugas tugas KPU dan Bawaslu,”jelasnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi meminta kepada anggota KPU dan Bawaslu yang baru agar langsung mempersiapkan pemilu dan pilkada serentak 2024. Hal itu disampaikan Jokowi saat memberikan pengantar saat Rapat Terbatas pada Minggu (10/4/2022).
Adapun nama anggota KPU masa jabatan 2022-2027 yang dilantik oleh Presiden Jokowi, yakni Betty Epsilon Idroos, Hasyim Asy’ari, Mochammad Afifuddin, Parsadaan Harahap, Yulianto Sudrajat, Idham Holik dan August Mellaz
Sedangkan anggota Bawaslu masa jabatan 2022-2027 yang dilantik yakni, Lolly Suhenty, Puadi, Rahmat Bagja, Totok Hariyono dan Herwyn Jefler Hielsa Malonda.
Berita dengan Judul: Presiden Lantik KPU dan Bawaslu, Pengamat: Penyelenggara Pemilu Butuh Kepastian Hukum pertama kali terbit di: Berita Terkini, Kabar Terbaru Indonesia – Liputan4.com. oleh Reporter : taufik