Liputan4.com| Bandung- kasus prostitusi online melalui aplikasi Michat yang terjadi di beberapa hotel, seperti di jalan M. Toha dan jalan Kopo Kota Bandung. Identiknya hotel yang di jalan M Toha tersebut kamar no 19, ditempati seperti rumah sendiri. Dalam pengungkapan tersebut, terdapat mucikari sepasang suami isteri, berperan sebagai orang yang menawarkan jasa wanita.
Mucikari, menawarkan jasa wanita itu lewat aplikasi Michat. Tiap wanita dikenakan tarif senilai Rp. 300 ribu sampai Rp. 500 ribu. Dari keterangan pelaku yang sering menggunakan aplikasi mechat untuk open BO sebut saja Rudi asal garut, bersama Sarah alias PH, praktik prostitusi itu sudah dilakukan selama satu tahun.
Modusnya mereka masuk ke aplikasi Michat beberapa wanita ini bagian dari grup Michat-nya,” ucap dia.
Terbongkarnya praktik-praktif prostitusi dengan berbagai modus dan pola di beberapa kota di Indonesia oleh kepolisian patut diapresiasi.
Namun, jika negara mulai dari eksekutif, legislatif, penegak hukum, dan masyarakat tidak serius menanggulangi prostitusi, maka prostitusi akan dianggap hal yang wajar dan biasa, terutama oleh generasi muda Indonesia. “Kalau kita tidak serius dan bertindak cepat, saya khawatir praktik-praktik prostitusi dianggap hal normal dan biasa oleh masyarakat. Karena memang hukum kita juga menganggap praktik ini kejahatan yang biasa saja, padahal ini penyakit sosial yang sangat berbahaya bagi anak dan remaja kita.
Menurut Irfan, asal kiaracondong, tidak adanya undang-undang yang melarang pelacuran dan tidak ada larangan hukum terhadap orang yang melakukan relasi seks di luar pernikahan, menjadi salah satu sebab maraknya prostitusi di Indonesia. Dalam KUHP yang dilarang dan diancam hukuman adalah praktik germo (Pasal 296 KUHP) dan mucikari (Pasal 506 KUHP). Prostitusi jadi semakin marak karena juga kemajuan teknologi informasi yang membuat praktik ini semakin mudah dilakukan.
“Bagaimana prostitusi tidak tumbuh subur, hukuman maksimal itu cuma setahun dan denda hanya lima belas ribu rupiah, padahal ada praktik perbudakan dan human trafficking di situ. Sementara untuk pelaku (PSK dan pelanggan) belum ada hukum yang mengatur. Makanya jangan heran pekerjaan sebagai mucikari, PSK, dan orang yang sering menyewa PSK di beberapa komunitas masyarakat menjadi hal yang biasa saja,” tukas Irfan
Oleh karena itu, lanjut irfan, perlu sebuah undang-undang yang tegas melarang praktik prostitusi di Indonesia. Saat ini yang dibutuhkan adalah, baik pemerintah, DPR, DPD, tokoh agama dan masyarakat adalah duduk bersama mencari solusi persoalan ini. Irfan, mengharapkan, dalam waktu dekat ini, DPR bersedia memasukkan larangan dan sanksi hukum yang tegas terhadap praktik prostitusi terutama kepada para pelanggan dan mucikari, dalam revisi KUHP.
(Edis Wijaya)
Berita dengan Judul: Praktik Prostitusi Online Lewat Aplikasi Michat Makin Marak pertama kali terbit di: Berita Terkini, Kabar Terbaru Indonesia – Liputan4.com. oleh Reporter : Edis Wijaya