Berita  

Polri Wajibkan Anggota Pasang Kamera Tubuh, Diharap Tekan Kasus Pungli dan Kekerasan

polri-wajibkan-anggota-pasang-kamera-tubuh,-diharap-tekan-kasus-pungli-dan-kekerasan

Sesudah tagar #PercumaLaporPolisi muncul pada pertengahan 2021, kritik ke institusi Polri cukup marak sampai artikel ini tayang. Uniknya, tingkat kepercayaan publik kepada Polri diklaim tertinggi sepanjang sejarah menurut salah satu lembaga survei, meski banyak kelompok masyarakat yang mempertanyakan keabsahan survei tersebut.

Di tengah sorotan publik itu, muncul ide memakaikan kamera badan pada polisi Indonesia yang digagas Kapolri Listyo Sigit Prabowo. Bisa aja sih kita mikir, usaha ini merupakan perbaikan internal Polri usai gelegar keluhan #PercumaLaporPolisi. Sayang sekali, Instagram Divisi Humas Polri mengimplikasikan kamera badan polisi tujuannya mencegah pungli doang.


Sebagai awalan, kamera badan bakal mulai dicobakan pada personel lapangan Polda Metro Jaya. Jika dinilai berdampak dan efektif, nantinya semua polisi lapangan di Indonesia bakal memakai kamera badan ini. Belum ada informasi sih hasil rekamannya boleh diunggah jadi konten TikTok apa enggak.

“Worn camera atau kamera pengawas juga mendukung upaya Polri dalam meningkatkan akuntabilitas dan transparansi. Polda Metro Jaya akan menjadi percontohan pertama penggunaan worn camera tersebut,” tulis akun Instagram Divisi Humas Polri.

Juru Bicara Kompolnas Poengky Indarti mengaku usulan pihaknya lagi dipertimbangkan polisi. “Hal ini sesuai dengan rekomendasi Kompolnas, body worn camera sangat bagus untuk mengawasi kinerja anggota di lapangan agar tidak melakukan penyimpangan, misalnya agar tidak melakukan penyimpangan, misalnya agar tidak melakukan kekerasan berlebihan, atau tidak melakukan pungli serta tindakan arogan,” kata Poengky dilansir Kompas, Minggu (2/1).

Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menyambut kebijakan dengan positif. Pihak mereka jua lah yang konsisten merekomendasikan pemakaian kamera di tubuh aparat. Penggunaan teknologi ini, dan juga dashboard camera (kamera di mobil polisi), diyakini Kompolnas bisa menekan angka penyimpangan aparat di lapangan, sekaligus jadi bukti kuat untuk membantu kasus-kasus yang melibatkan aparat.

Body-worn camera akan digunakan anggota yang bertugas di lapangan, antara lain reserse, satuan lalu lintas, sabhara, binmas, dan brimob,” tambah Poengky. 

Sayang, ada beberapa faktor yang memaksa kita untuk tetap skeptis sama kebijakan camera tubuh ini. Pertama, pengawasan kamera tubuh akan diserahkan pada internal Polri dalam Divisi Profesi dan Penanganan (Propam). Pasalnya, lembaga ini kerap dikritik karena seringkali memberikan hukuman kelewat ringan, atau sekedar mutasi, kepada aparat penegak hukum yang menyalahgunakan wewenang. Tujuan pemberian efek jera tidak begitu terasa.

Kedua, Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya pernah sesumbar soal pembagian 100 unit kamera tubuh untuk anggota patroli jalan raya (PJR) awal 2020 silam. Kasatgas ETLE Ditlantas Polda Metro Jaya Arif Fazlurrahman sempat menjelaskan kepada media pada 11 Desember 2019 bahwa pihaknya sudah memasang 16 kamera tubuh pada anggota yang bertugas.

“Mulai minggu depan body cam ini kita distribusikan. rencana ada 16 kamera yang akan kita bagikan kepada 7 induk petugas PJR, awal tahun [2020] ditargetkan 100 [body camera yang dibagikan],” kata Arif. Sampai saat ini, belum ada kelanjutan bagaimana hasil penggunaan teknologi seharga Rp15 juta per unit tersebut. Apakah berdampak positif dalam menunjang kinerja? Entahlah.

Ketiga, riset menunjukan kamera tubuh tidak serta merta mempengaruhi kinerja polisi dalam menggunakan kekerasan. Pada 2017, penelitian berjudul “Evaluating the Effects of Police Body-Worn Cameras: A Randomized Controlled Trial” melaksanakan percobaan acak penggunaan kamera tubuh pada lebih dari 2.000 polisi di Washington, D.C. Secara statistik, teknologi ini tidak mengurangi jumlah kekerasan aparat dan jumlah komplain masyarakat atas ulah aparat. Jumlah aparat yang ketahuan nakal juga tidak bertambah. Artinya, penggunaan kamera tubuh enggak ngaruh-ngaruh amat.

Jurnal riset terbaru berjudul “Body-Worn Cameras in Policing: Benefits and Costs”, terbit 2021 mendapat hasil bahwa rata-rata kamera tubuh memang menekan angka kebrutalan polisi, tapi hanya 10 persen.

Sementara, riset yang bakal bikin kalian lebih pesimis lagi: penelitian terbit pada 2016 berjudul “Body-Worn Cameras and the Courts: A National Survey of State Prosecutors”, melaporkan bahwa 92,6 persen kantor kejaksaan di yurisdiksi AS dengan kebijakan kamera tubuh di aparat malah menggunakan rekaman sebagai bukti menjerat warga, hanya 8,3 persen yang menggunakan rekaman kamera tubuh untuk menjerat polisi.