Rangga Tias Saputra akhirnya ditangkap polisi pada pada Rabu (19/5) malam waktu setempat. Lelaki 27 tahun tersebut ditangkap setelah ditetapkan aparat sebagai tersangka kasus pemerkosaan anak di bawah umur sekaligus permapokan.
Aksi bejat ini dilakukan pada Sabtu (15/5) pukul lima dinihari dengan bantuan Risky Panjaitan (29) dan Abdul Harahap (35). Kedua tersangka lain sudah ditangkap polisi duluan, sehari setelah kejadian.
Kronologi singkatnya, Rangga dan Risky berboncengan motor dengan niatan mencari rumah untuk disatroni. Setelah menemukan target pencurian, Rangga mengendap masuk seorang diri lewat ventilasi di bawah penjagaan Risky yang bertugas mengawasi keadaan sekitar. Berhasil masuk, Rangga mendapati remaja putri, berinisial AS (15), sedang berbaring di ruang tengah sembari bermain ponsel.
Pelaku langsung menyekap AS dari belakang, membisikkan ancaman pembunuhan apabila AS berani berteriak. Di saat itulah tersangka memperkosa korban. Perbuatan bejat Rangga diakhiri dengan membenamkan kepala AS di kasur, dan kembali mengancamnya untuk tidak melihat kala ia lanjut merampok. Dua ponsel diambil pelaku sebelum ia memutuskan meninggalkan TKP.
Ponsel curian kemudian dijual Rangga kepada Abdul sebagai penadah, sebelum akhirnya tertangkap empat hari kemudian setelah nama dan fotonya tersebar di mana-mana pasca jadi buronan dan masuk daftar pencarian orang (DPO).
“Sudah kami tangkap [Rangga] hari ini [19/5],” kata Kasubdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya Jerry R. Siagian dilansir dari iNews. Jerry menyatakan Rangga tertangkap di tempat persembunyiannya tanpa menjelaskan lebih rinci lagi. Pelaku akan dijerat Pasal 365 KUHP (pencurian dengan kekerasan, maksimal penjara 9 tahun), Pasal 285 KUHP (pemerkosaan, maksimal penjara 12 tahun) dan UU no. 23/2002 (Perlindungan Anak, maksimal penjara 15 tahun).
Gerak cepat polisi menyelesaikan kasus ini sedikit tercoreng kala Kapolsek Bekasi Barat Armayni mengeluarkan pernyataan bahwa trauma yang dialami korban tidak terlalu berat, karena sudah bersedia bicara dengan aparat.
“Saya yang langsung ketemu korban dan lakukan interview dengan korban, secara sesama perempuan, hari pertama itu siangnya sudah bisa saya ajak bicara dan enggak terlalu traumanya berat lah,” ujar Armayni, pada 17 Mei 2021, seperti dikutip Detik.
“Kami kuasa hukum dari korban ingin meluruskan terkait statement Ibu Kapolsek Bekasi Barat terkait klien kami tidak trauma. Faktanya, hari ini klien kami dilayani oleh Pemkot Bekasi untuk dilakukan trauma healing. Menurut keterangan psikolog yang disampaikan ke kami, anak ini masih sangat trauma. Bahkan, untuk tidur sendiri pun korban ini masih ketakutan, khawatir karena pelaku utama belum ditangkap. Korban atau klien kami masih sangat takut didatangi korban atau temannya karena berita ini cukup viral, jadi dia masih khawatir,” kata kuasa hukum AS, Eric Yusrial Barus, pada Selasa (18/5) kemarin.
Kondisi trauma berat juga diakui petugas Dinas Pemberdayaan perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Bekasi saat mengunjungi rumah korban.
“Kami mendatangi kediaman rumah korban untuk melakukan trauma healing karena kondisi korban masih alami trauma yang sangat berat. Sekarang ini korban kalau bertemu dengan orang yang tak dikenalnya memiliki perasaan was-was. Apalagi, terus kalau keluar rumah korban sudah tidak mau, khawatir pelaku akan kembali lagi menemui dirinya. Dan, itu yang membuat korban syok,” kata Kepala Seksi Perlindungan Khusus Anak DP3A Mini Aminah kepada Kumparan.
Kasus di Bekasi ini menambah panjang data kelam negara ini terkait perlindungannya pada perempuan setelah Komnas Perempuan merilis laporan yang mencatat telah terjadi 3.602 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan sepanjang 2020, 715 kasus di antaranya adalah pemerkosaan.