Ancaman penegakan hukum bagi pelanggar PPKM darurat mulai menyasar perusahaan. Ada tiga orang, yang berasal dari dua perusahaan, sudah ditetapkan sebagai tersangka pelanggaran aturan pandemi, karena memaksa karyawan masuk kantor padahal bisnisnya non-esensial.
Ketiga tersangka itu petinggi PT Dana Purna Investama (DPI) yang berlokasi di Jalan Tanah Abang 1, dan PT Loan Market Indonesia (LMI) yang berkantor di Sahid Sudirman Center. Kedua perusahaan itu terciduk dalam patroli pelaksanaan PPKM Darurat Jawa-Bali 3-20 Juli yang dilakukan Satgas Gakkum Polda Metro Jaya dan Pemprov DKI Jakarta.
Patroli itu dilakukan setelah ada laporan masyarakat bahwa masih banyak perusahaan non-esensial dan non-kritikal yang mengabaikan aturan work from home (WFH) 100 persen selama periode PPKM Darurat.
“Yang diamankan ada sembilan orang pada saat itu. Kita lakukan pemeriksaan dan ditetapkan sebagai tersangka ada dua [dari PT DPI], inisial RRK dia adalah direktur utamanya, kemudian kedua adalah AHV ini manajer HR. Di sini [PT LMI] kita mengamankan lima orang dan ditetapkan tersangka seorang perempuan inisial SD, dia adalah CEO-nya dari PT LMI,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Yusri Yunus, Rabu (7/7) kemarin, dilansir CNN Indonesia.
Penetapan tersangka dilakukan setelah saat pemeriksaan, pelaku mengakui tahu ada aturan PPKM Darurat, namun tidak mengindahkannya sebab ingin perusahaan tetap jalan. Ketiganya disangkakan UU 4/1984 tentang Wabah Penyakit Menular Pasal 14 ayat 1 dengan ancaman satu tahun penjara.
DKI Jakarta termasuk gencar menegakkan aturan WFH untuk sektor non-esensial. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meminta keberanian para karyawan untuk melapor lewat aplikasi Jakarta Kini (JAKI) apabila kantor mereka ngotot nyuruh masuk. Meski Anies menjamin kerahasiaan identitas pelapor, masih muncul laporan di media sosial tentang perusahaan yang memecat pegawai karena ketahuan melaporkan kantor ke JAKI. Identitas pelapor diduga bocor dari orang dalam.
Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi Pemprov DKI Jakarta Andri Yansyah mengatakan, perusahaan yang bandel akan langsung dihukum tanpa peringatan.
“Sekarang sanksinya enggak ada peringatan, sekarang langsung sanksi penutupan sementara tiga hari,” kata Andri dilansir Bisnis. Kalau masih bandel, akan kena denda Rp50 juta dan berlipat ganda mengikuti pelanggaran lanjutan. “Setelah penutupan, sanksi administratif, lalu berjenjang, selanjutnya lagi usulkan ke PTSP [Pelayanan Terpadu Satu Pintu, pusat layanan perizinan] untuk pencabutan izin operasional.”
Selama dua hari kerja pertama penerapan PPKM Darurat, polisi di Jakarta menemukan 103 perusahaan non-kritikal dan non-esensial yang masih memaksa karyawan bekerja di kantor. Belum ada laporan bahwa kantor pemerintah juga terkena patroli ini.
Sebelumnya, VICE menerima keluh kesah beberapa karyawan dan ASN yang dipaksa masuk kantor. Tita, karyawan perusahaan investasi di Jakarta yang minta namanya dirahasiakan, mengaku dari awal kantornya sama sekali tidak merespons aturan pemerintah untuk membatasi kapasitas.
“Perasaan gue khawatir. Apalagi gue udah kena Covid dua kali dan tracing-nya memang dari aktivitas gue di kantor pas meeting sama orang yang infected. Gue ngerasa bersalah bertubi-tubi karena bikIn kluster keluarga. Anak gue masih batita pun kena dua kali. Gelisah banget dan ngerasa bersalah,” ujar perempuan 27 tahun tersebut kepada VICE.
“Satu-satunya momen kantor kapasitas 40-50 persen itu ya sekarang. Bukan karena ikutin PPKM, tapi karena most of us antara udah terinfeksi atau udah kena kontak erat. Ironis kan?” katanya dengan sedih.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebelumnya sudah meminta karyawan perusahaan di sektor non-esensial yang dipaksa masuk kantor agar melapor lewat aplikasi Jakarta Kini, alias JAKI. Sementara Kabid Humas Polda Metro Jaya Yusri Yunus menjamin polisi bakal proaktif menindak laporan karyawan yang dipaksa masuk kantor padahal bergerak di bidang non-esensial.