Yunus Wahyudi resmi tercatat sejarah sebagai orang Indonesia pertama yang masuk penjara akibat gigih bikin kampanye menolak kewajiban pakai masker selama pandemi Covid-19.
Lelaki asal Banyuwangi yang terkenal dengan julukan ‘Harimau Blambangan’ tersebut menurut Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Banyuwangi terbukti melanggar UU ITE sekaligus UU Kekarantinaan Kesehatan. Alhasil, Yunus harus bersiap menjalani tiga tahun hidup di balik jeruji.
Semua bermula gara-gara video viral yang direkamnya, berisi pernyataan Yunus bahwa virus Covid-19 tidak ada di Banyuwangi, masyarakat tak perlu pakai masker, dan semua info pasien Covid-19 di Banyuwangi selama ini hanya akal-akalan Bupati Abdullah Azwar Anas untuk mendapat anggaran dari pemerintah pusat.
Yunus sempat terlibat insiden jemput paksa jenazah positif Covid-19 di RSUD Genteng Banyuwangi yang juga viral di media sosial. Dalam video, terlihat Yunus membentak para tenaga kesehatan setelah permintaannya membawa pulang jenazah pasien Covid-19 ditolak.
Kapolresta Banyuwangi Arman Asmara Syarifuddin menegaskan penangkapan Yunus pada Oktober 2020 awalnya terkait berita bohong yang disebarkannya di media sosial, bukan penjemputan paksa jenazah. Video tersebut dianggap aparat memenuhi syarat jeratan Pasal 28 UU ITE tentang berita bohong dan Pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan tentang ketidakpatuhan pada protokol kesehatan, sembari menghalang-halangi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan.
pada April 2021, Yunus sempat jadi bahan ledekan netizen kala terkonfirmasi positif Covid-19 dan terlihat lemas. Masih berstatus tahanan, ia menjalani isolasi di RSUD Blambangan sembari dijaga dua petugas keamanan.
Sidang vonis yang digelar Kamis (19/8) tidak berjalan mulus. Setelah Ketua Majelis Hakim Khamozaru Waruwu membacakan putusan, Yunus tiba-tiba menerjang meja hakim dan berusaha memukul. Polisi segera menyeret Yunus keluar ruang sidang, sembari menahan tubuhnya yang memberontak dan berteriak.
Vonis ini terhitung mengejutkan. Yunus bukan satu-satunya pegiat gerakan antimasker yang gigih atau punya pengikut besar di medsos. Ia bukan pula penolak Covid-19 yang berurusan dengan hukum pertama kali (mengingat kasus musisi Bali Jerinx tahun lalu lebih dulu menyita perhatian, namun pasal yang menjerat drummer SID itu sepenuhnya soal UU ITE dan tudingan menghina Ikatan Dokter Indonesia tanpa melibatkan pasal UU Kekarantinaan Kesehatan). Bedanya, mereka yang sepemikiran atau bertindak nekat seperti Yunus cenderung mendapatkan hukuman jauh lebih ringan ringan.
Putu Arimbawa misalnya. Lelaki asal Surabaya ini viral setelah menghardik seorang pengunjung Pakuwon Mall bermasker. Aksi itu membuat Putu diciduk polisi. Tapi, kasusnya langsung dilempar ke Satgas Covid-19 Kota Surabaya untuk kemudian diberi sanksi kerja sosial dan denda administratif setelah minta maaf kepada publik. Kepala Satpol PP Surabaya Eddy Christijanto bahkan mengatakan Putu mendapatkan tugas menjadi duta protokol kesehatan (prokes) untuk membantu Satgas sosialisasi prokes selama pandemi.
“Yang bersangkutan mengaku siap untuk menjadi Duta Covid-19. Itu dia sampaikan sendiri kemarin saat menjalani sanksi di Liponsos [Lingkungan Pondok Sosial]. Kalau masih berulah lagi, tentu [hukuman] akan diakumulasikan dan kami koordinasikan dengan Tim Satgas Covid-19,” ucap Eddy dilansir CNN Indonesia.
Pada April 2021, kejadian serupa terjadi di Kota Bekasi, Jawa Barat. lelaki bernama Nawir populer di media sosial setelah videonya marah-marah sembari menarik masker salah satu jamaah bernama Roni Oktavian. Dengan nada beringas, Nawir memberitahu Roni bahwa tidak boleh ada jamaah Masjid Al Amanah yang menggunakan masker dan Roni harus mematuhinya.
Ketegangan terjadi, namun segera berakhir dengan perdamaian setelah mediasi dilakukan. Hasil akhir: Nawir berubah pikiran dan ikut berubah pula jadi duta prokes.