Berita  

Pernikahan Dua Sosok yang Sudah Lama Mati Kerap Berlangsung Meriah di India

pernikahan-dua-sosok-yang-sudah-lama-mati-kerap-berlangsung-meriah-di-india

Acara pernikahan Chadappa dan Shobah dilangsungkan secara intim, yang dihadiri keluarga dan kerabat terdekat saja.

Para tamu undangan tampak begitu menikmati pesta, sementara keluarga mempelai bersiap-siap memulai Saptapadi – praktik adat Hindu untuk mengikat janji suci pernikahan melalui tujuh langkah bersama.


Namun, sepasang pengantin tidak datang ke acara pernikahan. Hanya ditemukan beberapa helai pakaian mereka tergeletak di pelaminan. Mereka sebetulnya meninggal saat masih bayi sekitar 30 tahun lalu.

Walau terdengar ganjil, “Pretha Kalyanam” atau “perkawinan bagi orang mati” merupakan tradisi yang diwariskan turun-temurun di negara bagian Karnataka dan Kerala, India. Pengantin yang dinikahkan umumnya meninggal di usia muda (saat masih bayi atau di bawah usia 18).

“Sebelum menikahkan putra sulung, kami ingin menikahkan mendiang putri kami terlebih dulu. Semoga putri kami bahagia dan bisa membawa keberuntungan bagi kami,” tutur Jayanthi Kulal, ibu mempelai perempuan, saat ditanya alasannya menggelar acara ini.

Akad nikah Chadappa dan Shobah terkuak melalui serangkaian video yang beredar di linimasa Twitter. Direkam dan diunggah oleh Anny Arun, video-video tersebut memperlihatkan suasana yang meriah bak pernikahan pada umumnya.

Menurut kepercayaan masyarakat lokal, arwah gentayangan dapat mendatangkan kesialan bagi keluarga yang ditinggalkan, terutama jika mereka meninggal sebelum waktunya menikah. Arwah diyakini baru bisa beristirahat tenang setelah kebutuhan dasarnya—memiliki pasangan—terpenuhi.

Keluarga biasanya akan memajang pakaian, boneka atau patung untuk menggantikan posisi mempelai. Sementara itu, hubungan kedua orang yang telah mati disahkan oleh penghulu dan ahli nujum yang menjodohkan mereka.

Tradisi pernikahan anumerta tak terdaftar secara hukum, sehingga sulit menentukan seberapa lazim praktiknya di India. Walaupun begitu, dua prosesi pernikahan Pretha Kalyanam yang diadakan di negara bagian Kerala sempat menjadi pemberitaan nasional pada 2017 lalu. Kala itu, keluarga mempelai menggunakan patung kayu dan jerami sebagai bentuk simbolis. Pernikahannya sendiri diadakan di bawah pohon.

Pretha Kalyanam sudah jarang dipraktikkan, kemungkinan ada kaitannya dengan penurunan angka kematian neonatal di negara tersebut. Arun, lelaki yang menghadiri pernikahan mendiang sepupu, menduga alasannya karena fasilitas kesehatan dan standar kehidupan jauh lebih baik sekarang.

“Layanan kesehatan yang tersedia 30 tahun lalu tidak sebagus sekarang,” ujarnya kepada VICE World News. Yang ia maksud adalah, kualitas pelayanan kesehatan saat ini berperan dalam mengurangi kasus kematian anak, sehingga semakin sedikit pasangan yang dapat dinikahkan setelah meninggal dunia.

Generasi muda India kini menganggap praktiknya sebagai takhayul belaka. Itulah sebabnya kebanyakan pernikahan untuk orang mati dilaksanakan secara tertutup sekarang. Padahal, di masa lalu, pestanya digelar meriah dan mengundang banyak orang.

Terlepas dari pandangan publik, Arun percaya tradisi ini dapat mempermudah proses berduka yang dilalui keluarga. “Praktik ini membantu orang tua menerima kematian anak mereka. Kehilangan anak bukanlah hal yang mudah.”

Tradisi menikahi orang mati juga dipraktikkan di Tiongkok, Jepang, Sudan Selatan dan Prancis. Namun, prosedur hukum dan nilai-nilai tradisionalnya berbeda di setiap negara.

“Pernikahan hantu” sudah ada sejak 3.000 tahun yang lalu di Tiongkok. Dalam beberapa kasus, orang yang masih hidup dinikahkan dengan seseorang yang sudah almarhum. Meski praktiknya telah dilarang pemerintah komunis pada 1949, tradisi tersebut masih dilestarikan di daerah pedesaan. Namun, pernikahan hantu telah memicu tindakan kriminal. Oknum menggali makam secara ilegal dan menjual mayat ke keluarga yang berduka.

Follow Rimal Farrukh di Twitter.