LIPUTAN4.COM- KEPULAUAN NIAS, Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas menerima kunjungan Firman Jaya Daeli, di Ruang Pertemuan Menteri Agama, di Gedung Kementerian Agama RI, Jakarta. Kunjungan yang berlangsung, pada Rabu, tanggal 21 April 2021 ini, setelah Firman Jaya Daeli menyelesaikan sejumlah kegiatan dan kembali dari Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, dan sejumlah daerah (kota). Kegiatan pertemuan bersama dengan Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas, pada dasarnya untuk mendiskusikan sejumlah perihal strategis dan mendasar.
Hal tersebut disampaikan Firman Jaya Daeli (Ketua Dewan Pembina Puspolkam Indonesia) melalui Wathsapp pribadinya pada hari ini. Minggu, (09/5/21) Pukul 19.30 Wib malam
Firman Jaya Daeli menjelaskan bahwa nMenteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas, dalam berbagai kesempatan dan media, menyampaikan pemikiran penting strategis dan paradigmatif otentik mengenai posisi dan peran Negara (Pemerintah Nasional beserta jajaran), khususnya Kementerian Agama RI. Juga senantiasa meminta dukungan dan kerjasama dengan masyarakat beserta elemen dan komunitas bangsa Indonesia. Substansinya bertujuan untuk melancarkan dan menyukseskan strategi, kebijakan, program, kegiatan, aksi, dan kinerja Kementerian Agama RI, dalam rangka Membangun Indonesia Maju. Penulis menyampaikan beberapa hal pokok pemikiran mengenai institusi kelembagaan negara (Kementerian Agama RI), dalam kerangka memaknai relasi dan korelasi antara Negara dan Rakyat, yaitu : Peran Agama-Agama Dan Kepercayaan Membangun Keadilan dan Perdamaian Berbasis Inklusi, Moderasi, Toleransi.
Keseluruhan konstruksi dan substansi penyelenggaraan dan pengelolaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), harus senantiasa berdasarkan pada Pancasila sebagai falsafah, dasar, dan ideologi NKRI. Juga mesti selalu berlandaskan pada konstitusi NKRI yaitu UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945). Dalam UUD NRI Tahun 1945 telah dirumuskan dan diamanatkan sejumlah hak-hak dan kebebasan konstitusional Rakyat. Juga sejumlah tugas, tanggungjawab, dan kewajiban Negara (penyelenggara negara) untuk menjamin, melindungi, dan memastikan kualitas perwujudan dan pelaksanaan hak-hak dan kebebasan tersebut.
Salah satu di antara beberapa hak dan kebebasan konstitusional tersebut adalah dalam hal dan dalam kaitan dengan keseluruhan hak-hak melekat dan kebebasan mendasar untuk beragama dan berkepercayaan. Kemudian seluruh sistem dan pranata serta instrumen dan kebijakan terkait, yang merupakan hak dan kebebasan lanjutan yang dimiliki Rakyat bertalian dengan keberadaan atas hak-hak dan kebebasan tersebut. Sehingga pada gilirannya, Rakyat berhak dan memiliki kebebasan untuk mewujudkan dan menyelenggarakan kehidupan beragama dan berkepercayaan.
Hak-hak dan kebebasan tersebut secara normatif dan otentik konstitusional, semakin menjadi bermakna dan tambah berarti ketika diletakkan dan ditumbuhkan dalam satu tarikan nafas sejati dengan variabel terkait langsung lainnya. Intinya adalah relasinya dengan adanya penjaminan, perlindungan, dan pelayanan Negara. Kehadiran yang nyata dan yang sejati mengenai penjaminan dan pemastian dari Negara secara etik hukum dasar tertinggi, pada dasarnya bermaksud dan bertujuan untuk melindungi dan melayani prinsip-prinsip penting penyelenggaraan hak-hak dan kebebasan tersebut. Perihal tersebut merupakan pemakna penting yang konkrit dan otentik dari hakekat perwujudan dan penyelenggaraan hak-hak dan kebebasan tersebut.
Kualitas penjaminan, perlindungan, dan pelayanan Negara terhadap perwujudan dan penyelenggaraan hak-hak dan kebebasan tersebut, harus senantiasa terlaksana secara utuh, memadai, dan berkelanjutan. Tentu tidak boleh terjadi destruksi dan distorsi dalam keseluruhan penyelenggaraannya, sehingga tidak boleh terjadi kekurangan dan kehilangan makna. Dengan demikian, ada relasi konstitusional dan substansial antara pengakuan dan penerimaan atas hak-hak dan kebebasan tersebut dengan kualitas penjaminan, perlindungan, dan pelayanan Negara terhadap terselenggaranya hak-hak dan kebebasan beragama dan berkepercayaan di Indonesia.
Negara dan melalui keseluruhan kepemimpinan dan jajaran penyelenggaraan negara, berkewajiban dan bertanggungjawab sepenuhnya untuk menjamin, melindungi, dan memastikan perwujudan dan penyelenggaraan hak-hak melekat dan kebebasan mendasar Rakyat untuk beragama dan berkepercayaan. Rakyat berhak dan memiliki kebebasan untuk mewujudkan dan menyelenggarakan hak-hak dan kebebasan beragama dan berkepercayaan secara utuh, memadai, dan berkelanjutan, juga dengan sepenuhnya dan seutuhnya. Rakyat menjalankannya dan melaksanakannya dengan kondusif, aman, nyaman, tenang, teduh, dan damai tanpa campur tangan, intervensi, intimidasi, ancaman, paksaan, dan gangguan dari manapun dan oleh siapapun.
Perspektif etik hukum dasar tertinggi dan amanat ketentuan konstitusi UUD NRI Tahun 1945, bermakna dan berkonsekuensi serius. Perihal tersebut pada gilirannya mengharuskan dan mewajibkan semua lapisan dan komunitas Rakyat manapun, tidak berhak dan tidak boleh mencampuri, mengintervensi, mengintimidasi, mengancam, mengatur, mengganggu, memaksa, mengganggu, dan merusak hak-hak dan kebebasan Rakyat dalam beragama dan berkepercayaan. Perspektif ini justru memposisikan seluruh lapisan dan antar lapisan komunitas Rakyat untuk saling mengakui, menghormati, dan menguati secara terbuka, tulus, jujur, dan otentik. Perspektif ini semakin melahirkan dan menumbuhkan spritualitas yang berbasis dan berintikan pada kelahiran dan kesuburan pemikiran, sikap, perbuatan, pergaulan, dan perilaku yang inklusi, moderasi, dan toleransi dalam lapisan dan antar lapisan Rakyat.
Kandungan inti pemikiran ideologis dan pertimbangan amanat ketentuan konstitusional tersebut, pada dasarnya memposisikan dan mengukuhkan keberadaan hak-hak dan kebebasan beragama dan berkepercayaan. Posisi dan pengukuhan tersebut, wajib dan harus senantiasa dijamin, dilindungi, dan dipastikan oleh negara beserta keseluruhan jajaran pemimpin dan penyelenggara negara. Bahkan hak-hak dan kebebasan tersebut mesti selalu dilayani dan difasilitasi oleh Negara. Tugas dan tanggungjawab Negara melayani dan memfasilitasi tersebut, pada gilirannya mengharuskan dan mewajibkan Negara untuk tidak mencampuri, mengintervensi, mengatur, memaksa, dan mengganggu perihal spritualitas dan mengenai prinsip-prinsip teologis yang mendasar dari pemikiran, perwujudan, dan penyelenggaraan hak-hak dan kebebasan tersebut.
Terminologi yang hakiki dari perwujudan dan penyelenggaraan hak-hak dan kebebasan konstitusional tersebut, yaitu berintikan pada sifat personal dan transendental akan hak-hak dan kebebasan tersebut. Rakyat dari berbagai elemen apapun dan komunitas manapun, tidak memiliki otoritas politik, otiritas hukum, bahkan otoritas moral dan otoritas kultural secara teologis untuk mencampuri, mengintervensi, mengintimidasi, mengancam, mengatur, memaksa, dan mengganggu Rakyat dan warga masyarakat lainnya yang melaksanakan hak-hak dan kebebasan beragama dan berkepercayaan.
Perihal ini terutama dalam hal dan dalam kerangka beribadah berdasarkan dan menurut agama dan kepercayaan yang dianut. Negara justru harus senantiasa hadir untuk menjamin dan memastikan perlindungan dan pelayanan terhadap hak-hak dan kebebasan tersebut. Negara jangan membiarkan secara langsung ataupun secara tidak langsung terjadinya campur tangan, intervensi, ancaman, gangguan, dan pemaksaan terhadap perwujudan dan penyelenggaraan hak-hak dan kebebasan tersebut. Negara harus senantiasa hadir secara konkrit dan otentik untuk memastikan adanya penjaminan, perlindungan, dan pelayanan terhadap perwujudan dan penyelenggaraan hak-hak dan kebebasan tersebut.
Masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia memiliki falsafah, dasar, ideologi bersama yaitu Pancasila. Juga memiliki konstitusi yaitu UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945). Ada pesan yang tegas dan kuat secara etik moral kenegaraan dan dengan perspektif amanat ketentuan konstitusional dari UUD NRI Tahun 1945. Prinsip amanat ketentuan konstitusional sebagai Hukum Dasar Tertulis yang tertinggi dan terutama dalam sistem ketatanegaraan Indonesia ini adalah : bahwa ada pengakuan, penjaminan, dan perlindungan hak-hak dan kebebasan beragama dan berkepercayaan ; dan hak-hak dan kebebasan ini merupakan hak yang melekat dan kebebasan mendasar. Pesan ideologis dan perspektif konstitusional ini, pada gilirannya akan melatari dan mendasari adanya sistem dan kebijakan untuk mendukung dan menumbuhkan hak-hak dan kebebasan beragama dan berkepercayaan.
Konstruksi dan substansi dari Nilai-Nilai Pancasila merupakan kandungan otentik yang lahir, tumbuh, dan berkembang dari dan di tengah-tengah kehidupan Rakyat dan Bangsa Indonesia. Nilai-Nilai Pancasila terkandung dan terjiwai di dalam keseluruhan Sila-Sila Pancasila secara utuh, memadai, dan sistemik. Pancasila merupakan falsafah, dasar, dan ideologi ”penjaga, penjamin, pelindung, pengarah, penuntun” terhadap perwujudan dan penyelenggaraan hak-hak dan kebebasan beragama dan berkepercayaan. Pancasila sebagai falsafah, dasar, dan ideologi pemersatu dan penguat, pada dasarnya sangat berbasis dan berorientasi pada prinsip-prinsip inklusi, moderasi, dan toleransi.
Institusi kelembagaan Kementerian Agama RI merupakan representase absah dari Negara. Keberadaan dan kemanfaatannya sebagai wujud dan wajah Negara, pada dasarnya sangat berpengaruh dan menentukan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kementerian Agama RI menjadi bermakna dan semakin berarti ketika keseluruhan sistem, pranata, strategi, kebijakan, kepemimpinan, jajaran sumber daya, dan kinerja kelembagaan, harus senantiasa diletakkan, diposisikan, diorganisasikan, diorientasikan, dan diperuntukkan untuk memastikan pembumian Nilai-Nilai Pancasila dan amanat ketentuan konstitusi UUD NRI Tahun 1945.
Jajaran lengkap dan segenap keseluruhan kepemimpinan dan sumber daya Kementerian Agama RI, mesti selalu berfungsi, bertugas, bekerja, dan bertanggungjawab untuk menjamin, memfasilitasi, dan memastikan perlindungan dan pelayanan perihal perwujudan dan penyelenggaraan hak-hak dan kebebasan konstitusional Rakyat. Intinya yaitu dalam hal, konteks, dan kerangka beragama dan berkepercayaan. Keberadaan hak-hak dan kebebasan beragama dan berkepercayaan adalah bukan ”pemberian”, dan juga bukan ”kado dan hadiah”, melainkan hak-hak yang melekat dan kebebasan yang mendasar. Sungguh amat personal dan transendental. Dengan demikian, harus senantiasa dijaga dan dirawat kualitasnya dan spritualitasnya.
Keseluruhan konstruksi dan substansi pengorganisasian dan pemajuan Kementerian Agama RI, sebaiknya dan seharusnya berbasis kuat dan berdiri tegak pada kawasan Pancasila dan ranah UUD NRI Tahun 1945. Terutama dan terpenting pada kualitas pelaksanaan tugas panggilan pengabdian dan tekad kemauan kuat yang utuh dan bulat dengan jujur, tulus, tegas, teguh, dan secara konsisten untuk menegakkan dan mengembangkan perihal yang prinsipil. Kualitas pelaksanaan tugas panggilan pengabdian dan tekad kemauan kuat tersebut, yaitu dalam konteks dan dalam kerangka untuk mentradisikan dan membudayakan prinsip-prinsip inklusi, moderasi, dan toleransi yang solider dan egaliter dengan semboyan etos semangat keragaman dan kemajemukan (Bhinneka Tunggal Ika) di tengah-tengah kehidupan Rakyat dalam wadah NKRI.
Perspektif ideologis konstitusional di atas, pada dasarnya dan pada gilirannya memastikan Kementerian Agama RI, harus senantiasa berada, berdiri, berjalan, dan bergerak dinamis dan strategis. Intinya yaitu terletak dan terfokus pada pembangunan lingkaran dan lingkungan atmosfir yang kondusif, aman, nyaman, tenang, teduh, sejuk, dan damai. Perihal ini untuk memperkuat dan mempermudah penjaminan, perlindungan, pelayanan, dan pemastian bagi perwujudan dan penyelenggaraan hak-hak dan kebebasan Rakyat untuk beragama dan berkepercayaan. Juga pembangunan atmosfir beragama dan berkepercayaan di dalam masyarakat, bangsa, dan negara yang inklusi, moderasi, dan toleransi dengan solider dan egaliter bernilai tulus dan tinggi.
Narasi dan investasi keseluruhan doktrin, strategi, kebijakan, program, aksi, kegiatan, dan kinerja kepemimpinan beserta segenap pranata sumber daya dan jajaran Kementerian Agama RI, harus dan wajib diabdikan bagi keluhuran dan kemuliaan yang tinggi dan sejati. Juga bagi kebajikan dan keadaban kemanusiaan, keutuhan ciptaan, dan kerakyatan. Tentu juga bagi peradaban dan pemajuan kebangsaan dan kenegaraan Nusantara Indonesia Raya. Kualitas prestasi keberhasilan dan kemajuan sebuah kelembagaan, pada dasarnya dipengaruhi dan ditentukan oleh sejumlah variabel langsung maupun tidak langsung. Salah satu di antaranya yang terpenting dan berpengaruh langsung adalah variabel kepemimpinan pucuk dan puncak dari kelembagaan tersebut. Ada relasi dan korelasi antara kelembagaan dengan kepemimpinan. Demikian juga dalam konteks relasi dan korelasi antara kelembagaan Kementetian Agama RI dengan kepemimpinan Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas.
Integritas, kredibilitas, kualitas, profesionalitas, dan kapasitas kepemimpinan Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas, pada dasarnya menjadi dan merupakan simbol konkrit dan otentik yang melambangkan dan dapat mengarahkan dan membumikan keseluruhan pemikiran dan pengharapan di atas. Figur Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas, memiliki potensi kepribadian dan bobot kepemimpinan yang kuat, kokoh, tegas, teguh, teduh, sederhana, dan firm ; memiliki modal sosial dan kultural yang luas dan mumpuni serta memiliki jejaring kerakyatan, kemasyarakatan, dan kebangsaan yang memadai ; memiliki kekuatan massa dan dukungan politik yang kuat secara terstruktur dan masif ; memiliki perjalanan dan pengalaman yang beragam dinamis dan kompleks ; memiliki pemikiran dan pergaulan yang inklusif, moderat, dan toleran. Juga senantiasa memaknai pergumulan, peluang dan tantangan untuk membumikan falsafah, dasar, dan ideologi Pancasila.
Rakyat, Bangsa, dan Negara Indonesia secara bersama-sama dan dengan bergotongroyong memastikan kemajuan kinerja kelembagaan dan kepemimpinan Kementerian Agama RI. Juga optimis dan berpengharapan kepada Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas untuk memimpin kelembagaan Kementerian Agama RI, menjadi sebuah dan merupakan serangkaian ”perwakilan dan wajah” Negara yang sosiologis dan humanis. Kemudian yang selalu dan sejatinya setia dan taat menjamin, melindungi, melayani, dan memfasilitasi perwujudan dan penyelenggaraan hak-hak dan kebebasan beragama dan berkepercayaan. Kementerian Agama RI di bawah kepemimpinan Menteri Yaqut Cholil Qoumas, semoga semakin mengalami reformasi dan transformasi secara mendasar dan menyeluruh. Kemudian bahtera kelembagaan strategis, berpengaruh, dan menentukan ini, berkemauan kuat dan bertekad bulat untuk menunaikan tugas dan tanggungjawab dalam kerangka Peran Agama-Agama dan Kepercayaan Membangun Keadilan dan Perdamaian Berbasis Inklusi, Moderasi, Toleransi.
“Salam Sehat Dan Sukses Selalu; Salam Kemanusiaan; Salam Kerakyatan, Kebangsaan dan Kenegaraan Indonesia Maju,” Ucap Penulis Firman Jaya Daeli (Ketua Dewan Pembina Puspolkam Indonesia)
Berita dengan Judul: Peran Kepercayaan Membangun Keadilan dan Perdamaian Berbasis Inklusi, Moderasi, Toleransi pertama kali terbit di: Berita Terkini, Kabar Terbaru Indonesia – Liputan4.com oleh Reporter : Desman Telaumbanua