Jika kamu orang Indonesia pengguna aktif Instagram dan Twitter, sepanjang pekan kedua Maret 2022 kalian mungkin terpapar konten meme, curhat, atau pujian berhubungan dengan album baru Tulus, Manusia, yang dirilis pada 3 Maret. Lebih khususnya lagi, kalian akan mendengar serta membaca segala diskusi seputar lagu “Hati-Hati di Jalan”, single utama album tersebut.
Aneka konten di media sosial terus bermunculan dengan iringan lagu “Hati-Hati di Jalan”. Mulai dari yang harfiah dengan latar jalanan, memadukannya dengan cuplikan episode Drakor, hingga video yang memperlihatkan kekompakan di lapangan serta di luar lapangan dari pasangan atlet bulu tangkis ganda campuran asal China Zheng Siwei dan Huang Yaqiong yang baru saja ‘diceraikan.’
Tahun 2022 baru berjalan tiga bulan, namun sepertinya sah jika “Hati-Hati di Jalan” dinobatkan sebagai salah satu lagu balada terbaik tahun ini. Terbaik di sini berdasarkan prestasi lagu dari sudut pandang industri, dan betapa lagu ini amat digemari dan dirasa relevan bagi banyak orang.
Beberapa hari sejak album Manusia dirilis, “Hati-Hati di Jalan” memecahkan rekor di platform streaming Spotify. Merujuk data 15 Maret 2022, “Hati-Hati di Jalan” sudah diputar sebanyak 13 juta stream, berada pada peringkat 1 pada tangga lagu top 50 Indonesia dan peringkat 37 (dan terus menanjak) pada tangga lagu top 50 global di Spotify. Video liriknya bertengger pada posisi nomor 1 dalam peringkat terpopuler YouTube untuk kategori musik.
Popularitas “Hati-Hati di Jalan” turut membuat nama Titi DJ ikut trending di Twitter. Semua itu gara-gara anjuran kocak seorang warganet yang menyarankan Titi DJ selanjutnya harus membuat lagu dengan judul Tulus. Tidak lama, tweet tersebut langsung ditanggapi oleh yang bersangkutan.
Jadi apa yang menyebabkan “Hati-Hati di Jalan” begitu disukai?
Tema cinta tidak kesampaian yang sudah sangat familiar dengan pendengar musik Indonesia. Namun Tulus memang spesial. Solois berusia 34 tahun itu berhasil menerjemahkan tema yang sangat umum ini melalui sudut pandang membumi, dengan pilihan diksi bersahaja sekaligus terasa elegan.
Ambil contoh kalimat “Kukira kita asam dan garam. Dan kita bertemu di belanga” di liriknya, yang membuat beberapa orang membuka kembali kamus peribahasa Indonesia, sekadar googling untuk mencari tahu artinya, atau menghubungkannya dengan teori kimia.
Pada bagian bridge sebelum interlude datang, tiba-tiba Tulus berucap “Kau melanjutkan perjalananmu. Ku melanjutkan perjalananku” yang seketika menghentakkan perasaan banyak orang yang di detik itu dipaksa untuk ikhlas paling tulus. Pada momen tersebut air mata dipersilakan turun dengan hormat. Rasa kalah yang tetap gagah itu memuncak saat Tulus melantunkan kalimat pamungkas “Hati-hati di Jalan” dengan teramat rileks, bersahutan dengan suara flugelhorn yang tegas.
Menurut pengakuan beberapa pendengar, lagu ini berada dalam tahapan kesedihan yang kelima yakni fase penerimaan. Belajar ikhlas memang membutuhkan banyak tenaga. Paduan lirik “Hati-Hati di Jalan” menjadi energi terbarukan untuk banyak orang yang mulai atau hendak beranjak dari keterpurukan cinta.
Jadi wajar jika kurun 6-12 Maret bisa dikatakan sebagai pekan galau nasional, dengan Tulus sebagai dalangnya. Bahkan seorang Elon Musk saja out of nowhere ngetweet galau juga. Apakah karena dia juga mendengarkan “Hati-Hati di Jalan” setelah ia menemukannya tanpa sengaja pada tangga lagu global di Spotify?
“Hati-Hati di Jalan” telah menjadi fenomena tersendiri dalam kancah musik pop Indonesia. Tanpa perlu promosi yang berat atau gimmick dari Tulus dan labelnya, lagu ini berkembang secara organik di telinga banyak orang. Sejak album Manusia dirilis, sejauh ini terhitung baru dua post Instagram yang dipublikasikan oleh Tulus.
Sementara Instagram Stories Tulus terlihat sepi. Sangat bertolak belakang dengan kebanyakan musisi sekarang yang biasanya Instagram Stories mereka terlihat seperti titik-titik saat baru merilis single atau album.
Melalui “Hati-Hati di Jalan” Tulus juga membuktikan bahwa lagu galau tidak harus selalu terdengar sendu. Alih-alih menampilkan suara lirih dengan instrumentasi bertempo lambat dan menyayat, musik ”Hati-Hati di Jalan” mengalir nyaman dan sejuk seperti layaknya rebahan di tempat tidur yang baru diganti seprai.
Pada akhirnya “Hati-Hati di Jalan” merupakan lagu putus cinta kiwari yang patut menjadi suri teladan: tanpa harus berteriak mengasihani diri sendiri dan tanpa harus meminta-minta balikan, namun tetap mampu memorak-porandakan hati hati manusia yang nelangsa agar lebih legowo menghadapi perpisahan.
Saat Tulus melantunkan kalimat paling zen tahun ini pada penghujung lagu, di momen tersebut kita jadi paham apa artinya cukup dan berbesar hati. Pasti akan berbeda situasinya andaikan Tulus menambahkan satu kalimat lagi setelahnya, “Kabari ya kalau sudah sampai.”