Pengungsi Rohingya
Sumber : Aidah Zhafirah Noor Polem (dikutip dari DPS 365 sg.docworkspace.com)
INFAKTA.COM / Gunungsitoli / — Pengungsi Rohingya yang datang ke
Sabang, Aceh. Mereka datang dengan
menumpangi kapal milik warga
Bangladesh. Badan Pengungsi PBB
(UNHCR), melaporkan bahwa per 31
Oktober 2023, lebih dari sejuta pengungsi
Rohingya pergi ke berbagai negara untuk
mencari perlindungan.
Pengungsi Rohingya yang berdatangan ke
Indonesia masih menjadi polemik. Bahkan
sebagian besar masyarakat Indonesia
menyerukan penolakan terhadap
kedatangan pengungsi Rohingya.
Pemerintah sendiri saat ini memang sedang
berusaha mencari solusi terkait pengungsi
Rohingya yang terus berdatangan ke
Nusantara Terkait isu permintaan pulau dari
UNHCR, faktanya adalah permintaan
tersebut datang dari anggota DPR RI
Ahmad Sahroni. Dalam Rapat Komisi III
DPR RI, ia memberi usulan untuk
memindahkan pengungsi Rohingya ke
tempat lain seperti pulau yang masih
kosong di Indonesia.
Sayangnya kerajaan tersebut diambil alih
kuasa oleh Raja Myanmar pada tahun 1784
dan tahun 1824 Arakan menjadi koloni
Inggris. Rohingya mengalami masa buruk
ketika dijajah oleh Inggris dan berlanjut
sampai penjajahan Jepang yang menyerang
Burma atau Myanmar pada tahun 1942.
Indonesia masih belum memiliki peraturan
hukum tegas mengenai penanganan dan
penetapan status pengungsi tanpa dokumen
yang jelas. Selain itu, Indonesia juga belum
meratifikasi Konvensi Wina tahun 1951
dan Protokolnya tahun 1967 yang
membahas mengenai status pengungsi.
Maka dari itu, Indonesia tidak mempunyai
wewenang maupun kewajiban untuk
melakukan suatu tindakan internasional
terhadap para pengungsi lintas batas negara
seperti pengungsi Rohingya yang masuk ke
wilayah Indonesia, khususnya yang berada
di Aceh.
Para pengungsi yang nekat ini umumnya
tak memiliki kejelasan untuk mendapatkan
tempat tinggal. Mereka telah menanti
belasan hingga puluhan tahun tanpa
kejelasan dan akhirnya memutuskan
mencari jalan sendiri ke tempat yang lebih
menjanjikan
Merangkum arsip detikEdu, masyarakat
Rohingya adalah penghuni daerah Arakan
yang dipimpin oleh Raja Suleiman Shah
pada tahun 1420. Raja Suleiman Shah ini
sebelumnya adalah raja Buddhis bernama
Narameikhla.
Sayangnya kerajaan tersebut diambil alih
kuasa oleh Raja Myanmar pada tahun 1784
dan tahun 1824 Arakan menjadi koloni
Inggris. Rohingya mengalami masa buruk
ketika dijajah oleh Inggris dan berlanjut
sampai penjajahan Jepang yang menyerang
Burma atau Myanmar pada tahun 1942.
Seperti yang telah tertuang dalam UndangUndang Dasar 1945, bahwa ‘Kemanusiaan
yang adil dan beradab’ merupakan salah
satu dasar negara Indonesia untuk turut
serta membantu penanganan pengungsi
lintas batas negara. Indonesia memiliki
kewajiban untuk membantu para pengungsi
atas dasar kemanusiaan dan penghormatan
terhadap peraturan internasional. Sebelum
menangani kasus pengungsi Rohingya,
Indonesia telah berhasil menangani kasus
pengungsi lintas batas negara yaitu kasus
pengungsi Vietnam yang terjadi pada tahun
1975 dan pengungsi Timor Leste tahun
1999.Menurut Undang-Undang Dasar 1945
pasal 28 G Ayat 2 yang menyatakan bahwa,
“Setiap orang berhak untuk bebas dari
penyiksaan atau perlakuan yang
merendahkan derajat martabat manusia dan
berhak memperoleh suaka politik dari
negara lain”. Hal inilah yang menjadi dasar
hukum Indonesia untuk melindungi para
pengungsi lintas batas negara di Indonesia.
Kondisi yang sangat memprihatinkan
karena kelaparan membuat mereka dengan
terpaksa menyerahkan diri ke pihak
keamanan dan imigrasi Indonesia yang
diharapkan dapat memberikan makan dan
minum yang layak.Kebanyakan pengungsi
Rohingya di Indonesia ini berada di daerah
Aceh, hal ini dikarenakan posisinya yang
terletak paling dekat dengan Myanmar
dibandingkan wilayah Indonesia lainnya.
Tercatat pada bulan Juni 2015 terdapat
sekitar 1.722 orang pengungsi, yang terdiri
dari 1.239 jiwa laki-laki, 244 jiwa
perempuan, dan 239 jiwa anak-anak. Para
pengungsi tersebut terbagi dalam empat
wilayah berbeda di Aceh yaitu Aceh Utara
dengan jumlah pengungsi 560 jiwa, Kota
Langsa dengan jumlah 682 jiwa, Aceh
Temiang sejumlah 47 jiwa, dan di Aceh
Timur sebanyak 433 jiwa (Waluyo,
2015).Menurut pengakuan dari salah satu
pengungsi Rohingya di Aceh pada Maret
2013 silam
Bantuan kemanusiaan yang diberikan
Pemerintah Indonesia kepada pengungsi
Rohingya di Aceh telah membangunkan
mata dunia untuk ikut serta dalam
membantu mengatasi masalah krisis
kemanusiaan tersebut. Bantuan dana yang
dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan
sementara para pengungsi Rohingya di
Aceh telah diterima oleh Pemerintah
Indonesia dari Amerika, Qatar, PBB, dan
beberapa negara lain. Namun, bantuan dana
tersebut nampaknya tidak dapat
memecahkan masalah dengan seketika.
Masalah utama yang dihadapi para
pengungsi ini ialah bagaimana
mendapatkan status kewarganegaraan yang
jelas serta hak asasi manusia sehingga
mereka dapat hidup dengan layak (Admin,
2015).Para pengungsi ini datang ke
Indonesia melalui beberapa tahap mulai
tahun 2012 sampai dengan 2015
p
engungsi Rohingya
Bukan Terdampar, tapi
Sengaja Diselundupkan
IMuncul fakta baru bahwa para pengungsi
Rohingya memang sengaja diselundupkan
ke Indonesia. Hal ini terungkap setelah
Polres Pidie menangkap Husson Mukhtar,
warga Bangladesh yang bertindak sebagai
agen penyelundup. Husson Mukhtar tidak
bertindak sendirian, tapi bekerja sama
dengan rekannya yang bernama Saber dan
Zahangir. Namun, kedua rekan Husson
belum tertangkap dan masih buron.
Dari hasil pemeriksaan, agen penyelundup
seperti Husson bisa meraup keuntungan
besar hingga miliaran rupiah Setiap orang
pengungsi akan dimintai ongkos perjalanan
sebesar Rp14 juta untuk dewasa dan Rp7
juta untuk anak-anak.
Pengungsian
bertujuan
untuk
mengamankan diri karena adanya bahaya
yang mengancam jiwa, karena adanya
bencana buatan manusia (man made
disaster). Mengungsi dapat dilakukan
dalam lingkup satu wilayah negara atau ke
negara lain karena adanya konflik.
Hal ini sama dengan pengungsi etnis
Rohingya yang eksodus dari wilayahnya
untuk menyelamatkan diri karena adanya
tindakan anarki dan intimidasi serta
pembantaian yang disebabkan konflik bersenjata.
Des Zeb