Berita  

Penelitian: Ikan Ternyata Juga Bisa Kecanduan Narkoba

penelitian:-ikan-ternyata-juga-bisa-kecanduan-narkoba

Penyalahgunaan metamfetamin menjadi masalah kesehatan yang paling mengkhawatirkan di seluruh dunia. Dan kini, ilmuwan menemukan ikan juga bisa kecanduan narkoba melalui limbah manusia. Pencemaran di habitat alami berpotensi mengganggu seluruh ekosistem.

Hasil eksperimen, yang dipimpin oleh ahli ekologi Pavel Horký dari Universitas Ilmu Kehidupan Ceko di Praha, mengungkapkan “ikan dapat menunjukkan tanda-tanda ketergantungan dan gejala putus obat” yang dapat menyebabkan “konsekuensi ekologis tak terduga”. Tim peneliti menguraikan temuan mereka dalam penelitian yang terbit di Journal of Experimental Biology pada Selasa waktu setempat.


“Pencemaran semacam itu dapat mengubah fungsi seluruh ekosistem karena konsekuensi merugikannya ada pada tingkat individu dan populasi,” Horký menerangkan melalui email.

“Selanjutnya, keinginan ikan untuk mendapatkan obat, seperti yang didokumentasikan dalam temuan ini, dapat menutupi keinginan alami seperti mencari makan atau kawin yang memberikan keberhasilan homeostatik dan reproduksi,” imbuhnya.

Air limbah memberikan banyak informasi penting terkait obat-obatan dan epidemiologi, bahkan saat pandemi COVID-19 sekali pun. Pasalnya, ilmuwan telah mengembangkan metode baru yang dapat mengambil residu obat dan biomarker lainnya dari sampel air limbah.

Teknik ini dapat memetakan penggunaan narkoba dalam lingkup regional, dan telah membuktikan peningkatan penyalahgunaan amfetamin di berbagai belahan dunia. Studi paling anyar bahkan menunjukkan, habitat perairan di sejumlah wilayah Republik Ceko dan Slovakia telah terkontaminasi konsentrasi sabu-sabu yang mencapai ratusan nanogram per liter.

Untuk melihat bisa tidaknya ikan mengalami kecanduan pada konsentrasi ini, tim peneliti mempelajari dua kelompok ikan trout—masing-masing 60 ekor—yang dimasukkan ke dalam dua tangki selama delapan minggu. Tangki pertama memiliki konsentrasi metamfetamin seperti dalam sungai air tawar yang tercemar, sedangkan yang kedua tidak mengandung sabu-sabu sama sekali.

Setelah dua bulan, peneliti memindahkan kedua kelompok ikan trout ke dalam satu tangki air tawar. Ikan yang berenang di tangki tercemar tidak seaktif kelompok kedua, menandakan ikan-ikan itu mungkin stres, cemas atau mengalami gejala lain mirip orang putus obat. Perubahan perilaku berlangsung selama 96 jam sampai konsentrasi obatnya berkurang, penurunan bertahap yang dikonfirmasi oleh penelitian biokimia terhadap otak ikan.

Horký dan rekan-rekan juga menciptakan “arena pilihan” di tangki itu, yang airnya mengandung konsentrasi metamfetamin seperti tangki sebelumnya. Ikan trout yang terpapar lebih cenderung mendatangi area ini, tak peduli di mana ikannya berada, daripada yang tidak terpapar. Peneliti melihatnya sebagai “indikator kecanduan”.

“Kami sudah menebak akan ada tanda kecanduan, tapi kami tidak menyangka betapa ketat seluruh sistemnya bekerja,” terang Horký, mengacu pada korelasi yang jelas antara perilaku ikan, aktivitas metabolisme dan kimia otak yang terungkap dalam penelitian tersebut.

“Saya pribadi lebih terkejut dengan fakta pengguna metamfetamin tanpa sadar membuat ikan kecanduan pada ekosistem di sekitar kita,” imbuhnya.

Penelitian ini lagi-lagi menjadi contoh bagaimana ulah manusia dapat memberikan efek yang tidak disengaja pada satwa liar di sekitarnya. Tim Horký berencana membangun temuan yang mengkhawatirkan ini dengan melakukan eksperimen baru pada ikan di habitat alami, yang dapat membuka wawasan tentang dampak ekologis yang lebih luas dari pencemaran narkoba di saluran air.

“Munculnya pola kecanduan obat-obatan pada ikan liar dapat mewakili contoh lain dari tekanan seleksi evolusi yang tak terduga untuk spesies yang hidup di lingkungan perkotaan, bersama dengan efek samping ekologis dari masalah sosial manusia dalam ekosistem perairan,” dia menyimpulkan.