Meski lemah tak berdaya, Gavila Debi Adrian (19) ditemukan dalam keadaan bernyawa setelah hilang sehari penuh saat mendaki kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Kawah Ijen di Jawa Timur. Hilang sejak Sabtu (7/5) dini hari, Gavila ditemukan sekitar pukul 10.30 keesokan harinya (8/5) hanya berbalut sarung tanpa baju, sekitar 90 meter dari puncak Gunung Ijen, tempatnya pertama kali menghilang.
“Pada saat ditemukan korban dalam kondisi sadar, namun lemas. Korban juga tidak menggunakan baju. Lalu, tim langsung memberikan pertolongan pertama,” ujar Kepala Pos SAR Banyuwangi Wahyu Setya Budi, dilansir dari Liputan6. “Setelah berhasil kita evakuasi dari dasar tebing, korban langsung kita bawa ke Puskesmas Sempol untuk mendapatkan perawatan dan setelah itu langsung kita serahkan ke keluarganya.”
Bersama 13 kawannya, Gavila mencapai puncak Kawah Ijen sekitar jam 4 pagi. Salah seorang temannya bilang, tidak lama berselang Gavila mengajak seorang rekan turun dari puncak dengan alasan tidak kuat menahan dingin. Gavila juga disebut sempat pingsan dan mengigau saat di puncak. Di perjalanan turun dengan seorang kawan itu Gavila meminta izin berpisah sebentar karena sakit perut. Entah mengapa, sang rekan lantas melanjutkan perjalanan turun seorang diri.
Ditunggu sampai jam setengah 8 pagi, Gavila tak kunjung turun. Namun, kekhawatiran sang rekan sirna setelah menelepon korban. Gavila mengaku sudah sampai di rumah. Sang tekan lantas memutuskan pulang sekitar jam 9. Satu jam berselang, kebingungan terjadi karena orang tua Gavila menelepon rombongan karena Gavila belum juga pulang. Kali ini, Gavila sudah tak lagi mengangkat teleponnya. Ia pun dinyatakan hilang.
Pencarian yang dilakukan sejak jam setengah 9 malam membuahkan hasil keesokan harinya. Saat diwawancarai, Gavila menuturkan cerita aneh. Doi mengaku tidak sadar sedang berada di Kawah Ijen saat insiden terjadi.
“[Rasanya seperti] tertidur di rumahnya saudara. Pas kebangun, langsung ada di kawah. Langsung ada di bawah [jurang] itu. [Tidurnya terasa seperti] di rumah saudara,” kata Gavila dilansir dari Metro TV. Penyebab terjatuhnya Gavila di jurang masih jadi perdebatan setelah ada dugaan dari relawan bahwa Gavila berada dalam pengaruh penggunaan pil koplo.
Saat berita ini dibuat, Kapolsek Kecamatan Licin AKP Dalyono menyatakan belum bisa memastikan tudingan ini, mengingat saat ini korban masih dirawat. “Belum bisa dipastikan [mabuk atau tidak]. Sebelum menghilang pisah sama rekan-rekannya, yang bersangkutan mengalami gerakan dan ucapan di luar kesadaran. Namun, rekan-rekannya tidak tanggap saat itu,” kata Dalyono kepada Kumparan.
Walau ceritanya absurd, Gavila cuma satu dari banyak sekali kasus pendaki hilang di Indonesia. Beberapa contoh terbaru saja: bulan Maret kemarin, Muhammad Naam Kurniawan terpisah dari rombongan saat mendaki Gunung Arjuno di Jawa Timur. Tiga hari terpisah dari rombongan, ia tersesat dan tersasar saat mengitari Alas Lali Jiwo, hutan yang mengandung mitos punya kemampuan “menyesatkan” para pendaki. Sempat terjatuh di jurang, Ia ditemukan warga sekitar karena berteriak minta tolong. “Saya akhirnya menyusuri aliran sungai dan sempat terjatuh di jurang. Saya mendengar ada suara orang dan saya teriak minta tolong,” kata Naam.
Kasus seperti ini sekaligus jadi tambang kisah mistis. Mundur sedikit pada September 2021, Gibran Arrasyid (14) sempat hilang 6 hari di Gunung Guntur, Kota Garut. Remaja tersebut ditemukan dalam kondisi lemas dengan sedikit luka di kaki sekitar satu jam dari tempat ia membangun tenda. Menurut pengakuannya, Gibran berhasil bertahan hidup karena ada “orang-orang” yang selalu memberinya makan. Ditambah, ia selalu merasa siang hari selama tersesat.
Cerita lain pada Agustus 2021, Rizky (21) hilang selama empat hari saat mendaki Gunung Nokilalaki di Sulawesi Tengah. Rizky bilang awalnya ia tidak berniat mendaki sampai puncak. Namun, ia yang berjaga di shelter memutuskan menyusul para rekannya ke puncak karena takut mereka tersasar. Di tengah jalan, ia mendapati jalan bercabang dua dan memilih jalan di sebelah kanan. Setelah tahu telah salah jalur, ia memutuskan putar balik.
“Ketika perjalanan balik itu, saya bukan tersesat, tapi disesatkan. Saat itu, jalur terang karena masih siang. Tapi, setiap berjalan 20 meter, saya kembali di tempat semula,” cerita Rizky, dilansir dari Tribun Palu. Ia berhasil bertahan hidup dengan menghemat makan cokelat bubuk sachet yang ia bawa.