Berita  

Pemulasara Jenazah Covid di Sejumlah Daerah Mogok Kerja Karena Insentif Ditunggak

pemulasara-jenazah-covid-di-sejumlah-daerah-mogok-kerja-karena-insentif-ditunggak

Petugas pemulasaraan jenazah di RSUD Subang, Jawa Barat, mogok kerja selama dua minggu sejak Rabu (7/7) pekan lalu. Alasannya, insentif para petugas berstatus PNS belum dibayarkan sejak awal pandemi. Tak cuma itu, honor tenaga harian lepas juga belum diberikan. Padahal setiap harinya ada 10-15 jenazah pasien Covid-19 harus mereka urus sebelum dimakamkan sesuai protokol.

“Para tenaga harian lepas itu cuma dapat Rp100 ribu sehari, sedangkan kami yang PNS, saya sendiri sudah 16 bulan tak dapat insentif. Saya tak memikirkan diri saya, cuma rekan saya yang tenaga harian lepas mana bisa ditunggak [kalau honor tidak dibayar], mereka makan dari mana,” kata Kepala Pemulasaraan Jenazah RSUD Subang Heri Hartono seperti dilansir Tribunnews


Heri menyebut, honor tenaga harian lepas yang ditunggak jumlahnya variatif. Ada yang belum dibayar dua minggu, ada yang sampai satu bulan. Sementara, nominal insentif para petugas permanen adalah Rp1,6 juta setahun, tergolong kecil untuk pekerjaan dengan risiko setinggi ini. Heri menceritakan ada satu anggota yang sampai terpapar Covid-19 saat bertugas. Makin trenyuh ketika anggota tersebut melakukan isolasi mandiri, tak ada bantuan apa pun dari RSUD.

Kenaikan kasus corona setempat membuat RSUD Subang membutuhkan tenaga darurat. Karyawan sampai satpam dikerahkan, dengan upah Rp200 ribu per jenazah.

Mendengar aksi mogok ini, Bupati Subang Rohimat menyangkal belum menyalurkan insentif untuk petugas pemulasara jenazah. “Pemerintah daerah mengeluarkan [insentif] yang tampaknya layak untuk mendapatkan insentif, kami sudah keluarkan. Namun, terkait hal itu [mogok karena insentif dan honor tak cair], maka mari kita tagih, mari kita teliti informasi seperti itu kebenarannya. Menurut saya, itu tidak benar,” ujar Ruhimat seperti dilansir iNews, menuding alasan mogok dibuat-buat.

Lain dari keterangan Bupati, Dinas Kesehatan (Dinkes) Subang mengatakan insentif tersebut memang belum diberikan karena anggaran dari pemerintah pusat belum cair. Mereka meminta petugas bersabar.

“Petugas pemulasaraan jenazah ada sekitar 11 orang, kalau honor lancar. Nah, ini yang insentif memang belum cair,” kata Kadinkes Subang dr. Maxi dilansir Media Jabar. “Biaya pemulasaraan jenazah Covid disatukan dengan biaya perawatan. Itu anggarannya dari pusat. Kenapa belum dibayar, karena ada Rp16 miliar anggaran Covid belum dibayar pemerintah pusat. Kita masih menunggu.”

Tersendatnya insentif petugas dan relawan karena birokrasi berbelit-belit terjadi pula di Situbondo, Jawa Timur. April lalu, petugas pemulasaraan setempat mogok kerja dan mendatangi kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Situbondo menuntut kepastian pembayaran upah mereka. Koordinator Pemulasaraan Jenazah Covid-19 Situbondo Lukman Habsi menyebut timnya belum menerima hak mereka sejak November 2020. Timnya bertugas di dua rumah sakit rujukan Covid-19, RS Abdoer Rahem dan RS Elisabeth. 

Pejabat setempat tidak memberi jawaban melegakan. Kepala BPBD Situbondo Prio Andoko mengaku pembayaran tertunda karena adanya “aturan baru” terkait pedoman Covid-19 yang memengaruhi proses pencairan. Ia hanya berjanji akan melunasi begitu anggaran cair.

Meski tidak sampai mogok, penunggakan honor petugas pemulasaraan juga terjadi di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Korbannya 16 relawan yang bekerja sejak November 2020.

“Waktu awal, BPBD tidak menyebutkan nominal, tapi kita tetap jalan saja. Kemudian kita dikasih honor Rp150 ribu per orang untuk sekali pemakaman,” ujar salah satu relawan yang tak mau disebutkan namanya, kepada Republika.

Sejauh ini para relawan tersebut baru dibayar untuk pekerjaan sepanjang November-Desember 2020. Sisa beberapa kegiatan di Desember hingga Mei 2021 belum dibayar. Total, ada 92 pekerjaan yang belum dilunasi, nggak peduli keringat pekerjanya udah kering. Sampai saat ini, tim tidak melakukan mogok demi alasan kemanusiaan.

Enggak melulu soal insentif, mogok kerja juga terjadi akibat mulut pejabat. Agustus tahun lalu, Tim Relawan Pemulasaraan Jenazah Covid-19 BPBD Kudus, Jawa Tengah, mogok kerja setelah Dinkes Kabupaten setempat mengeluarkan pernyataan yang menyinggung. Dinkes ngakunya udah bikin pelatihan pemulasaraan jenazah Covid-19 di 123 desa sehingga enggak perlu lagi bantuan relawan pemulasara. Kenyataannya, pemakaman jenazah terus dilakukan relawan BPBD Kudus tanpa pendampingan Dinkes.

“Memang relawan sedikit tersinggung statement yang diutarakan pihak DKK [dinas Kesehatan kabupaten]. Statement itu diungkapkan di saat yang tak tepat,” kata Kepala Pelaksana Harian BPBD Kudus Budi Waluyo kepada Murianews. Relawan jadi merasa tak dihiraukan. “Karena mereka juga telah bekerja keras sampai saat ini, harapannya memang DKK bisa mendampingi saat prosesi pemakaman. Tujuannya supaya [DKK] tahu kondisi lapangan.”